Pencemaran akibat tumpahan aspal kapal kandas di Nias Utara mendesak ditangani melalui lintas kementerian dan lembaga. Nasib nelayan kian terdesak akibat pencemaran.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penghidupan nelayan mulai terganggu sebagai dampak lambatnya penanganan tumpahan aspal dari kapal MT AASHI di perairan Nias Utara, Sumatera Utara. Sinergi lintas kementerian dan lembaga mendesak diperlukan untuk mengatasi luasnya dampak pencemaran tumpahan aspal dari kapal tanker kandas bermuatan 3.595 ton aspal itu.
Kapal tanker MT AASHI yang tercatat dimiliki Aashi Shiping Inc. tercatat mengalami kebocoran hingga kandas di pantai barat Pulau Nias, Sumatera Utara, pada 10 Februari 2023. Insiden kapal itu terjadi pada koordinat 01° 01' 24.4" LU, 096° 58' 34.7" BT (96.976 BT, 1.023 LU). Kapal memuat aspal dengan volume muatan 3.595 metrik ton atau sekitar 3 juta liter. Berdasarkan lintasannya, kapal berangkat dari pelabuhan Khor Fakkan, Uni Emirat Arab menuju Padang, Sumatera Barat.
Peneliti Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Andreas Aditya Salim, mengemukakan, dari data Citra Satelit Sentinel-1 yang dianalisis Skytruth, tumpahan aspal akibat insiden kebocoran lambung kapal MT AASHI masih terus terdeteksi selama lebih dari satu bulan. Pada 20 Maret 2023, tumpahan aspal dari kapal MT AASHI ditemukan pada jarak 7 hingga 10 km dari lokasi kandasnya kapal.
IOJI menduga, aspal yang tumpah akibat insiden kebocoran kapal pada 10 Februari 2023 belum seluruhnya keluar dari kapal. “Aspal masih keluar dan sangat banyak jumlahnya mencapai kawasan konservasi perairan. Diperlukan perhatian pemerintah pusat dan daerah untuk menangani cemaran MT AASHI,” kata Andreas, dalam Diskusi ,”Ancaman Keamanan Laut di Wilayah Perairan dan Yurisdiksi Indonesia periode Januari-Maret 2023, secara daring, Senin (17/4/2023).
Andreas menambahkan, Kapal MT AASHI berbendera Gabon dengan ukuran 3.711 GT. Berdasarkan data International Maritime Organisation (IMO), kapal itu dimiliki AASHI SHIPPING INC yang beralamat di Liberia. Dari penelusuran, alamat yang digunakan perusahaan tersebut terindikasi alamat palsu, yang banyak digunakan oleh perusahaan cangkang. ,”Alamat yang dipakai perusahaan itu digunakan banyak perusahaan cangkang. Sedikitnya ada tiga perusahaan bersengketa juga menggunakan alamat sama, dalam putusan Mahkamah Agung,” ujarnya.
Wakil Bupati Nias Utara Yusman Zega mengemukakan, tahap penyelesaian kasus tumpahan aspal diharapkan tidak berlarut-larut. Di samping itu, perlu pemahaman dan tindak lanjut menyangkut identitas kapal yang mencurigakan. Pihak berwenang dinilai perlu melihat kebenaran identitas kapal dan kebenaran surat dan dokumen kapal.
Sejauh ini, pengumpulan tumpahan aspal yang dilakukan pemda cenderung lamban akibat keterbatasan anggaran, yakni sekitar 80.000 kg. Sementara, penghidupan masyarakat nelayan semakin terdesak sebagai dampak pencemaran perairan. Kemampuan pemda terbatas untuk memberikan bantuan nelayan yang kehilangan mata pencarian.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Nias Utara Dalifati Ziliwu, mengemukakan, lambannya penyelesaian masalah telah berdampak luas. Tumpahan aspal terus meluas. Pemerintah dinilai perlu segera berkoordinasi membentuk tim gugus pusat dan daerah agar penanganan pencemaran tersebut segera tuntas. Saat ini, sebagian nelayan semakin sulit melaut akibat kerusakan laut.
”Pemerintah perlu bersatu dan menghadirkan solusi karena selama beberapa bulan ini tidak ada solusi nyata. Perlu tanggap darurat dan jangan terlalu lama berproses. Nelayan dalam situasi genting kerena mata pencarian terganggu,” ujarnya.
Kepala Subdirektorat Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Eko Novi Setiawan, mengemukakan, hasil verifikasi dan penelusuran menunjukkan pencemaran perairan telah dilakukan MT AASHI. KLHK tengah melakukan serangkaian proses untuk penanganan dampak kerusakan lingkungan dan penegakan hukum berdasarkan bukti ilmiah, dengan melibatkan tim ahli valuasi ekonomi kerusakan sumber daya lingkungan dan ahli terumbu karang.
Sejalan dengan upaya penyelesaian sengketa dan pembersihan, pihaknya mendorong perwakilan perusahaan untuk segera melakukan pemindahan kapal tanker tersebut guna mengantisipasi meluasnya pencemaran akibat tumpahan aspal dan bahan bakar minyak. ”Jika (kapal) tidak segera dipindahkan akan menjadi bom waktu (kerusakan lingkungan),” katanya.
Ganti Rugi
Eko menambahkan, penyelesaian sengketa kasus tumpahan aspal saat ini dilakukan di luar pengadilan, sesuai dengan permintaan pihak perusahaan pemilik kapal. Besaran kerugian dan luas kerusakan akibat pencemaran dari tumpahan aspal tengah dihitung untuk disampaikan kepada pemilik kapal. Ganti rugi yang akan diklaim KLHK akibat hilangnya jasa ekosistem, kerugian masyarakat nelayan, serta biaya restorasi terumbu karang sebagai dampak pencemaran itu ditaksir mencapai lebih dari Rp 100 miliar.
Negosiasi tahap pertama penyelesaian sengketa dengan pihak perusahaan dijadwalkan setelah libur Idul Fitri 2023. ”Apabila perusahaan atau pemilik kapal tidak bertanggung jawab, kami akan melakukan gugatan perdata di pengadilan, selain upaya tuntutan pidana,” katanya.
Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan Halid K Jusuf, mengemukakan, saat ini KKP sudah sampai pada negosiasi tahap pertama dengan pihak perwakilan MT AASHI terkait penyelesaian sengketa kasus tumpahan aspal. Pemilik kapal telah menunjuk PT RBS dan PT NSI selaku perwakilan pemilik Kapal MT AASHI.
Total ganti rugi yang akan diklaim ke pelaku usaha berkisar Rp 23 miliar, termasuk kerugian masyarakat. NIlai ganti rugi tersebut akan dirundingkan dalam negosiasi tahap I dan II untuk mencapai kesepakatan yang akan dibayarkan.
”Menyangkut tanggung jawab dari pihak pemilik, kami sudah memegang letter of accountibility dan bank garansi dari pihak pelaku usaha. Kami belum tahu berapa nilai klaim ganti rugi yang disepakati dalam tahap negosiasi II,” ujarnya.
Direktur IOJI, Grace Gabriella, menilai, pemerintah perlu membentuk tim terpadu gabungan lintas kementerian untuk mempercepat penyelesaian sengketa. ”Dengan tim terpadu itu, pemilik kapal dapat bertemu dengan perwakilan pemerintah dan proses penanganan sengketa bisa lebih cepat,” ujarnya.