Penjual Pakaian Bekas Impor Tagih Solusi Pemerintah
Pemerintah disarankan memberi kompensasi kepada pedagang kecil di pasar. Barang bisa diganti dengan uang tunai dan dicarikan solusi agar pedagang beralih menjual produk pakaian jadi lokal.
Oleh
Mis Fransiska Dewi
·5 menit baca
MIS FRANSISKA DEWI
Penjual dan pembeli saat tawar-menawar di Blok III Pasar Senen Jaya, Jakarta Pusat, Minggu (19/3/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah penjual pakaian bekas impor, baik di toko maupun daring, mulai kekurangan stok baru imbas larangan pemerintah terkait pemberantasan baju bekas impor. Para penjual berharap pemerintah memberikan solusi bagi pedagang kecil yang sejak puluhan tahun sudah berjualan pakaian bekas impor.
Sejumlah penjual pakaian bekas impor (thrifting) di Blok III Pasar Senen, Jakarta Pusat, mengaku tidak dapat membeli stok pakaian baru dari para supplier imbas larangan pakaian bekas impor oleh pemerintah. Salah seorang penjual pakaian bekas impor sejak 1993 mengatakan, dirinya hanya pasrah lantaran stok pakaian untuk dijual hanya cukup untuk 20 hari ke depan.
”Tidak ada stok barang baru lagi. Sudah dari minggu lalu mulai susah barang bekas impor yang masuk. Apa boleh buat, mudah-mudahan cepat kembali normal,” ujar laki-laki yang tidak ingin disebutkan namanya itu di Blok III Pasar Senen, Jakarta Pusat, Minggu (19/3/2023).
Penjual kemeja bekas impor yang sudah berjualan sejak 2008 mengungkapkan, stok kemeja di tokonya tinggal stok lama saja. Jika jumlah pembeli dalam kondisi normal, kemeja hanya hanya cukup untuk 15 hari. ”Varian baju jadi sedikit, tidak ada stok baru,” ujar laki-laki yang menjual tiga kemeja bekas impor seharga Rp 100.000 itu.
Ia pun belum memikirkan langkah ke depannya jika usahanya ditutup. Ia berharap pemerintah memberikan peluang usaha baru bagi pedagang kecil yang terkena imbas larangan penjualan pakaian bekas impor.
MIS FRANSISKA DEWI
Aktivitas penjualan barang bekas impor di Blok III Pasar Senen Jaya, Jakarta Pusat, Minggu (19/3/2023).
Terhambatnya stok dari supplier juga turut dirasakan penjual pakaian bekas impor daring. Mirna (31), penjual pakaian bekas impor jenis blus dan kardigan asal Sidoarjo, Jawa Timur, mengungkapkan, sejak kekurangan stok dua minggu lalu, ia hanya mengunggah dagangannya seminggu sekali. Padahal, ia terbiasa mengunggah 2-3 kali dalam seminggu.
”Semoga bisa kembali normal, ya, lumayan juga pengurangannya dari yang sebelumnya bisa tiga kali upload, sekarang hanya sekali,” ujarnya. Jika penjualan pakaian bekas impor dilarang, Mirna berencana akan menjual pakaian rework fashion atau pakaian yang dibuat ulang agar lebih menarik dan stylish.
Berbeda dengan Mirna yang memiliki rencana, Ahmad (26) yang menjual pakaian bekas impor di media sosial dan lokapasar belum tahu rencana ke depannya akan seperti apa. ”Masih bingung mau usaha apa lagi kalau barang thrift tidak diizinkan karena tidak mudah banting setir untuk buka usaha baru lagi, butuh proses. Melamar kerja juga susah di sini,” kata Ahmad yang berjualan di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah.
Kini, Ahmad hanya berjualan secara daring, padahal sebelumnya ia juga berjualan di toko. Namun, karena takut dirazia, ia mengurungkan niat membuka toko. Ia pun berharap pemerintah memberikan solusi terkait larangan penjualan pakaian bekas impor.
”Masih belum ada larangan dari pemerintah daerah kami di sini (Murung Raya), tapi untuk Kota Palangkaraya sudah ada. Berita nasional sudah ramai, mungkin lambat laun pasti sampai juga ke pemda kami di sini,” ujarnya.
Sebelumnya, dalam rapat yang membahas jual beli baju bekas impor di Jakarta, Kamis (16/3/2023), Deputi Bidang Usaha Kecil Menengah (UKM) Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba Rachman menganggap, penjual pakaian bekas impor yang ada di lokapasar cukup kreatif dan dapat beralih dengan menjual jenis barang atau hal lainnya.
