Penerbitan obligasi tetap menjadi salah satu sumber pendanaan emiten, baik untuk ekspansi bisnis maupun untuk membayar obligasi sebelumnya yang jatuh tempo (”refinancing”).
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerbitan obligasi tetap menjadi salah satu sumber pendanaan emiten, baik untuk ekspansi bisnis maupun untuk membayar obligasi sebelumnya yang jatuh tempo (refinancing). PT Provident Investasi Bersama Tbk juga merencanakan penerbitan Obligasi Berkelanjutan I Provident Investasi Bersama Tahap I Tahun 2023 dengan nilai Rp 750 miliar.
Dari prospektus yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia pada Selasa (21/3/2023) oleh Corporate Secretary Provident Lim Na Lie disebutkan, obligasi itu akan diterbitkan dalam dua seri. Seri A sebesar Rp 268 miliar dengan bunga 6,75 persen per tahun dan Seri B senilai Rp 482 miliar dengan tingkat suku bunga sebesar 8,5 persen per tahun. Adapun bunga kedua seri ini akan dibayarkan setiap tiga bulan.
Untuk Seri A, bunga terakhir akan dibayarkan bersamaan dengan pelunasan pokok obligasi pada 7 April 2024. Adapun untuk Seri B bunga terakhir akan dibayarkan bersamaan dengan pelunasan pada 28 Maret 2026.
Sekitar 81 persen dari hasil emisi obligasi itu akan digunakan untuk pembayaran seluruh pokok utang dan bunga dari Perjanjian Fasilitas Pinjaman sebesar 50 juta dollar AS. Pada akhir Januari 2023, sisa pokok utang Provident sebesar 40 juta dollar AS atau sekitar Rp 598,6 miliar. Utang itu akan jatuh tempo pada 9 November 2023.
Sebanyak 18 persen hasil emisi obligasi akan digunakan untuk pengembangan portofolio investasi dan sisanya sebesar 1 persen akan digunakan untuk membayar beban operasional.
Emiten lain yang baru-baru ini juga mengumumkan akan menerbitkan obligasi adalah Bank Victoria Tbk. Bank Victoria menyampaikan ke Bursa Efek Indonesia akan menerbitkan Obligasi Berkelanjutan III Tahap I Tahun 2023. Nilai emisi obligasi tersebut sebesar Rp 500 miliar.
Bank Victoria akan menerbitkan obligasi dalam dua seri, Seri A sebesar Rp 300 juta dengan tingkat suku bunga 9,25 persen bertenor tiga tahun. Adapun Seri B senilai Rp 200 miliar dengan tingkat suku bunga 10,25 persen bertenor lima tahun.
Obligasi menarik
Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Freddy Tedja mengatakan, data perekonomian di Amerika Serikat yang lebih baik dari ekspektasi juga inflasi yang tetap tinggi membuat para pelaku pasar memperkirakan bank sentral AS, Federal Reserve, masih akan agresif menaikkan tingkat suku bunga.
Adapun kesulitan finansial yang dihadapi oleh beberapa bank regional membuat pasar berharap kebijakan suku bunga seharusnya sudah melandai. Perbedaan antara ekspentasi dan kenyataan ini membuat guncangan di pasar finansial semakin meningkat.
Freddy menjelaskan, ekspektasi atas berakhirnya siklus kenaikan suku bunga membuat potensi pasar obligasi kembali menarik. ”Di tengah volatilitas dan arus keluar investor asing, pasar obligasi Indonesia menunjukkan ketahanan yang baik,” kada Freddy.
Dalam dua bulan pertama, pasar obligasi Indonesia bertumbuh 1,5 persen. Lebih tinggi dibandingkan dengan pasar negara berkembang yang tumbuh 0,9 persen, China 0,1 persen, AS 0,1 persen, ataupun zona euro yang bertumbuh tipis juga, sebesar 0,1 persen. Menurut Freddy, pasar obligasi Indonesia memberikan tingkat imbal hasil yang atraktif sehingga dapat dijadikan sarana investasi yang menarik di tengah volatilitas pasar finansial.