Pertumbuhan Ekonomi Triwulan Pertama 2023 Diprediksi Capai 5 Persen
Konsumsi rumah tangga yang masih kuat diperkirakan menjadi faktor utama pertumbuhan ekonomi triwulan pertama 2023 masih akan solid.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan ekonomi triwulan pertama tahun ini diprediksi bisa mencapai 5-5,1 persen. Hal ini utamanya ditopang konsumsi masyarakat yang masih kuat dan kinerja ekspor yang positif karena harga komoditas relatif masih cukup tinggi.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan pertama tahun ini masih cukup kuat. Kendati belum mencapai penghitungan final, Josua mengatakan, pertumbuhan ekonomi triwulan pertama tahun ini akan berada di 5-5,1 persen seperti perkiraan Bank Indonesia (BI).
”Konsumsi rumah tangga masih kuat melanjutkan tren dari periode-periode sebelumnya. Ini yang utamanya menopang pertumbuhan ekonomi triwulan pertama 2023,” ujar Josua yang dihubungi pada Rabu (26/4/2023).
Konsumsi yang kuat ini tecermin dari sejumlah indikator. Indeks Penjualan Riil (IPR) Maret 2023 tercatat pada level 215,2 persen, bertumbuh 4,8 persen secara tahunan, lebih tinggi 0,6 persen dibandingkan dengan Februari 2023. Kinerja penjualan eceran yang meningkat tersebut didorong oleh pertumbuhan kelompok makanan, minuman dan tembakau, barang budaya dan rekreasi, serta subkelompok sandang. Adapun kelompok peralatan informasi dan komunikasi juga tercatat membaik dari bulan sebelumnya meski masih berada dalam fase kontraksi.
Selain itu, dimulainya bulan puasa pada akhir Maret 2023 juga ikut mempengaruhi kinerja perekonomian triwulan pertama. Kendati dimulai di pengujung triwulan pertama, dunia usaha mulai meningkatkan produksinya sejak sekitar Februari agar bisa memenuhi permintaan yang melonjak di bulan Ramadhan.
Mengutip IPR, peningkatan produksi dan penjualan terjadi pada seluruh kelompok barang. Ini terutama pada kelompok peralatan informasi dan komunikasi, barang budaya dan rekreasi, serta makanan, minuman dan tembakau seiring dengan periode bulan Ramadhan.
IPR merupakan bagian dari Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dirilis oleh BI. Survei ini mengambil responden kurang lebih 700 pengecer di 10 kota dengan tujuan untuk memperoleh informasi dini mengenai arah pergerakan produk domestik bruto (PDB) dari sisi konsumsi.
Senada dengan Josua, Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan, konsumsi yang kuat masih akan menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi triwulan pertama tahun ini.
Ia menjelaskan, tingkat inflasi yang terus melandai meneruskan tren penurunan sejak akhir 2022 membuat daya beli masyarakat terjaga. Di saat yang sama, mobilitas masyarakat dan aktivitas ekonomi terus meningkat sehingga tingkat konsumsi masyarakat masih solid.
Tingkat inflasi yang terus melandai meneruskan tren penurunan sejak akhir 2022 membuat daya beli masyarakat terjaga.
Selain itu, Asmo menambahkan, harga komoditas batubara dan minyak sawit dunia yang relatif masih tinggi juga membuat kinerja ekspor Indonesia masih positif. Hal ini masih menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi tiga bulan pertama tahun ini.
Dengan perhitungan tersebut, pihaknya memperkirakan pertumbuhan ekonomi triwulan pertama tahun ini di kisaran 4,77-4,95 persen. ”Ini karena faktor high-based atau perhitungan pembanding yang besar pada periode yang sama tahun lalu sehingga pertumbuhannya terlihat kecil tidak sampai 5 persen,” ujar Asmo.
Pekan lalu, dalam jumpa pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama tahun ini diperkirakan akan bias ke atas. Pihaknya memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2023 berada di kisaran 4,5-5,3 persen.
”Dengan posisi bias ke atas, pertumbuhan ekonomi triwulan pertama mencapai 5 persen. Bisa sedikit di atasnya, yakni 5,1 persen,” ujar Perry. Ia menjelaskan, perekonomian triwulan pertama 2023 menggeliat cukup kuat. Hal ini ditopang konsumsi dalam negeri yang masih solid dan ditopang oleh masuknya investasi nonbangunan. Selain itu, dimulainya awal bulan Ramadhan juga turut mendorong aktivitas produksi dan permintaan barang dan jasa sehingga memperkuat pertumbuhan ekonomi.