Berdasarkan penelusuran di Instagram pada Minggu (19/3), beberapa akun thrift shop mulai mengubah akun penjualannya yang sebelumnya dalam bentuk akun publik menjadi akun pribadi dan terkunci. Selain itu, beberapa toko thrift daring mengganti foto profil dan biodata akun penjualannya. Kemudian, beberapa koleksi pakaian di akun lokapasar juga dikosongkan.
MIS FRANSISKA DEWI
Tangkapan layar akun thirft shop yang diunggah di Instagram, Minggu (19/3/2023).
Tagih solusi
Manajer Area 01 Blok III Pasar Senen, Jakarta Pusat, Yohanes Daramonsidi mengatakan, penjualan pakaian bekas impor di Pasar Senen terpantau normal. Namun, sejumlah pedagang mengeluh dan khawatir mengenai larangan penjualan pakaian bekas impor di Pasar Senen.
Yohanes menyebut, pedagang di Pasar Senen banyak yang tidak tahu barang yang dijualnya ilegal atau tidak. Kemudian, pedagang yang berjualan di kios yang disewakan PD Pasar Jaya merupakan penjual legal yang aktif membayar biaya sewa kios dan membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Menurut Yohanes, pemerintah harus memberikan solusi mengenai larangan pakaian bekas impor karena ada banyak nasib orang yang bergantung pada penjualan pakaian bekas impor. Di Blok III saja, kata dia, ada 807 kios dan satu kios bisa mempekerjakan tiga hingga empat orang. Belum lagi yang ada di Blok I, II, IV, dan V Pasar Senen, bahkan ada yang berjualan pakaian bekas pada malam hari.
”Bisa sampai 6.000 penjual di Pasar Senen saja. Kalau dilarang silakan, itu domainnya pemerintah, tapi pemerintah tidak boleh menutup mata. Ini urusan perut dan kelangsungan hidup keluarga para penjual, jangan sepihak saja. Coba pemerintah diskusi dan ngobrol dengan penjual di Pasar Senen ini,” ujarnya saat ditemui di Blok III Pasar Senen.
Hingga kini, tambah Yohanes, pemerintah belum memberikan informasi apa pun kepada manajemen Pasar Senen terkait larangan penjualan pakaian bekas impor.
MIS FRANSISKA DEWI
Manajer Area 01 Blok III Pasar Senen, Jakarta Pusat Yohanes Daramonsidi
Sementara Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira berpendapat, pelarangan thrifting sudah lama, yakni sejak 2015, tetapi penegakan aturan nyaris tidak ada. Jika tiba-tiba ada penindakan terhadap pakaian bekas impor, kemungkinan besar karena gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor pakaian jadi sudah mengkhawatirkan.
Ketika industri pakaian jadi lokal tidak bisa masuk ke pasar ekspor dan harus bersaing langsung dengan impor bekas di dalam negeri, muncul skenario terburuk kebangkrutan massal industri pakaian jadi. Pemerintah mungkin melihat ada 3 juta pekerja yang terlibat di manufaktur pakaian jadi dan alas kaki.
Bhima mengatakan, pemerintah disarankan memberi kompensasi kepada pedagang kecil di pasar. Barang bisa diganti dengan uang tunai dan mencarikan solusi agar pedagang beralih menjual produk pakaian jadi lokal. Sementara barang yang disita pemerintah masih bisa diberikan kepada korban bencana alam dan orang miskin. Jangan langsung dimusnahkan karena banyak orang miskin tidak mampu membeli baju baru.
Selain itu, penjualan thrifting di media sosial dan lokapasar masih cukup masif. Hingga hari ini relatif tidak terpengaruh bagi penjual daring dengan pelarangan pemerintah. Pemerintah harus tekan platform daring dan lokapasar untuk berhenti penjualan. Diperkirakan, lapak fisik thrift mulai bergeser ke lapak daring pasca-pelarangan.
Bhima berharap pemerintah bisa konsisten dan memberikan solusi yang adilbagi pedagang kecil yang sejak tahun 1990 sudah berjualan pakaian bekas impor. ”Bagaimana pun juga thrift bisa laku karena produk pakaian jadi lokal kurang bersaing dari segi kualitas dan harga. Pemerintah bisa bantu naikkan kualitas dan tekan biaya produksi pakaian jadi lokal dengan pembiayaan murah, pendampingan, dan upaya promosi bersama,” katanya.
