Menaker: THR Harus Dibayarkan Maksimal H-7 Lebaran
Surat edaran Menteri Ketenagakerjaan yang mengatur tenggat pembayaran tunjangan hari raya Lebaran oleh perusahaan akan ditandatangani pada Selasa (28/3/2023).
Oleh
NINA SUSILO, CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan diwajibkan untuk membayar tunjangan hari raya paling lambat H-7 atau tujuh hari sebelum Lebaran. Untuk memastikan ketaatan perusahaan, pemerintah semestinya konsisten dan tegas dengan aturan ini.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, Senin (27/3/2023), surat edaran mengenai penetapan pembayaran tunjangan hari raya (THR) tersebut akan ditandatangani pada Selasa (28/3/2023).
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri mengatakan, perusahaan juga wajib membayarkan THR secara utuh atau tidak boleh mencicil. Sebab, perekonomian Indonesia dinilai sudah membaik.
Sesuai ketentuan, pekerja dengan masa kerja 12 bulan atau lebih akan mendapat THR penuh, minimal sebesar gaji/upah yang biasa diterima setiap bulan. Jika bisa membayar lebih, hal itu akan lebih baik. Adapun bagi pekerja dengan masa kerja di bawah 12 bulan, THR dibayarkan dengan menggunakan rumus. Rumus ini adalah masa kerja (bulan) dibagi 12 bulan lalu dikali besaran upah/gaji bulanan.
Perusahaan yang terlambat atau tidak memberikan THR, menurut Ida, akan diatur tersendiri. ”Itu ranah pengawasan. Pasti pengawasan akan melakukan pengawasan di lapangan dan kami terus membuka Satgas Pengawasan Pembayaran THR,” ujar Ida.
Sejauh ini, pengaduan pelanggaran pembayaran THR meningkat setiap tahun. Posko Pengaduan THR Kemenaker pada 2019 menerima 251 laporan. Tahun 2020 terdapat 410 pengaduan dan tahun berikutnya 1.150 pengaduan. Tahun lalu, Satgas THR Kemenaker menerima 5.496 pengaduan.
Untuk mencegah pelanggaran pembayaran THR kembali terulang tahun ini, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Muhammad Isnur menilai pengaturan saja tidak akan memadai. Karena itu, diperlukan adanya konsistensi dan ketegasan pemerintah, dalam hal ini para pengawas ketenagakerjaan, untuk memastikan aturan pembayaran THR diterapkan.
Semua instansi, gubernur misalnya, semestinya mendesak dan mengontrol para pengawas ketenagakerjaan supaya memantau ketaatan perusahaan. Para bupati juga perlu menginstruksikan semua dinas ketenagakerjaan dan para pengawas ketenagakerjaan untuk mengontrol ketaatan perusahaan dalam membayar THR. Di sisi lain, para pengawas ini harus diberi kepercayaan dan perlindungan bahwa ketegasan yang dilakukan tidak akan berdampak pada karier mereka.
”Sebab, pengalaman selama ini, banyak pengawas yang mencoba tegas, tetapi kemudian dilaporkan dan justru diberi sanksi atau dicopot oleh atasannya. Karena itu, di sini pentingnya konsistensi dan ketegasan untuk memberi sanksi kepada perusahaan yang melanggar dan tidak membayar THR tidak tepat waktu,” tutur Isnur.
Larangan buka puasa
Sementara itu, Presiden Joko Widodo menegaskan kembali larangan berbuka puasa bersama untuk pejabat pemerintah.
”Terkait dengan larangan buka puasa bersama untuk pejabat pemerintah, perlu saya sampaikan. Pertama, bahwa arahan untuk tidak berbuka puasa bersama itu hanya ditujukan untuk internal pemerintah, khususnya para menko, para menteri, dan kepala lembaga pemerintah non-kementerian. Bukan untuk masyarakat umum. Sekali lagi, bukan untuk masyarakat umum,” kata Presiden Joko Widodo dalam pernyataannya yang diunggah di kanal Youtube Sekretariat Presiden, Senin (27/3/2023).
Kepala Negara menuturkan, dirinya perlu menyampaikan arahan ini karena begitu banyaknya sorotan masyarakat terhadap kehidupan para pejabat. ”Untuk itu, saya minta agar jajaran pemerintah menyambut bulan puasa tahun ini dengan semangat kesederhanaan, tidak berlebihan,” katanya.
Menurut Presiden Jokowi, anggaran yang biasanya dipakai untuk buka puasa bersama dapat dialihkan atau diisi dengan kegiatan-kegiatan lebih bermanfaat. ”Kita bantu mereka yang lebih membutuhkan, pemberian santunan untuk fakir miskin, pemberian santunan untuk yatim piatu, serta masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Termasuk juga bisa dipakai untuk mengadakan pasar murah bagi masyarakat,” ujarnya.
Cuti bersama
Secara terpisah, terkait pemajuan cuti bersama Idul Fitri 1444 Hijriah, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas menuturkan, pihaknya akan menindaklanjuti hal tersebut bersama Menteri Ketenagakerjaan dan Menteri Agama. Seperti diketahui, cuti bersama sesuai surat keputusan bersama tiga menteri tersebut sebelumnya berlangsung pada 21-26 April 2023.
Namun, berdasarkan rapat terbatas yang dipimpin Presiden Jokowi pada Jumat (24/3/2023), seperti disampaikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, diputuskan cuti bersama menjadi 19-25 April. Hal yang menjadi alasan pemajuan cuti agar tidak terjadi penumpukan pemudik pada tanggal 21 April 2023. Apalagi, secara tradisional, ada keinginan yang tinggi dari warga untuk mudik Lebaran.
”Ya, (terkait pemajuan cuti bersama Idul Fitri 1444 Hijriah ini nanti akan ada tindak lanjut rapat dengan Bu Ida (Fauziyah, Menteri Ketenagakerjaan) dengan Menteri Agama dan juga Pak Menko (Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan). Akan kita tindak lanjuti,” kata Azwar Anas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (27/3/2023).
Ketika ditanya apakah cuti Idul Fitri tetap dapat dimajukan, ia mengatakan bahwa nanti hal tersebut akan dibahas lebih tuntas. ”Nanti akan dibahas lebih tuntas terkait dengan, sebagaimana disampaikan oleh Pak Menhub ketika di ratas. (Keputusan pemajuan cuti) Ini, kan, soal bagaimana supaya tidak terjadi menumpuk di (tanggal) 21 (April), ya. Tetapi, kan, ASN sendiri punya hak mengurus cuti, bisa cuti di depan atau cuti di belakang,” katanya.
Azwar Anas menuturkan, rapat pembahasan terkait pemajuan cuti bersama tersebut akan digelar di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.