Mungkinkah Ada Konser dengan Energi Bersih di Indonesia?
Kehadiran musisi internasional ternama dapat menjadi momentum meningkatkan kesadaran pasar terhadap pentingnya menyelenggarakan konser dengan menggunakan energi hijau.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·4 menit baca
KOMPAS/M PASCHALIA JUDITH J
Layar panggung menunjukkan daya listrik yang dikonversi dari lompatan pengunjung di area kinetik sebelum konser Coldplay di Stadion Hampden Park, Glasgow, Skotlandia, Britania Raya, Selasa (23/8/2022)
Berdasarkan informasi dalam laman resmi Coldplay, penyelenggaraan konser dalam Music of The Spheres Tour dijanjikan menerapkan prinsip-prinsip kelestarian dan rendah karbon dengan tiga strategi kunci, yakni mengurangi (reduce), menemukan kembali (reinvent), dan memulihkan (restore). Band asal Inggris itu berkomitmen mengurangi 50 persen emisi karbon dioksida dalam penyelenggaraan konsernya, mendukung teknologi hijau dan mengembangkan metode tur dengan tingkat karbon yang sangat rendah (super-low carbon), serta menjadikan tur musiknya sebagai sarana untuk menyerap lebih banyak karbon dioksida dibandingkan dengan yang dihasilkan.
Konser dengan energi bersih itu salah satunya tampak saat Coldplay manggung di Glasgow, Skotlandia, Inggris Raya, 23-24 Agustus 2022. Sebelum memecah teriakan penonton yang memadati Stadion Hampden Park, layar panggung menunjukkan paparan yang menyatakan baterai yang digunakan selama pertunjukan telah diisi daya dengan tenaga angin dan surya serta sumber energi hijau lainnya.
Sejak diperbolehkan masuk pada pukul 17.00 waktu setempat, penonton diajak untuk berpartisipasi menyumbang energi untuk konser. Terdapat area kinetik bagi penonton untuk berlompat-lompat. Lompatan itu pun diubah menjadi energi listrik yang jumlahnya terpampang di layar panggung. Diiringi lagu, penonton tampak antusias memenuhi area tersebut. Selain itu, ada juga area sepeda statis yang mengonversi kayuhan penonton menjadi energi listrik.
Meskipun harus menjaga tempat berdiri di area festival yang di depan panggung pada konser Coldplay di Glasgow tersebut, Albert Ghana Pratama, pekerja di Gading Serpong, Banten, sempat ”bermain” di area kinetik itu untuk menyumbangkan energinya. ”Lewat konser ini, saya melihat public figure memberikan pesan-pesan yang baik mengenai aksi menghadapi perubahan iklim ataupun gerakan sosial. Penonton konser pun terpapar pesan-pesan tersebut,” kenangnya saat dihubungi, Rabu (17/5/2023).
Sekitar 10 hari sebelum menyambangi Glasgow, Coldplay juga mengadakan konser di London. Nariswari, pekerja di Jakarta, membagikan keseruan bersepeda statis sebelum konser Coldplay tersebut lewat akun Instagram pribadinya. ”Aktivitas ini menjadi timbal balik antara saya dan Coldplay. Saya memberikan tenaga, lalu setelah konser saya mendapatkan energi positif dari mereka,” katanya.
Komitmen musisi mancanegara tersebut untuk menggelar konser dengan energi bersih tampak mulus jika berada di negara-negara dengan sumber energi hijau tinggi. Data Statistik Energi di laman resmi Pemerintah Skotlandia menunjukkan, pada triwulan III-2022, sebanyak 85,2 persen konsumsi listrik bruto di negara tersebut berasal dari sumber terbarukan. Namun, apabila diselenggarakan di negara yang konsumsi listriknya belum mengutamakan energi bersih, penyelenggaraan konser rendah karbon menjadi menantang. Contohnya, Indonesia. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan, bauran energi baru terbarukan per akhir 2022 di Indonesia sebesar 14,11 persen.
Meskipun demikian, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Dhenny Yuartha Junifta, menilai, kehadiran musisi internasional ternama dapat menjadi momentum meningkatkan kesadaran pasar terhadap pentingnya menyelenggarakan konser menggunakan energi hijau. Wujud dari kesadaran tersebut dapat berupa prosedur standar operasi dalam menekan emisi karbon dari aktivitas konser.
Menurut data yang dihimpun, dia menyebutkan, sekitar 30 persen emisi karbon dalam aktivitas konser berasal dari energi yang digunakan selama penyelenggaraan acara, seperti genset berbahan baku diesel. Agar konser dapat diadakan dengan jumlah emisi yang lebih rendah, Dhenny mengimbau untuk mengganti sumber energi menjadi panel surya ataupun baterai yang diisi dayanya dengan energi terbarukan. Genset bisa diisi dengan bahan bakar berbasis minyak jelantah.
