Digitalisasi Warung Hadapi Tantangan yang Tak Mudah
GoTo memutuskan mengurangi beberapa fitur di aplikasi Mitra Tokopedia. Sementara usaha rintisan lain yang juga berkecimpung di digitalisasi warung berupaya menekan operasional atau menjual produk yang beragam.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bisnis layanan digitalisasi warung dan toko kelontong yang ditawarkan oleh perusahaan rintisan atau start up tengah mengalami tekanan. Selain harus berhadapan langsung dengan kondisi start up yang dituntut semakin efisien, bisnis ini juga menemui tantangan biaya operasional yang relatif masih tinggi.
Peneliti Center of Innovation and Digital Economy di Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, mengatakan, dalam 2-3 tahun terakhir digitalisasi warung/toko kelontong memang gencar terjadi. Tidak heran jika sejumlah start up ramai-ramai terjun mengembangkan layanan digitalisasi warung dan toko kelontong.
”Akan tetapi, situasinya kini berbeda karena terjadi tekanan tinggi terhadap industri digital dan ketidakpastian ekonomi. Dari sisi start up, mereka dituntut (oleh investor) semakin efisien yang berarti harus menutup fitur layanan yang bukan inti bisnis mereka,” ujar Huda, Jumat (7/4/2023), di Jakarta.
Selain itu, persaingan dengan rantai distributor besar tidak terhindarkan. Di rantai pasok perdagangan sudah ada pemain lama yang memiliki jaringan distribusi yang luas sampai ke warung/toko kelontong. Mereka telah memiliki pangsa pasar sendiri.
Sebelumnya, pada 10 Maret 2023, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) mengumumkan kembali melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Manajemen GoTo juga menyampaikan akan mengurangi skala ataupun menunda inisiatif bisnis yang bukan inti layanan. Salah satu yang terdampak adalah lini bisnis Mitra Tokopedia.
Mitra Tokopedia merupakan layanan yang diperuntukkan bagi pemilik toko dan warung agar mereka mudah berbelanja kebutuhan untuk stok toko ataupun warung mereka. Mitra Tokopedia juga bisa dipakai oleh individu-individu yang ingin menambah pendapatan dengan berjualan produk-produk digital.
Vice President of New Retail Tokopedia John Hadiwidjaja menjelaskan, Mitra Tokopedia akan fokus menjadi platform dengan skala dan lingkup yang lebih spesifik, tetapi tetap kompetitif. Hal ini bertujuan agar dapat terus memberikan dampak positif kepada seluruh pihak di dalam ekosistem Tokopedia.
Di Indonesia, sejumlah start up memiliki bisnis yang serupa Mitra Tokopedia. Misalnya, Bukalapak mempunyai Mitra Bukalapak. Contoh lainnya, Warung Pintar (Warung Pintar tahun lalu diakuisisi Sirclo) dan Dagangan.
Saat dihubungi, Jumat, di Jakarta, CEO Enterprise Solution Sirclo Danang Cahyono mengakui biaya operasional terus meningkat. Kondisi perekonomian juga sedang tidak pasti. Hal ini menjadi tantangan bagi ekosistem rantai pasok perdagangan untuk warung kelontong.
Sirclo Group berupaya menekan biaya operasional secara signifikan. Caranya adalah mengintegrasikan fungsi pengadaan dan sistem yang dimiliki. Cara lainnya dengan memperluas jaringan mitra produsen barang sehingga rantai pasok ke warung/toko kelontong semakin lancar dan ada kepastian harga.
Sementara itu, Vice President Mitra Operation and Commerce Mitra Bukalapak Becquini Akbar mengatakan, sampai sekarang masih terjadi penambahan jumlah warung ataupun usaha mikro yang bergabung ke Mitra Bukalapak. Selama pembatasan sosial karena pandemi Covid-19 pun, terdapat sejumlah karyawan yang terkena PHK merintis usaha melalui aplikasi Mitra Bukalapak.
”Sepanjang pandemi Covid-19, aplikasi Mitra Bukalapak mengalami peningkatan jumlah pengguna, dari 3,4 juta di tahun 2019 menjadi 11,8 juta di akhir 2021. Kemudian, pada Desember 2022, jumlah mitra terdaftar naik menjadi 16,1 juta,” ujar Becquini.
Untuk menjaga agar Mitra Bukalapak tumbuh berkelanjutan, lanjut Becquini, perusahaan berusaha menumbuhkan pendapatan dengan cara menjual berbagai campuran produk kepada mitra warung ataupun usaha mikro yang tergabung di Mitra Bukalapak. Melalui cara ini, Bukalapak bisa memperoleh take rate atau komisi tinggi.
Co-Founder dan CEO Dagangan Ryan Manafe menambahkan, bisnis digitalisasi bagi warung/toko kelontong yang dijalankan oleh start up masih berpeluang besar di Indonesia. Pasalnya, pengusaha warung dan toko kelontong berskala mikro menyebar sampai ke pelosok desa.
”Kalau kami ‘bermain’ di perkotaan, kami mungkin akan tekor. Harga barang grosir di kota besar itu sekarang sudah murah,” kata Ryan.