Freeport Targetkan 3 Juta Ton Tembaga Dimurnikan di Dalam Negeri pada 2024
Ekspansi pembangunan smelter oleh Freeport Indonesia melalui PT Smelting diharapkan dapat membuat pemurnian tembaga dilakukan di dalam negeri. Dana yang dikeluarkan Freeport untuk ini sebesar 250 juta dollar AS.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS— PT Freeport Indonesia akan menambah proporsi kepemilikan sahamnya di perusahaan pengolahan hasil tambang PT Smelting. Ekspansi tersebut diharapkan dapat mendorong percepatan program hilirisasi sumber daya alam di Indonesia. Pembangunan fasilitas pengolahan menjadi semakin penting karena pemerintah akan melarang ekspor material konsentrat tembaga mulai Juni 2023.
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PT FI) Tony Wenas mengatakan, penambahan kepemilikan saham membuat kapasitas pengolahan yang dimiliki PT Smelting akan meningkat dari 1 juta ton konsentrat tembaga per tahun menjadi 1,3 juta ton konsentrat tembaga per tahun.
Jika digabungkan dengan smelter yang tengah dibangun Freeport dengan kapasitas 1,7 juta ton, Indonesia dapat memurnikan sekitar 3 juta ton per hari. Dengan adanya fasilitas pemurnian ini, Indonesia akan mampu mengolah konsentrat tembaga menjadi produk bernilai tambah tinggi, seperti katoda tembaga, asam sulfat, emas batangan, perak batangan, dan produk lain.
”Dengan ekspansi ini, seluruh konsentrat tembaga yang diproduksi Freeport Indonesia bisa dimurnikan di dalam negeri,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/3/2023).
Skema penambahan saham akan dilakukan dengan debt equity swap atau skema pertukaran utang menjadi saham sesuai dengan kesepakatan. Dalam skema ini, PT FI menaruh dana 250 juta dollar AS atau sekitar Rp 3,7 triliun untuk keperluan ekspansi PT Smelting sepanjang tahun 2023.
Diharapkan tahun depan seluruh produksi konsentrat tembaga bisa dimurnikan di dalam negeri.
Setelah ekspansi selesai, pada tahun 2024, dana tersebut akan berubah menjadi kepemilikan saham bagi Freeport Indonesia. Dengan itu, saham PT FI di PT Smelting akan meningkat menjadi 65 persen pada tahun 2024, dari yang sebelumnya hanya 39,5 persen.
Adapun konsentrat tembaga yang diproduksi hingga nanti dijual tetap menjadi milik Freeport Indonesia, PT Smelting hanya bertugas mengolahnya serta melakukan pemasaran dan membuat kontrak penjualan. Skema ini disebut sebagai skema tolling.
”Pemasaran dan kontrak tetap mengatasnamakan Freeport. Skema tolling penuh akan terjadi di awal 2024. Namun, pemasaran untuk produk tembaga katoda dilakukan PT Smelting sampai tahun 2031,” tambahnya.
Terkait perkembangan pembangunan smelter PT FI di Gresik, Jawa Timur, Tony menjelaskan, hingga akhir Januari 2023 pembangunan sudah mencapai 54,5 persen. Pihaknya menargetkan smelter ini selesai pada Mei 2024, tetapi baru dapat mencapai kapasitas produksi 100 persen pada Desember 2024. Sebagai informasi, lokasi smelter milik PT Smelting dan Freeport di Gresik hanya berjarak 10 kilometer.
Awalnya, berdasarkan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang dikeluarkan pemerintah pada tahun 2018, pembangunan smelter harus selesai pada tahun 2023. Namun, keadaan hal tak terduga (force majeure) berupa pandemi Covid-19 membuat target menjadi mundur.
Total belanja modal (capital expenditure) yang dikeluarkan untuk membangun smelter ini sebesar 3 miliar dollar AS atau sekitar Rp 45 triliun. Hingga Februari 2023, total belanja modal yang dihabiskan sudah 1,83 miliar dollar AS.
”Keadaan pandemi membuat kami dan para subkontraktor yang jumlahnya banyak harus merumuskan strategi ulang, tapi semoga target di tahun 2024 bisa tercapai,” ujarnya.
Selain mengenai smelter, hal lain yang menjadi perhatian Freeport Indonesia adalah larangan ekspor konsentrat tembaga yang mulai diberlakukan pada Juni 2023.
Ditemui seusai rapat, Tony menerangkan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sudah memberikan izin ekspor 2,3 juta ton konsentrat tembaga untuk Freeport hingga akhir tahun 2023. Meski demikian, jumlah tersebut dinilai tidak akan mampu dipenuhi mengingat pelarangan ekspor akan dilakukan dalam waktu tiga bulan. Karena itu, Freeport hanya akan melakukan ekspor sesuai dengan kemampuan produksinya.
”Tentu sulit untuk ekspor sebesar itu karena tidak mungkin semua tambang bisa diambil,” ucapnya.
Pengembangan fasilitas
Ekspansi yang dilakukan Freeport diharapkan mampu mendukung program hilirisasi yang dilakukan pemerintah. Presiden Direktur PT Smelting Hideya Sato menjelaskan, dengan adanya penambahan saham, Freeport akan menjadi pemegang saham utama di perusahaannya.
Pasca-2023, proprosi saham akan berubah. Freeport memegang 65 persen saham, sedangkan sisanya dipegang Mitsubishi Material Cooperation. Selama proses pengembangan kapasitas, perusahaan akan mengambil jeda pemberhentian operasi selama 2,5 bulan, yaitu pada Mei-Juli 2023.
Secara rinci, pengembangan akan dilakukan di berbagai lini. Di unit peleburan, laju pengolahan konsentrat tembaga akan mampu mencapai 180 ton per jam, dari yang dahulu hanya 150 ton per jam. Untuk pabrik asam sulfat, kapasitas produksi ditingkatkan dari 3358 ton asam sulfat per hari menjadi 4,708 ton per hari. Sebagai informasi, asam sulfat merupakan hasil sampingan dari pemurnian tembaga.
”Di pabrik pemurnian kami tambahkan sel elektrolisis, dari sebelumnya 798 sel akan ditambah 144 sel. Listrik juga akan ditambah, dari 40,45 megawatt kami tambah 14,05 megawatt. Listrik kami beli dari PLN,” paparnya.
Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Nasional Demokrat Sugeng Suparwoto menerangkan, memang perlu ada terobosan yang dilakukan agar pembangunan smelter di Indonesia bisa dipercepat. Aksi korporasi berupa debt equity swap tersebut diharapkan dilakukan dengan transparan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan agar tidak merugikan negara.
”Menurut saya, upaya Freeport untuk mengembangkan smelter ini cukup serius. Tapi, skema penempatan dananya harus dipikirkan dengan baik agar tidak merugikan kita,” tambahnya.