Komite Pengawas Perpajakan Perlu Tuntaskan Permasalahan Utama
Komite Pengawas Perpajakan perlu mendorong reformasi administrasi perpajakan dengan tegas dan independepen. Permasalahan utama, seperti celah birokrasi yang korup dan penertiban konsultan pajak nakal, perlu dituntaskan.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kehadiran Komite Pengawas Perpajakan diharapkan menjadi penyambung lidah bagi para wajib pajak yang selama ini dipersulit atau mengalami kendala dalam pelayanan pajak. Isu strategis, seperti memastikan independensi dan profesionalisme tim pemeriksa pajak, serta menertibkan konsultan pajak nakal, perlu jadi perhatian utama.
Ketua Komite Pengawas Perpajakan (Komwasjak) Amien Sunaryadi menjelaskan, berdasarkan mandat yang diberikan pemerintah, komite ini bertugas menampung masukan, memantau pengaduan, dan sosialisasi bagi para wajib pajak (WP), baik pribadi maupun perusahaan. Meski dianggap kurang, kewenangan dinilai cukup, karena Komwasjak fokus untuk memberi masukan terkait perbaikan sistem secara keseluruhan.
“Aduan-aduan tetap kami terima, tetapi kami aktif untuk memberikan masukan dan saran terkait celah ataupun sistem yang tidak berfungsi dengan baik,” ucap Wakil Ketua KPK 2003-2007 ini di Jakarta, Rabu (12/4/2023).
Membangun sistem yang berkelanjutan diperlukan karena dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi WP sekaligus menutup celah-celah korupsi yang bisa dimanfaatkan petugas pajak.
Sejumlah keluhan pun diterima pihaknya, mulai dari birokrasi pengajuan keberatan pajak yang tidak akuntabel hingga mekanisme penetapan jumlah pajak yang harus dibayar secara serampangan.
Selain birokrasi, minimnya sosialisasi juga menjadi masalah. Informasi yang terbatas membuat WP kerap tidak mengetahui apakah jumlah pajak atau denda yang harus ia bayar sudah sesuai aturan. Ini menjadi celah bagi oknum fiskus atau petugas pajak untuk ”bernegoisasi” dengan WP soal jumlah yang harus dibayar sehingga berujung pada korupsi.
”Yang diinginkan WP itu prosesnya cepat dan transparan, kalau sudah begitu, sistemnya sudah baik. Saya setuju memang harus ada sosialisasi yang substantif supaya WP tidak keliru,” ujarnya.
Independensi petugas
Perubahan secara struktural diperlukan agar memberikan kepastian pelayanan bagi WP. Dihubungi terpisah, Ketua Bidang Hubungan Internasional Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) T. Arsono menjelaskan, ketidakprofesionalan fiskus dan birokrasi yang buruk sangat merugikan masyarakat karena dapat menimbulkan overtaxation (membayar pajak berlebih) dan membuat WP mengeluarkan biaya besar untuk menangani masalah tersebut (high cost economy).
Menurut dia, dua hal tersebut terjadi karena masih ditemukannya oknum fiskus yang berani menafsirkan peraturan perpajakan secara sembarangan untuk kepentingan dirinya. Hal tersebut terjadi karena para fiskus dikejar target penerimaan.
Di sisi yang lain, tidak ada hukuman bagi para fiskus apabila terbukti salah melakukan perhitungan ataupun apabila kalah saat WP menang banding dan gugatan pajak. Padahal, WP sangat dirugikan secara biaya dan waktu.
”Ada kepentingan pribadi oknum yang ingin mendapatkan bonus dan promosi apabila mencapai target yang ditetapkan. Kalau benar dapat bonus, kalau salah tidak ada hukuman. Sempurnalah ketidaksempurnaan sistem ini,” ucapnya.
Permasalahan lain yang dijumpai terkait pengajuan keberatan terkait pajak. Dalam proses mengajukan keberatan, WP yang tidak setuju dengan hasil temuan tim pemeriksa pajak dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) ataupun kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak (Kanwil DJP) diberikan kesempatan untuk menyampaikan ketidaksetujuannya kepada Tim Pemeriksa Quality Assurance (QA) untuk diperiksa lebih lanjut.
Pengajuan ketidaksetujuan kerap buntu karena terganjal independensi antara tim pemeriksa QA dan tim pemeriksa pajak dari KPP dan Kanwil DJP mengingat keduanya masih berkaitan secara institusi. Hal yang sama apabila WP mengajukan keberatan ke Kanwil DJP, yang juga dinilai kurang independen dalam memeriksa temuan tim pemeriksa pajak di bawahnya.
”Pola keluarga bapak melindungi anak, lalu kakak melindungi adiknya. Itu yang kami rasakan. Perlu ada perubahan struktur agar tim QA ini memiliki independensi yang kuat,” ucapnya.
Ketua Bidang Hubungan Masyarakat IKPI Henri Silalahi menerangkan, selain masalah tersebut, masih belum adanya peraturan yang tegas mengenai profesi konsultan pajak juga membuat peran mereka kerap diabaikan. WP yang tidak didampingi konsultan pajak yang kompeten dan terdaftar membuat mereka mudah ditekan petugas pajak sehingga akhirnya melakukan tindakan menyimpang.
Peraturan yang tegas juga diharapkan bisa menertibkan para konsultan yang tidak berizin dan kerap berkolusi dengan oknum fiskus.
”Perlu peraturan setingkat undang-undang untuk menjamin profesi ini. Kasihan WP yang harus bertempur sendiri dengan petugas pajak tanpa pendampingan. Mereka jadi takut dan sering salah menyampaikan sanggahannya, hasilnya diajak melakukan kecurangan. Konsultan punya peran penting untuk edukasi juga. Semoga menjadi perhatian Komwasjak,” ujarnya.