Restrukturisasi Kredit Melandai, Perbankan Siapkan Pencadangan
Restrukturisasi kredit untuk sebagian besar sektor sudah dihentikan dan nilainya pun kian melandai. Perbankan dinilai tetap berhati-hati dan sudah mempersiapkan pencadangan yang diperlukan.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mulai 31 Maret 2023, restrukturisasi kredit perbankan terdampak Covid-19 untuk sebagian besar sektor berakhir dan diperpanjang hanya untuk sektor serta geografis tertentu yang masih terdampak. Kendati nilai restrukturisasi kredit kian melandai, perbankan tetap berhati-hati dan sudah mempersiapkan pencadangan yang diperlukan.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Baddrudin menjelaskan, sampai dengan Maret 2023, nilai restrukturisasi kredit Bank Mandiri Rp 31,2 triliun. Nilai ini turun separuh dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 67,7 triliun. Dari nilai tersebut, terhitung hanya 1,7 persen yang termasuk kategori gagal.
”Dari portofolio itu, lebih dari 91 persen sudah mampu membayar kembali angsuran kreditnya, baik secara bertahap maupun pembayaran penuh, bahkan juga pelunasan,” ujar Siddik, Senin (1/5/2023).
Pada saat yang sama, nilai kredit yang berisiko (loan at risk/LAR) Bank Mandiri pun terus turun. Pada triwulan pertama tahun ini, LAR Bank Mandiri 11,7 persen, turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu pada level 17,2 persen. Bank Mandiri juga sudah menyiapkan pencadangan atau LAR coverage sebesar 48,6 persen.
Mengenai restrukturisasi diperpanjang hanya untuk sektor tertentu yang masih terdampak, seperti padat karya (tekstil produk tekstil & alas kaki) dan sebagian geografis, Siddik mengatakan, pihaknya akan mengikuti arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
”Untuk debitor yang masih memerlukan restrukturisasi, tentu akan kita lihat kondisinya dan berikan sesuai ketentuan,” ujar Siddik.
Kondisi serupa juga dicatat Bank BUMN lainnya, yakni BRI. Direktur Utama BRI Sunarso menjelaskan, dari akumulasi restrukturisasi kredit BRI yang mencapai Rp 263,3 triliun, hanya 2 persen yang tidak bisa diselamatkan. Selebihnya masih bisa diselamatkan dan melanjutkan pembayaran.
Direktur Manajemen Risiko BRI Agus Sudiarto menjelaskan, tingkat LAR Coverage BRI telah mencapai 49 persen dan pencadangan antisipasi kredit berperforma buruk (non-performing loan/NPL coverage) telah mencapai 282,49 persen.
”Kami cukup nyaman dengan posisi ini dan sudah termitigasi dengan baik,” ujar Agus.
Kami cukup nyaman dengan posisi ini dan sudah termitigasi dengan baik.
Nilai restrukturisasi yang terus melandai juga tercatat di bank swasta besar, BCA. Sampai dengan Maret 2023, nilai restrukturisasi kredit BCA mencapai Rp 57,4 triliun, menurun dibandingkan periode yang sama 2022 sebesar Rp 77,4 triliun.
Posisi LAR BCA juga terus melandai. Pada triwulan I-2023, level LAR BCA pada level 9,5 persen, menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 13,8 persen. Pada saat yang sama, LAR Coverage BCA justru meningkat. Sampai Maret 2023, LAR Coverage BCA mencapai 57,9 persen, meningkat dibandingkan Maret 2022 pada level 44,7 persen.
”Kami optimistis dapat menjaga pertumbuhan kredit berkualitas secara berkelanjutan. BCA senantiasa mengelola risiko likuiditas dan risiko pasar secara pruden,” ujar Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja.
Transisi empuk
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, perbankan sudah mempersiapkan pencadangan sehingga perpanjangan restrukturisasi yang hanya pada sebagian sektor ini tidak akan mengganggu sistem keuangan. ”Kami persiapkan agar soft landing. Transisi empuk tidak ada gejolak,” ujar Mahendra.
Sebelumnya, sejak 2020 sampai dengan 31 Maret 2023, OJK memberlakukan kebijakan restrukturisasi kredit untuk debitor terdampak Covid-19. Saat itu, semua debitor dari semua sektor dan segmen dapat diikutsertakan dalam program restrukturisasi kredit. Hal ini tertuang dalam Peraturan OJK 17/2021 tentang perubahan kedua POJK 11/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-19.
Perbankan sudah mempersiapkan pencadangan sehingga perpanjangan restrukturisasi yang hanya pada sebagian sektor ini tidak akan mengganggu sistem keuangan.
Adapun sejak 1 April 2023, restrukturisasi kredit hanya diberikan kepada UMKM, sektor padat karya (tekstil dan produk tekstil, alas kaki), akomodasi, dan makanan-minuman. Selain itu, restrukturisasi kredit juga tetap diberlakukan di sejumlah wilayah tertentu di Indonesia. Perpanjangan ini berlangsung hingga setahun ke depan, yakni hingga 31 Maret 2024.
Sampai dengan Februari 2023, kredit restrukturisasi Covid-19 sebesar Rp 427,7 triliun. Nilai ini telah berkurang hampir setengahnya dari puncak restrukturisasi kredit sebesar Rp 829,71 triliun pada Desember 2020. Jumlah debitor juga menurun menjadi 1,93 juta nasabah setelah mencatat puncaknya sebesar pada Agustus 2020 yang sebanyak 6,84 juta nasabah.