Opsi tersebut selaras dengan rencana pemanfaatan energi bersih Coldplay dalam konsernya. Melansir laman resmi Coldplay, musisi tersebut akan memasang panel surya di belakang panggung dan sekitar stadion. Mereka juga bekerja sama dengan Nestle untuk menggunakan bahan bakar nabati pada genset yang bersumber dari sisa minyak goreng yang sudah diolah.
Dhenny berpendapat, upaya-upaya Coldplay dan musisi internasional dalam mengadakan konser berbasis energi bersih dapat berkolaborasi dengan badan usaha milik negara yang ada di Indonesia. ”Kolaborasi ini dapat berjalan bergantung kesesuaian kampanye dari musisi. Misalnya, bahan baku untuk menyediakan energinya ataupun suplai teknologinya,” ujarnya saat dihubungi.
Coldplay, lanjutnya, bukan musisi mancanegara pertama yang menunjukkan komitmen penyelenggaraan konser dengan energi bersih. Sebelumnya, Radiohead pernah menyelenggarakan tur konser dengan prinsip-prinsip serupa.
GEOFFROY VAN DER HASSELT / AFP
Foto ini diambil pada 15 Juli 2017. Penyanyi utama band Inggris Coldplay Chris Martin (kanan) dengan gitaris Jonny Buckland tampil di The Stade de France Arena di Saint Denis di pinggiran Paris. - Vokalis Coldplay Chris Martin mengatakan pada 21 November 2019, band ini telah menunda rencana untuk melakukan tur untuk mempromosikan album terbaru mereka karena kekhawatiran tentang dampak lingkungan dari konser. (Foto oleh GEOFFROY VAN DER HASSELT / AFP)
Berdasarkan laporan berjudul ”Ecological Footprint & Carbon Audit of Radiohead North American Tours, 2003 & 2006”, Radiohead menggandeng Best Foot Forward, konsultan kelestarian di Eropa, untuk menghitung dan memetakan sumber emisi karbon dalam tur konsernya pada 2003 dan 2006. Dengan demikian, mereka dapat mengurangi emisi.
Kehadiran musisi tersohor skala dunia, menurut Dhenny, berpotensi memengaruhi perilaku publik dan individu terkait penyelenggaraan konser berbasis energi bersih jika rutin diadakan. ”Pesohor dapat menggerakkan kesadaran individu agar semakin masif sekaligus menggugah pengambil kebijakan untuk aware meski tidak serta-merta mengubah (perilaku) secara langsung,” tuturnya.
Peneliti pembangunan hijau di Ritsumeikan University, Kyoto, Jepang, Trissia Wijaya, menilai, konser berbasis energi hijau berpotensi melahirkan kemitraan industrial antara pelaku bisnis dan pihak penyelenggara. Pelaku bisnis berkesempatan mengenalkan teknologi terbaru dalam menyediakan energi tambahan. Terkait penyusunan prosedur standar operasi konser berbasis energi hijau, Indonesia belum memiliki perhatian khusus lantaran frekuensi penyelenggaraannya belum setinggi di negara lain, misalnya Singapura.
Angkutan umum
Tak hanya dari sumber tenaga listrik yang digunakan selama pertunjukan berlangsung, perjalanan penonton menuju tempat acara juga menyumbang emisi dalam aktivitas konser. Menurut data yang dihimpun, Dhenny menyebutkan, angkanya sekitar 30 persen. Dalam hal ini, pemanfaatan angkutan umum menjadi kunci ketimbang menggunakan kendaraan pribadi.
Coldplay akan menggelar konser di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, 15 November mendatang. Jika ditinjau dari lokasinya, terdapat halte bus Transjakarta dan stasiun kereta transportasi massal cepat (MRT) dalam radius sekitar 2 kilometer. Laman resmi Coldplay menyatakan, perjalanan penonton berkontribusi signifikan dalam emisi karbon. Oleh sebab itu, mereka menyediakan aplikasi ponsel gratis yang mendorong pengunjung menggunakan angkutan rendah karbon menuju tempat konser.
Berdasarkan pengalamannya, Albert menuturkan, dia menggunakan angkutan umum saat mendatangi Hampden Park untuk menonton konser Coldplay pada Agustus 2022. Operator angkutan pun sudah mempersiapkan sistem operasional khusus selama konser digelar sehingga tak terjadi penumpukan antrean saat berangkat.
Sayangnya, menurut pantauan, antrean justru terjadi saat konser selesai karena kereta lokal berhenti beroperasi. Akibatnya, pilihan transportasi pengunjung terbatas pada bus, taksi, hingga jalan kaki.
Indonesia masih memiliki waktu untuk menunjukkan kapasitasnya pada dunia sebagai tuan rumah konser yang menggunakan energi bersih. Kesempatan unjuk gigi ini tak boleh dilewatkan sebagai salah satu bentuk komitmen Tanah Air dalam pembangunan rendah karbon.