Penurunan jumlah pelanggan layanan telekomunikasi seluler sedang terjadi di hampir semua operator.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
MEDIANA
Diskusi Transformasi Telkom di Hotel Orient, Jakarta, Sabtu (8/4/2023), di Jakarta. Diskusi ini dihadiri Andri Herawan Sasoko (VP Corporate Communication Telkom), Ahmad Reza (SVP Corporate Communication and Investor Relation Telkom), Edwin Julianus Sebayang (VP Investor Relation Telkom), Edie Kurniawan (VP Marketing Management Telkom), Aldin Hasyim (GM External Corporate Communication Telkomsel), dan Sabri Rasyid (AVP External Communication Telkom).
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah pelanggan layanan telekomunikasi seluler cenderung mengalami penurunan. Fenomena ini diduga dipengaruhi faktor keputusan operator telekomunikasi untuk mengejar pelanggan berkualitas, penurunan daya beli, dan kebijakan registrasi ketat pemerintah.
General Manager External Corporate Communication PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) Aldin Hasyim, di sela-sela diskusi luring Transformasi Telkom, Sabtu (8/4/2023) malam, di Jakarta, menyampaikan, pada akhir tahun 2020, total pelanggan layanan seluler di Telkomsel tercatat 169,5 juta pelanggan. Kemudian naik tipis 3,8 persen menjadi 175,9 juta pelanggan pada akhir 2021.
Namun, pada akhir 2022, total pelanggan turun menjadi 156,8 juta orang. Hal ini diklaim merupakan imbas dari strategi Telkomsel yang menerapkan perilaku sehat, mengoptimalkan nilai pelanggan, dan fokus pada pembaruan layanan yang menghasilkan konsolidasi jumlah pelanggan yang lebih produktif.
”Kami membuat ketentuan-ketentuan cleansing. Bagi pelanggan yang sudah tidak beli pulsa ataupun isi ulang paket data lagi, kami terapkan ketentuan cleansing. Biaya attach (pemakaian) ke infrastruktur jaringan lumayan (relatif besar),” katanya.
Lebih jauh, dia menyampaikan, dari total pelanggan layanan seluler yang sebanyak 156,8 juta orang itu, hanya 25-30 juta orang yang mampu menghasilkan pendapatan tinggi bagi perusahaan.
Salah satu aksi korporasi terdekat Telkom Group adalah pemisahan bisnis layanan jaringan tetap milik Telkom, yaitu IndiHome, lalu diintegrasikan ke bisnis Telkomsel. Sebanyak 25-30 juta orang dari total pelanggan layanan seluler Telkomsel itu menjadi target utama yang akan ditawarkan layanan IndiHome ketika integrasi tuntas.
Sementara itu, di XL Axiata, total pelanggan layanan seluler pada triwulan IV-2021 mencapai 57,9 juta orang. Kemudian, pada saat triwulan IV-2022, total pelanggan mengalami penurunan menjadi 57,5 juta orang. Group Head Corporate Communication XL Axiata Retno Wulan, saat dihubungi Minggu (9/4/2023), di Jakarta, menjelaskan, penurunan itu murni karena faktor daya beli pelanggan yang turun.
”Kebijakan pemerintah yang mewajibkan warga melakukan registrasi dengan validasi data kependudukan turut memengaruhi. Satu nomor induk kependudukan sekarang hanya bisa untuk tiga nomor telepon seluler,” katanya.
Secara terpisah, Senior Vice President -Head of Corporate Communications Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) Steve Saerang menyampaikan, pada akhir tahun 2022, jumlah pelanggan layanan seluler IOH adalah 102,2 juta orang atau naik 62,5 persen dibandingkan setahun sebelumnya. Kenaikan basis pelanggan layanan seluler ini utamanya karena dampak merger Indosat Ooredoo dengan Hutchison Tri Indonesia. Proses penggabungan kedua perusahaan efektif pada 4 Januari 2022.
Berbagai inisiatif dilakukan IOH demi menghadirkan pengalaman pelanggan yang berkualitas. Misalnya, integrasi jaringan dengan teknologi multioperator core network atau MOCN, otomasi layanan pelanggan, memperluas saluran pelayanan baik tradisional maupun digital, dan menawarkan berbagai pilihan paket untuk konsumen.
FERGANATA INDRA RIATMOKO
Ilustrasi peranti pemancar pada menara telekomunikasi
Berdasarkan laporan riset Capital IQ, Telkom, dan Kearney yang dirangkum Telkom, secara global, pertumbuhan pendapatan 30 perusahaan telekomunikasi teratas sepanjang tahun 2011–2021 hanya berkisar 2 persen. Pertumbuhan pendapatan secara khusus pada 2020–2025 diperkirakan sekitar 1 persen. Sepanjang 2011–2021, profitabilitas yang diperoleh 30 perusahaan telekomunikasi teratas juga relatif stagnan. Berbagai faktor penyebab adalah komoditisasi, paket kuota besar, perang harga, zero rating, paket diskon, kuota data tidak terbatas, dan kemunculan perusahaan aplikasi berbasis teknologi digital atau over-the-top (OTT).
Kompetisi dengan perusahaan teknologi digital menyebabkan penurunan proporsi kapitalisasi pasar dari perusahaan telekomunikasi. Pada tahun 2011, proporsi kapitalisasi pasar dari 30 perusahaan telekomunikasi teratas di dunia mencapai 44 persen dan 10 perusahaan teknologi digital teratas di dunia mencapai 56 persen. Adapun pada tahun 2021, proporsi dari perusahaan telekomunikasi turun menjadi 15 persen, sedangkan perusahaan teknologi digital naik menjadi 85 persen.
Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB), Ian Josef Matheus Edward, saat dihubungi terpisah, mengatakan, dulu pengguna layanan telekomunikasi seluler menjadi pelanggan beberapa operator. Saat ini, konsumen lebih cenderung menggunakan OTT, seperti media sosial dan aplikasi pesan instan. OTT memiliki karakteristik interoperabilitas yang sangat tinggi dan berjalan pada semua infrastruktur milik operator sehingga membuat konsumen mulai beralih ke salah satu operator saja.
”Penurunan jumlah pelanggan layanan telekomunikasi seluler sebenarnya sedang terjadi di semua operator. Dan memang sudah saturasi kalau hanya dilihat pengguna perseorangan. Maka, operator perlu mencari pelanggan-pelanggan baru yang berbentuk benda terhubung internet (IoT),” ujarnya.
Meski kemunculan masif OTT bisa mendorong konsumen hanya menggunakan satu operator, Ian merasa adanya empat operator di Indonesia masih ideal. Di antara mereka seharusnya bersaing menciptakan layanan dan pemasaran yang berkualitas.
Menurut dia, semua operator di Indonesia tampak sedang mencari cara. Selain menambah pelanggan dengan memasarkan produk IoT, mereka juga berusaha mengembangkan aplikasi yang tepat digunakan konsumen sehingga ada pemasukan lain.
”(Kelak) Operator telekomunikasi seluler akan menjadi penyedia layanan aplikasi atau ASP yang bisa bekerja sama dengan pihak lain. OTT, misalnya,” ujarnya.