Layanan BCA Mobile Sempat Terganggu, Nasabah Diminta Tetap Waspada
BCA mengimbau nasabah untuk senantiasa berhati-hati terhadap berbagai macam modus penipuan yang mengatasnamakan BCA. Kerahasiaan data perbankan perlu dijaga.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Layanan aplikasi perbankan PT Bank Central Asia Tbk, BCA Mobile, sempat terganggu pada Minggu (14/5/2023) siang. Nasabah tidak bisa bertransaksi baik transfer maupun pembayaran dengan metode pindai standar respons cepat Indonesia atau QRIS. Manajemen BCA menjelaskan pihaknya tengah melakukan pemeliharaan untuk tingkatkan pelayanan.
Executive Vice President Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F Haryn menjelaskan, BCA melakukan pemeliharaan sistem dan jaringan BCA Mobile pada Minggu (14/5/2023) pukul 00.00 - 05.00 WIB. “Sebagai informasi, hal tersebut merupakan pemeliharaan rutin BCA dalam upaya kami untuk meningkatkan layanan platform transaksi yang aman dan andal untuk seluruh nasabah,” ujarnya saat dihubungi pada Minggu (14/5/2023).
Ia menjelaskan, setelah proses stabilisasi pascapemeliharaan sistem, saat ini BCA Mobile sudah beroperasi dengan normal. Pihaknya memohon maaf atas ketidaknyamanan dan kendala yang sempat dialami nasabah.
Dalam kesempatan ini, lanjut Hera, pihaknya juga menghimbau kepada nasabah BCA untuk senantiasa berhati-hati terhadap berbagai macam modus penipuan yang mengatasnamakan BCA. Ia juga mengingatkan nasabah untuk selalu menjaga kerahasiaan data perbankan.
Keluhan gangguan layanan sempat dialami Natan (30). Warga Pamulang, Tangerang Selatan, ini hendak membayar makan siang bersama keluarganya pada restoran bilangan BSD dengan metode QRIS. Sebab, dirinya sedang tidak membawa uang tunai yang cukup banyak saat itu.
Namun, saat hendak memindai kode QRIS, transaksi tidak terjadi. Pada layar ponselnya muncul notifikasi bertulisan “205-Sementara transaksi tidak dapat diproses, silakan ulangi beberapa saat lagi”.
Awalnya, Nantan mengira ada gangguan sinyal lemah yang kerap membatalkan transaksi. Namun, setelah dicoba berulang kali tetap gagal.
Kebetulan pula restoran tersebut belum menyediakan mesin transaksi kartu debit, sehingga opsi pembayaran hanya dengan tunai, QRIS, atau transfer. Sang pemilik restoran menawarkan untuk transfer ke rekening pribadinya yang juga rekening BCA. Namun, transaksi via transfer juga tidak bisa dilakukan.
Orangtua Natan pun mencoba mengakses layanan serupa dari ponselnya tetapi gagal. Barulah Natan tersadar bahwa ada gangguan layanan dari BCA. Akhirnya, dirinya harus mencari mesin ATM terdekat untuk tarik tunai.
Sore hari sekitar pukul 17.00 WIB, Natan mengakses kembali aplikasi BCA Mobile dan sudah bisa bertransaksi kembali dengan normal. “Untungnya semua sudah beroperasi normal dan tidak ada dana yang hilang. Tadi saya sempat khawatir juga, kan, apalagi sedang ramai cerita kejahatan siber yang menyerang bank,” katanya.
Secara terpisah, Chairman Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja mengatakan, layanan perbankan yang diakses dari ponsel kini kian krusial dalam kehidupan sehari-hari. Gangguan layanan itu jelas langsung membuat nasabah cemas.
Hal ini tercermin dari makin besarnya transaksi melalui layanan perbankan digital. Bank Indonesia (BI) memperkirakan peredaran uang elektronik tahun ini bisa mencapai Rp 495 triliun. Adapun total transaksi e-dagang bisa mencapai Rp 533 triliun. Bahkan total transaksi layanan perbankan digital bisa mencapai Rp 64.000 triliun.
Ardi mengatakan, yang perlu dilakukan perbankan ke depan adalah terus meningkatkan kapasitas sistem teknologi informasi serta sumber daya manusia di bidang keamanan siber. Ia juga mengusulkan, ke depan, saat membeli sistem perangkat keamanan siber, lakukan terlebih dahulu audit digital sehingga bisa menutup celah kemungkinan peretasan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menambahkan, industri perbankan perlu senantiasa memperhatikan tata kelola, keamanan informasi, dan pelindungan konsumen dalam menghadapi tantangan penggunaan teknologi informasi di era digital.
Sebagai pedoman, OJK telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 11/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum dan Surat Edaran OJK 21/ 2017 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum.
Industri perbankan dituntut untuk meningkatkan ketahanan Sistem Elektronik yang dimiliki dan mampu memulihkan keadaan pascaterjadinya gangguan layanan. OJK akan terus memastikan ketahanan digital perbankan Indonesia sesuai dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan 29/2022 tentang Ketahanan dan Keamanan Siber bagi Bank Umum untuk dipedomani dengan konsisten oleh seluruh perbankan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyampaikan, OJK memberikan perhatian besar kepada pelindungan nasabah dan konsumen. Sehubungan dengan itu, pihaknya mengharapkan agar sistem IT yang digunakan bank semakin memperkuat aspek pelindungan konsumen.
OJK juga mengimbau agar masyarakat tetap tenang dan berhati-hati dalam melakukan transaksi, mewaspadai potensi penipuan maupun tindak kejahatan lainnya yang mengatasnamakan suatu bank, serta melakukan verifikasi kebenaran informasi yang beredar.