Inflasi dan Rupiah Terjaga, BI Pertahankan Suku Bunga Acuan
Tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah yang terkendali membuat BI memilih mempertahankan suku bunga acuan. BI menilai tingkat suku bunga acuan saat ini memadai untuk mengembalikan inflasi ke target 2-4 persen.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia Maret 2023 memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan, yakni tetap berada pada posisi 5,75 persen. Keputusan ini diambil berdasarkan tingkat inflasi yang terkendali dan nilai tukar rupiah yang terjaga serta asesmen faktor eksternal.
Dengan demikian, suku bunga acuan BI7-day reverse repo rate (BI7DRR) berada pada level 5,75 persen, suku bunga deposit facility sebesar 5,00 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 6,50 persen
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry menjelaskan, tingkat inflasi umum, inflasi inti, dan nilai tukar rupiah dalam kondisi terkendali. Menimbang hal ini, BI menilai tingkat suku bunga acuan saat ini memadai untuk mengarahkan inflasi inti tetap berada dalam kisaran 2-4 persen pada semester I-2023 dan inflasi umum kembali ke sasaran 2-4 persen pada semester II-2023.
”Kami melihat tingkat suku bunga acuan ini dalam posisi memadai untuk pengendalian inflasi, menjaga stabilitas nilai tukar, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Ini untuk mengarahkan inflasi inti dan inflasi umum kembali ke sasaran,” ujar Perry dalam jumpa pers hasil rapat dewan gubernur, Jakarta, Kamis (16/3/2023).
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi umum Februari 2023 berada pada level 5,47 persen secara tahunan. Adapun tingkat inflasi inti pada Februari 2023 sebesar 3,09 persen secara tahunan.
Nilai tukar rupiah juga relatif terkendali. Mengutip Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan Rabu (15/3/2023), berada pada level Rp 15.365
Sejak akhir Desember 2022 hingga 15 Maret 2023, nilai tukar rupiah menguat 1,32 persen. Nilai ini lebih baik ketimbang apresiasi rupee India sebesar 0,16 persen, depresiasi baht Thailand sebesar 0,04 persen, dan ringgit Malaysia sebesar 1,80 persen.
Selain itu, keputusan BI juga menimbang kondisi global. Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan mencapai 2,6 persen sejalan dengan dampak positif pembukaan ekonomi China dan penurunan disrupsi rantai pasok global.
Perry menambahkan, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Eropa lebih baik dari proyeksi sebelumnya dan diikuti oleh risiko resesi yang menurun. Perkembangan positif ekonomi global tersebut serta ekspektasi kenaikan upah karena keketatan pasar tenaga kerja di AS dan Eropa mengakibatkan proses penurunan inflasi global berjalan lebih lambat sehingga mendorong kebijakan moneter ketat negara maju berlangsung lebih lama sepanjang 2023.
Langkah ke depan
Deputi Gubernur BI Aida S Budiman mengatakan, memasuki momen hari besar keagamaan nasional, secara historis dan alami akan terjadi lonjakan permintaan dan kenaikan inflasi. Pihaknya berkoordinasi erat dengan pemerintah dalam Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) untuk mengendalikan inflasi.
”Terkendalinya inflasi sebagai hasil dari respons kebijakan moneter Bank Indonesia serta eratnya sinergi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dengan pemerintah (pusat dan daerah) dalam TPIP dan TPID melalui GNPIP di sejumlah daerah,” ujar Aida.
Adapun untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, BI terus diperkuat guna mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) dan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global terhadap nilai tukar rupiah.
Dihubungi secara terpisah, Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teuku Riefky mengatakan, keputusan BI mempertahankan suku bunga acuan sudah tepat.
Angka inflasi terus mencatat tren penurunan sejak September 2022. Pada saat yang sama, mata uang domestik akhirnya kembali stabil setelah serangkaian depresiasi.
”Mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, kami melihat bahwa BI harus mempertahankan suku bunga kebijakannya pada 5,75 persen bulan ini sambil terus menerapkan langkah-langkah makroprudensial untuk mendukung momentum pertumbuhan,” ujar Riefky.