Perekonomian Indonesia dalam kondisi baik. Namun, kondisi ketidakpastian global yang meningkat perlu diwaspadai agar tak merambat ke dalam negeri.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA, WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komite Stabilitas Sistem Keuangan mengidentifikasi sejumlah risiko global yang perlu diwaspadai. Risiko itu, antara lain, perlambatan ekonomi dan inflasi global serta krisis perbankan dan fiskal Amerika Serikat. Gejolak itu perlu dicermati agar bisa segera diantisipasi potensi efek rambatannya ke perekonomian Indonesia.
Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani mengatakan, pihaknya telah mengidentifikasi sejumlah risiko global yang perlu diwaspadai. Yang pertama adalah mengenai siklus pelemahan ekonomi global. Mengutip Dana Moneter Internasional (IMF), pertumbuhan ekonomi global 2023 diprediksi 2,8 persen, menurun dibandingkan dengan 2022 yang sebesar 3,4 persen.
Sri Mulyani, yang juga Menteri Keuangan, menjelaskan, perlambatan ekonomi global itu berpotensi merambat ke dalam kinerja ekonomi dalam negeri. Rambatan itu bisa berasal dari kinerja ekspor yang berpotensi turun hingga investasi asing yang juga berpotensi menurun.
Kendati secara keseluruhan perekonomian global akan melambat, kebijakan China untuk membuka kembali aktivitas ekonominya akan cukup mendorong laju ekonomi dunia.
Potensi risiko global yang kedua adalah masih tingginya tingkat inflasi di sejumlah negara. Hal ini kemudian direspons oleh bank sentral sejumlah negara dunia dengan menetapkan suku bunga acuan yang tinggi. Kondisi ini bisa memicu gejolak arus modal yang bisa mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Terlepas dari kondisi global secara keseluruhan itu, KSSK juga mencermati potensi dampak rambatan dari krisis perbankan yang tengah terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Gejolak perbankan ini membuat bank sentral AS pun harus memilih antara terus mengejar penurunan inflasi atau harus kembali menggelontorkan likuiditas untuk menyelamatkan sistem perbankan.
Tak cuma krisis perbankan, AS kini juga tengah didera persoalan fiskal. ”Negeri Paman Sam” itu tengah terlilit utang. Di saat yang sama, kongres AS belum menentukan sikapnya. Hal ini, ucap Sri Mulyani, memberikan ketidakpastian bagaimana kebijakan fiskal AS.
”KSSK akan terus memperkuat koordinasi dan kewaspadaan terhadap perkembangan perekonomian dan risiko pasar keuangan global ke depan, termasuk risiko rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik,” ujarnya.
Terlepas dari sejumlah faktor ketidakpastian global tersebut, Sri Mulyani mengatakan, perekonomian Indonesia secara keseluruhan dalam posisi baik.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan pertama 2023 tercatat 5,03 persen secara tahunan, meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan keempat 2022 pada level 5,01 persen secara tahunan.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, posisi moneter Indonesia dalam posisi kondusif. Ini ditandai dengan tingkat inflasi yang terkendali dan nilai tukar rupiah terus dalam tren apresiasi.
Inflasi berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada April 2023 pada level 4,33 persen secara tahunan, menurun dibandingkan dengan Desember 2022 yang berada pada level 5,51 persen secara tahunan.
Nilai tukar rupiah juga terus menunjukkan tren apresiasi. Sejak awal tahun hingga 28 April 2023, nilai tukar rupiah menguat 6,12 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan apresiasi baht Thailand sebesar 1,35 persen, rupee India 1,10 persen, dan peso Filipina 0,67 persen.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan, di tengah gejolak sistem perbankan AS dan Eropa, sistem keuangan dalam negeri dalam kondisi sehat. Hal ini ditandai dengan fungsi intermediasi lembaga jasa keuangan yang berjalan optimal. Pada Maret 2023, pertumbuhan kredit perbankan mencapai 9,93 persen secara tahunan. Adapun Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 7 persen secara tahunan.
Pengaruh dalam negeri
Mengenai krisis gejolak fiskal di AS, peneliti pusat makroekonomi dan keuangan dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abdul Manap Pulungan, mengatakan, ekonomi global dipengaruhi oleh faktor geopolitik, ekonomi AS, serta ekonomi China dan Uni Eropa. Potensi gagal bayar utang merupakan salah satu hal yang dapat memengaruhi ekonomi global.
Selain perdagangan, potensi gagal bayar utang oleh AS juga dinilai akan berdampak pada penanaman modal dalam negeri, kebijakan moneter dan fiskal Indonesia.
Seperti diberitakan, situasi darurat keuangan disampaikan Menteri Keuangan AS Janet Yellen dalam surat resmi kepada Ketua DPR AS Kevin McCarthy pada 1 Mei 2023. Ketentuan maksimum (pagu) utang AS sebesar 31,4 triliun dollar AS telah mencapai batasnya pada Januari 2023.
Sejak saat itu, Departemen Keuangan AS telah mengambil tindakan di luar kebiasaan yang memungkinkannya untuk terus membiayai kegiatan pemerintah. Namun, hasil penerimaan negara dan langkah-langkah di luar kebiasaan yang dikelola Departemen Keuangan AS tak akan cukup untuk membayar kewajiban-kewajiban pemerintah federal mulai Juni 2023 (Kompas, 3/5/2023).