Pembongkaran Menara Telekomunikasi di Badung, Pemerintah Pusat Akan Tindak Lanjuti
Kasus pembongkaran menara pemancar telekomunikasi di Kabupaten Badung, Bali, pernah terjadi sekitar tahun 2010. Kasus ini kembali terjadi pada pertengahan April 2023.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
UNDEFINED
Direktur & Chief Commercial Officer-Home & Convergence XL Axiata, Abhijit J. Navalekar, Presiden Direktur & CEO XL Axiata, Dian Siswarini, Direktur & Chief Digital Transformation & Enterprise Business Officer XL Axiata, Yessie D. Yosetya, Direktur & Chief Commercial Officer - Consumer XL Axiata, David Arcelus Oses, Direktur & Chief Technology Officer XL Axiata, I Gede Darmayusa, dan Direktur & Chief Finance Officer XL Axiata, Feiruz Ikhwan (kiri ke kanan) foto bersama di sela-sela acara RUPS Tahunan 2023 XL Axiata, Jumat (5/5/2023) sore, di Jakarta. Rapat menyetujui penggunaan 50 persen dari keuntungan setelah penyesuaian untuk dibagikan sebagai dividen kepada para pemegang saham.
JAKARTA, KOMPAS — Kasus pembongkaran menara telekomunikasi di Kabupaten Badung, Bali, yang mengemuka sejak pertengahan April 2023 menyebabkan layanan telekomunikasi seluler terganggu. Operator telekomunikasi seluler menganggap, kasus itu bisa merugikan masyarakat, operasional, dan bisnis operator. Pemerintah pusat di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan akan turut menindaklanjuti masalah ini.
Akibat pembongkaran, hingga sekarang, kata Direktur dan Chief Technology Officer PT XL Axiata Tbk I Gede Darmayusa, layanan telekomunikasi di wilayah itu masih terganggu. Berdasarkan pengalamannya yang sempat berkunjung pasca-pembongkaran, dia hanya lebih banyak merasakan sinyal 2G.
”Kami mungkin tenant di sana (Kabupaten Badung) sejak awal sehingga jumlah infrastruktur jaringan kami lebih banyak. Terlepas dari rumor apa yang melatarbelakangi kasus ini muncul, XL Axiata sangat kecewa. Ada beberapa titik di jalur ramai, kami memiliki lebih dari 10 pemancar yang turut dibongkar,” ujar Gede usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan 2023, Jumat (5/5/2023), di Jakarta.
Dia mengatakan, pihak XL Axiata berharap agar pemerintah segera mencari solusi mengatasi. Sebab, saat ini sudah masuk era layanan telekomunikasi, terutama berbasis data (internet), memegang peran vital dalam aktivitas sehari-hari.
XL Axiata belum menghitung detail nilai kerugian material akibat kasus pembongkaran. Namun, Gede memastikan, ada potensi pelanggan XL Axiata pindah ke operator telekomunikasi seluler lain yang menaranya tidak terlalu terkena atau tidak sampai dibongkar.
”Kabupaten Badung berkontribusi 60 persen (terhadap pendapatan bisnis di Provinsi Bali). Mengembalikan jumlah pelanggan seperti sediakala tidak mudah. Bisa jadi memakan waktu sampai enam bulan,” imbuh Gede.
FERGANATA INDRA RIATMOKO
Pekerja rekanan perusahaan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) memanjat menara telekomunikasi yang dikelola perusahaan tersebut di Stadion Maguwoharjo, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (9/10/2019). Menara itu saat ini digunakan oleh lima operator seluler untuk memancarkan sinyal bagi pelanggan mereka di sekitar tempat itu dalam radius 1 kilometer. Keberadaan menara telekomunikasi sejenis membantu operator seluler menjangkau pelanggan mereka terutama di kawasan perkotaan di mana lahan yang tersedia untuk mendirikan menara semakin terbatas.
