Pertemuan AEM Bahas Penguatan Perdagangan ASEAN-China
Keterlibatan produk manufaktur Indonesia masih sedikit dibandingkan sejumlah negara ASEAN lain, seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand. Keketuaan Indonesia di ASEAN dinilai bisa jadi kesempatan untuk meningkatkannya.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·2 menit baca
M PASCHALIA JUDITH J
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono (kedua dari kiri) dan Direktur Perundingan ASEAN Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Dina Kurniasari (kedua dari kanan) dalam sesi pemaparan tentang ASEAN Economic Ministers Retreat dengan awak media di Magelang, Jawa Tengah, Minggu (19/3/2023).
MAGELANG, KOMPAS — Keketuaan Indonesia dalam ASEAN dinilai menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke China sebagai salah satu mitra ekonomi negara-negara di Asia Tenggara. Peluang penguatan ekspor itu mengemuka dalam upaya meningkatkan fasilitas tarif guna memperkuat perdagangan ASEAN dan China.
Upaya tersebut menjadi salah satu tema pembahasan selama keketuaan Indonesia pada ASEAN sepanjang 2023, spesifiknya mengenai Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China atau ACFTA. Pertemuan-pertemuan itu difasilitasi oleh Kementerian Perdagangan, antara lain melalui ASEAN Economic Ministers (AEM) Retreat yang digelar di Magelang, Jawa Tengah, pada 20-22 Maret 2023.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono memaparkan, pertemuan tersebut menjadi salah satu momentum untuk memperdalam kerja sama dalam ACFTA. ”Tren perdagangan, khususnya Indonesia, dengan China tampak bagus. Ini perlu diperdalam karena China merupakan mitra yang masuk dalam jajaran negara dengan ekonomi terbesar di dunia,” katanya saat sesi pemaparan dengan awak media di Magelang, Minggu (19/3/2023).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Perundingan ASEAN Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Dina Kurniasari menyebutkan, pertemuan turut membahas peningkatan atau upgrading bab mengenai rantai pasok dalam ACFTA. Dia mencontohkan, komponen kendaraan listrik Indonesia saat ini dikenai tarif 40-50 persen. Dengan perundingan mengenai peningkatan tersebut, dia ingin tarif yang dikenakan pada Indonesia dapat serendah-rendahnya.
Dalam rantai pasok dengan China, Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta W Kamdani mengatakan, keterlibatan produk manufaktur nasional masih sedikit dibandingkan sejumlah negara ASEAN lain, seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand. Hal tersebut tecermin dalam kinerja Indeks Pembelian Manajer (Purchasing Managers’ Index atau PMI).
Per Februari 2023, PMI ASEAN yang dirilis S&P Global mencapai 51,5 dan berada di zona ekspansif. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan posisi pada Januari 2023 yang sebesar 51. Kenaikan indeks itu ditopang oleh peningkatan permintaan baru dan hasil produksi. Kenaikan penyerapan tenaga kerja juga baru pertama kali terjadi sejak Oktober 2022.
PMI Thailand pada Februari 2023 berada di posisi teratas, yakni mencapai 54,8, dan naik dari posisi bulan sebelumnya yang sebesar 54,5. Filipina berada di posisi kedua dengan PMI 52,7 atau lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 53,5.
Nilai PMI Vietnam sama dengan Indonesia, yakni 51,2. Angka PMI Vietnam melejit dari zona kontraktif yang sebesar 47,4, sedangkan Indonesia menurun tipis dari 51,3. Myanmar berada di urutan berikutnya dengan PMI 51,1 atau naik dari 49,6.
Menurut Shinta, kenaikan PMI Thailand dan Vietnam merupakan dampak dari pemulihan ekonomi China. Di sisi lain, kinerja PMI Indonesia melandai karena berorientasi pada pasar domestik dan permintaan dalam negeri yang saat ini relatif stabil.
Di sisi lain, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menggarisbawahi kinerja PMI Indonesia yang cenderung stabil berada di zona ekspansif. Dia menilai, kinerja PMI negara-negara lain cenderung fluktuaktif karena masih bergantung pada pasar Eropa dan Amerika Serikat.
Secara umum, dia berpendapat, kinerja PMI ASEAN menunjukkan tren pemulihan ekonomi ASEAN yang optimistis karena disokong oleh pasar regional dan domestik. Daya beli konsumen di negara-negara ASEAN juga relatif tidak terganggu. ”Saya yakin, Indonesia sebagai ekonomi terbesar di ASEAN dapat menjadi penggerak optimisme (tren pemulihan) tersebut,” ujarnya saat dihubungi.