Ekonom Nilai BI Memiliki Ruang Menurunkan Suku Bunga
Inflasi kian melandai dan mendekati target pemerintah tahun 2023 di kisaran 2-4 persen. Dengan demikian, BI tidak memiliki urgensi untuk menjalankan rezim suku bunga tinggi.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Petugas mendata dan menghitung uang yang masuk di Cash Center Bank Mandiri, Jakarta, Jumat (18/11/2022). Bank Indonesia memutuskan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps menjadi 5,25 persen demi meredam inflasi dan pelemahan nilai tukar.
JAKARTA, KOMPAS- Para ekonom memperkirakan Bank Indonesia akan menurunkan suku bunga acuan paling cepat Agustus 2023. Dengan inflasi yang terkendali dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS relatif terjaga, Bank Indonesia akan memiliki ruang untuk mulai menurunkan suku bunga acuannya.
Ekonom Senior DBS Research Group Radhika Rao memperkirakan, Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan suku bunga acuannya pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Mei. Saat ini, tingkat suku bunga acuan BI berada pada level 5,75 persen. Posisi ini sudah bertahan empat bulan sejak Januari.
Ia menilai, tingkat suku bunga acuan BI saat ini sudah pada puncaknya sehingga diperkirakan tidak akan naik lagi. BI justru diperkirakan akan mulai menurunkan suku bunga acuan secara bertahap pada Agustus atau September tahun ini. Ia menjelaskan, tingkat inflasi saat ini sedang dalam tren penurunan dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang relatif stabil.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi pada April 2023 ada di level 4,33 persen secara tahunan. Angka tersebut menurun dibandingkan inflasi Maret 2023 yang sebesar 4,97 persen secara tahunan.
Radhika menjelaskan, tingkat inflasi kian melandai dan mendekati target inflasi BI dan pemerintah tahun 2023 di kisaran 2-4 persen. Dengan mendekati target tersebut, BI tidak memiliki urgensi untuk menjalankan rezim suku bunga tinggi.
“Dengan demikian, BI memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga,” ujar Radhika dalam keterangannya, Rabu (17/5/2023).
Hal senada juga dikemukakan Chief Economist Citi Indonesia Helmi Arman. Ia melihat BI memiliki ruang yang terbukan untuk penurunan suku bunga acuan di semester kedua tahun ini. Faktor pendorongnya adalah tingkat suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), sudah mendekati puncaknya. Dengan demikian, BI tak perlu lagi menaikan suku bunga dan tak perlu menjaga posisi suku bunga tinggi.
Sedangkan dari faktor dalam negeri, imbuh Helmi, tingkat inflasi saat ini dalam tren melandai. Selain itu, inflasi saat ini lebih banyak didorong oleh faktor kenaikan biaya/ongkos (cost push), bukan karena tarikan permintaan masyarakat (demand pull). Artinya, mesin perekonomian belum overheating sehingga tak perlu ditahan dengan suku bunga tinggi, malah justru perlu dirangsang lebih dengan suku bunga yang rendah.
“Perekonomian dalam negeri yang baik dan eksternal yang mendukung, membuka ruang bagi BI menurunkan suku bunga,” tutur Helmi.
Ia memperkirakan suku bunga acuan BI akan mulai turun secara bertahap, yakni sebesar 25 basis poin pada September 2023. Adapun pada akhir tahun, ia memperkirakan suku bunga acuan akan berada pada posisi 5 persen.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (tengah) memimpin konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia di Gedung BI, Jakarta, Selasa (18/4/2023). BI tetap mempertahankan suku bunga acuan pada 5,75 persen. Suku bunga acuan ini telah bertahan selama 4 bulan sejak keputusan RDG BI menaikkannya 25 basis poin pada Januari 2023. KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK) 18-04-2023
Pengendalian inflasi
Pada kesempatan berbeda, upaya pengendalian inflasi terus dilakukan BI dan pemerintah melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). BI dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Bali Nusa Tenggara (Balinusra) memperkuat sinergi dan inovasi GNPIP melalui program Paiketan (Perkumpulan) Perumda Pangan Bali dan digitalisasi data/informasi neraca pangan.
Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, mengatakan, seluruh pihak harus mendorong inovasi GNPIP agar terus diperkuat dan direplikasi di daerah-daerah lainnya di Indonesia. Ini untuk memastikan tersedianya pasokan dan keterjangkauan harga.
Dengan berbagai kebijakan dan penguatan sinergi tersebut, BI optimistis tekanan inflasi akan menurun dan kembali ke dalam sasaran 2-4 persen pada 2023 dan 1,5 – 3,5 persen pada 2024 dengan inflasi inti akan kembali lebih awal pada paruh pertama 2023.
Sejalan dengan hal tersebut, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), A Fatoni, menyampaikan, Kemendagri sudah merumuskan solusi utama pengendalian inflasi yang harus didorong oleh seluruh elemen Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan TPID, diantaranya mengaktifkan Satuan Tugas Pangan, subsidi tepat sasaran, gerakan tanam pangan cepat panen, Kerjasama Antardaerah (KAD) dan mengintensifkan jaring pengaman sosial.