Indonesia Tunggu Komitmen AS dan Jepang soal Transisi Energi
Penyusunan rencana transisi energi Indonesia butuh kepastian pola pendanaan dari negara maju. Hal ini krusial untuk menentukan kelayakan proyek transisi energi.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Aktivitas di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sintang, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Senin (11/10/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia tengah menyusun comprehensive investment plan atau rencana investasi komprehensif mengenai pendanaan transisi energi. Penyusunan tersebut membutuhkan kepastian pola pendanaan dari Amerika Serikat dan Jepang.
Seperti diketahui, AS dan Jepang memimpin pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk Indonesia. Mereka berkomitmen memberi pendanaan senilai total 20 miliar dollar AS atau Rp 314 triliun melalui JETP, yang merupakan skema pembiayaan campuran (blended finance) antara sektor publik dan swasta.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, penyusunan rencana investasi komprehensif mengenai transisi energi oleh Indonesia membutuhkan kepastian pola pendanaan. AS dan Jepang seolah tidak serius dalam menyikapi rencana transisi energi di Indonesia.
”Sekadar indikasi atau sinyal pola pendanaannya seperti apa saja belum ada. Padahal, pendanaan akan berdampak pada proses penghitungan biaya proyek dan lainnya agar dapat dinilai layak atau tidak,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (20/5/2023).
Adapun rencana investasi komprehensif tengah disusun oleh empat kelompok kerja (working group), yakni tim teknis, tim finansial, tim kebijakan, dan tim transisi energi yang berkeadilan. Dalam hal ini, IESR tergabung dalam tim teknis penyusunan.
Hingga saat ini, Indonesia belum mendapatkan kepastian mengenai pola pendanaan concessional loan (pinjaman lunak) dengan bunga rendah dan tenor panjang. Ketidakjelasan pola pendanaan ini, kata Fabby, yang dikhawatirkan bentuknya. Sebab, Indonesia akan melakukan transisi energi dan, pada saat bersamaan, menghadirkan biaya listrik yang murah untuk publik.
Namun, sampai saat ini belum ada informasi yang merinci, misalnya, kalau ada concessional loan itu berapa bunganya dan juga kondisi lainnya.
Indonesia ditargetkan mengurangi emisi gas rumah kaca hingga mencapai 290 juta ton karbon dioksida pada 2030. Capaian ini lebih ketat dari target sebelumnya yang hanya 350 juta ton karbon dioksida pada 2030. Selain itu, Indonesia juga diminta mengakselerasi bauran energi terbarukan untuk mencapai 34 persen, sebelumnya hanya 23,4 persen, pada 2030 dan mencapai nol emisi bersih sektor kelistrikan pada 2050.
Mengenai target JETP, menurut kalkulasi IESR, Indonesia setidaknya perlu memensiunkan 8,6 gigawatt (GW) hingga tahun 2030 untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Selain itu, Indonesia perlu membangun sekitar 45 GW untuk mencapai target bauran energi.
”Jumlah itu merujuk kalkulasi IESR, bukan JETP. Kelompok kerja masih berupaya untuk merumuskan perhitungan tersebut melalui pertimbangan biaya, teknologi, dan hal lainnya,” ucap Fabby.
Teknisi merawat panel surya yang terpasang di atap gedung Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (5/5/2023).
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana menuturkan, JETP masih dalam proses menyiapkan rencana investasi komprehensif. Komitmen dari negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG), terdiri dari AS, Inggris Raya, Kanada, Jerman, Perancis, Italia, Jepang, Norwegia, Denmark, dan Uni Eropa, masih konsisten.
”Namun, sampai saat ini belum ada informasi yang memerinci, misalnya, kalau ada concessional loan itu berapa bunganya dan juga kondisi lainnya. Meskipun begitu, kelompok kerja bersama dengan Sekretariat JETP masih berupaya agar penyusunan rencana investasi komprehensif selesai pertengahan Agustus,” tutur Dadan.
Ketidakpastian mengenai pola pendanaan itu sempat memicu amarah dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan saat bertandang ke Washington, AS. Ketika itu, ia dalam rangka menindaklanjuti JETP oleh AS dan Jepang. Dia menegaskan jangan sampai kebijakan Indonesia diatur oleh AS.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin menjelaskan, dana akan disalurkan melalui multijalur dan multipihak, tergantung dari skema investasi dan tipe proyek. Pemerintah memastikan pola pendanaan yang disepakati akan menggunakan suku bunga yang paling tepat dan tidak membebani perekonomian. Pola ini di antaranya berupa hibah dan pinjaman.
”Mobilisasi pendanaan ditargetkan terjadi di tahun ketiga hingga tahun kelima setelah kemitraan pendanaan JETP Indonesia disepakati,” katanya.
Menurut rencana, susunan rencana investasi komprehensif akan dipaparkan pada 16 Agustus 2023. Susunan itu mencakup pengembangan jaringan transisi dan distribusi energi, pemensiunan dini PLTU batubara, percepatan pemanfaatan, hingga pembangunan energi terbarukan.