Sebelumnya, mengutip laman resmi Pemerintah Kabupaten Badung, yaitu www.badungkab.go.id, Sekda Badung Wayan Adi Arnawa, Selasa (11/4/2023), mengatakan bahwa pembongkaran menara telekomunikasi dilakukan oleh Tim Yustisi Kabupaten Badung berdasarkan Surat Pemberitahuan Pembongkaran Nomor 331.1/519/Satpol PP tanggal 6 April 2023. Sesuai laporan Dinas Kominfo dan Ketua Tim Yustisi, terdapat 38 titik menara milik 48 pelaku usaha yang dibongkar. Hal ini dilakukan untuk menegakkan hukum atas pembangunan menara telekomunikasi yang tidak memiliki izin.
Wayan menyampaikan pula, tahap penertiban tidak serta-merta langsung berupa pembongkaran. Tahap awal yaitu memberikan surat peringatan.
Meski menara pemancar telekomunikasi belum memiliki izin, pembongkaran tersebut dinilai menyalahi Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 18 Tahun 2016 tentang Penataan Pembangunan dan Pengoperasian Menara Telekomunikasi Terpadu. Peraturan daerah ini menyatakan bahwa menara yang telah beroperasi dan belum berizin dapat mengajukan surat permohonan pengajuan perizinan agar bisa beroperasi kembali.
Kemudian, sesuai Peraturan Bersama Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 18 Tahun 2009, Nomor 07/PRT/M/2009, Nomor 19/PER/M.KOMINFO/04/2009, dan Nomor 3/P/2009 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi, pemilik menara yang melakukan itikad baik dengan mengajukan permohonan perizinan, maka pemerintah kabupaten wajib mengeluarkan surat izin operasional.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Marwan O Baasir mengatakan, ATSI yang menaungi seluruh operator telekomunikasi di Indonesia menyesalkan terjadinya pembongkaran menara pemancar telekomunikasi secara sepihak oleh Pemerintah Kabupaten Badung. Layanan telekomunikasi merupakan infrastruktur strategis yang memastikan kelangsungan kegiatan pariwisata, layanan publik, perkantoran, usaha kecil menengah, pendidikan, dan kesehatan.
”Pembongkaran menara pemancar telekomunikasi pada akhirnya berdampak kepada masyarakat setempat dan wisatawan yang berkunjung ke Bali. Aksi ini harus dihentikan dan cari solusi terbaik untuk kepentingan masyarakat,” katanya.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Wisatawan asing mengikuti kursus berselancar di Pantai Kuta, Bali, Jumat (11/11/2022). Meski jumlah kunjungan wisatawan baru pulih sekitar sepertiga dibandingkan saat sebelum pandemi, para pelaku industri wisata optimis kondisi akan segera membaik. Kegiatan KTT G20 diharapkan mampu mendorong percepatan pemulihan industri wisata Bali.
Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Sarwoto Atmosutarno menduga, para operator telekomunikasi seluler sudah mengurus perizinan tetapi ada hambatan, misalnya tidak diproses lebih lanjut oleh pemerintah daerah dengan berbagai alasan.
Mastel memahami keberadaan menara pemancar telekomunikasi, termasuk jumlah dan persebarannya, perlu dikendalikan oleh pemerintah daerah untuk mendukung estetika tata kabupaten/kota. Namun, terhadap menara pemancar telekomunikasi tak berizin dan sudah beroperasi lama, dia menyarankan ada proses pemutihan.
Kasus pembongkaran menara pemancar telekomunikasi di Bali sebelumnya pernah terjadi sekitar tahun 2010. Kala itu terjadi perobohan 31 menara telekomunikasi yang di dalamnya terdapat 84 pemancar di Kabupaten Badung, pada awal Februari 2010. Pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika sempat melayangkan surat kepada Kementerian Dalam Negeri agar ikut mengatasi.
Direktur Pengembangan Pita Lebar Kementerian Kominfo Marvels Parsaoran Situmorang, saat dikonfirmasi, Sabtu (6/5/2023), di Jakarta, mengatakan, kasus pembongkaran menara telekomunikasi sedang ditindaklanjuti oleh pemerintah pusat. Pekan depan, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan akan ikut berkoordinasi langsung dengan pemerintah Provinsi Bali dan Kabupaten Badung.