Buruh Desak Kemenaker Sanksi Tegas Pengusaha yang Langgar Aturan THR
Buruh mendesak Kemenaker membuat aturan yang dapat menjatuhkan sanksi tegas, bahkan pidana, bagi perusahaan yang tidak atau terlambat membayarkan tunjangan hari raya. Teguran tertulis dinilai tak cukup efektif.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·2 menit baca
HUMAS PROVINSI JATIM
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa membagikan tunjangan hari raya kepada masyarakat berpenghasilan rendah terdampak Covid-19, Senin (10/5/2021), di Surabaya, Jatim.
JAKARTA, KOMPAS — Perwakilan buruh mendesak pemerintah menindak tegas perusahaan yang terlambat atau bahkan tidak menyalurkan tunjang hari raya atau THR. Teguran tertulis sebagai sanksi pertama dinilai tak cukup efektif untuk menjamin kepatuhan pengusaha. Buruh mengusulkan dijatuhkan sanksi pidana.
Menurut Ketua Umum Komite Politik Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah, apa yang disampaikan pemerintah mengenai imbauan pemberian THR kepada buruh paling lambat tujuh hari sebelum Lebaran dan tidak boleh dicicil, hanya sekadar pernyataan normatif. Pasalnya, itu semua sudah diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan untuk Pekerja/Buruh di Perusahaan.
”Seharusnya, pemerintah membuat terobosan dengan menghukum berat perusahaan yang tak patuh. Perusahaan yang tidak mau memberikan THR tujuh hari sebelum Lebaran akan langsung dicabut izinnya,” ujar Ilhamsyah menanggapi sosialisasi secara daring oleh Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah terkait penyaluran THR, Selasa (28/3/2023), di Jakarta.
Pendirian pos komando satuan tugas (posko satgas) pengawas THR pun disebut Ilhamsyah tak efektif. Jika pengaduan naik drastis dari 251 laporan pada 2019 menjadi 5.496 pada 2022, menurut dia, bukan karena para buruh semakin percaya pada penindakan oleh Kementerian Ketenagakerjaan, tetapi karena semakin banyak perusahaan yang melanggar kewajiban pembayaran THR.
”Persoalan THR ini tidak ada sanksi pidananya. Padahal, itu adalah hak buruh yang wajib diberikan perusahaan. Jadi, problemnya, pertama, ada di hukum ketenagakerjaan. Kedua, pengawasan dinas tenaga kerja tidak berjalan secara efektif,” kata Ilhamsyah.
Koordinator Dewan Buruh Nasional Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos menambahkan, kewajiban pengusaha tersebut tak akan dipenuhi jika pemerintah hanya sekadar mengimbau. Untuk itu, dibutuhkan sanksi yang lebih tegas sebagai tindak lanjut dari aduan yang diterima satgas di posko pengawasan THR.
”Jangan cuma membuat imbauan, bikin posko, tetapi implementasinya tidak tegas agar pengusaha menjalankan kewajibannya,” tutur Nining.
Bersamaan dengan sosialisasi itu, Ida Fauziyah menerbitkan surat edaran tentang pemberian THR keagamaan tahun 2023. Terdapat tujuh poin di dalamnya, antara lain kriteria pekerja yang berhak memperoleh THR serta besarannya sesuai lama masa kerja.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Suasana di Blok B Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (20/4/2022). Pelonggaran mobilitas masyarakat oleh pemerintah pada tahun ini disambut baik oleh masyarakat. Pencairan tunjangan hari raya (THR) bagi aparatur negara memicu meningkatnya belanja masyarakat menjelang Lebaran.
Lebih cepat
Ida juga mengimbau perusahaan untuk memberikan THR lebih cepat ketimbang tujuh hari sebelum Lebaran. Adapun perusahaan yang memiliki kesepakatan dengan pekerja dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau kebiasaan korporat membayarkan THR lebih besar dari gaji sebulan, diharuskan konsisten dengan tatanan internalnya tersebut.
Satu poin baru yang diperkenalkan dalam surat edaran tersebut terkait dengan perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang tengah melaksanakan penyesuaian waktu kerja dan upah karena tekanan ekonomi global. THR yang diberikan kepada pekerja, imbuh Ida, wajib sama dengan besaran gaji sebulan sebelum penyesuaian.
Ida menyatakan, pada 2022, satgas pengawasan THR menerima pengaduan terhadap 1.739 perusahaan. Sebanyak 1.185 perusahaan di antaranya ditindak oleh pengawas ketenagakerjaan daerah.
”Ada yang kena sanksi administratif melalui rekomendasi ke instansi di daerah yang menerbitkan perizinannya. Untuk tahun ini, kami belum tahu, tetapi mengingat kondisi perekonomian di daerah yang baik, saya tidak ingin ada perusahaan yang tidak membayarkan THR,” ujar Ida.