Permodalan Terjaga, BRI Bagikan Dividen Rp 43,5 Triliun
RUPST BRI 2023 memutuskan untuk membagi 85 persen laba bersih atau Rp 43 triliun. BRI optimistis mampu memberikan dividen jumbo hingga 3-4 tahun ke depan karena dinilai memiliki modal yang cukup.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sepanjang tahun 2022, Bank Rakyat Indonesia mencatatkan laba bersih Rp 51,4 triliun, dengan 85 persennya akan dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk dividen. Bank milik negara ini juga mencatatkan tingkat perolehan dana murah yang relatif tinggi tahun lalu.
Kinerja positif perseroan tahun lalu terwujud dengan mendorong tingkat pemulihan kredit bermasalah dan meningkatkan perolehan dana murah dari masyarakat. Tahun 2023, BRI akan menguatkan kapasitas internal perusahaan.
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahun (RUPST) 2023, Direktur Utama BRI Sunarso menjelaskan, laba bersih tahun ini tumbuh 67,15 persen secara tahunan (year on year). Selain itu, total aset juga tumbuh dua digit sebesar 11,18 persen menjadi Rp 1.865 triliun.
”Keberhasilan BRI dalam mencatatkan untung karena efisiensi dan strategic response yang tepat,” ucapnya di Jakarta, Senin (13/3/2023).
Melalui rapat juga diputuskan, perseroan membagikan 85 persen dari laba bersih dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham. Total laba yang akan disebar dalam bentuk dividen Rp 43,4 triliun, sedangkan laba bersih yang ditahan Rp 7,6 triliun.
BRI masih optimistis tingkat pembayaran dividen yang tinggi tidak akan mengganggu tingkat permodalan perusahaan. Hal ini dikarenakan tingkat kecukupan modal perseroan masih berada dalam batas aman, yang tecermin dari tingkat capital adequacy ratio (CAR) sebesar 25,1 persen di akhir tahun 2022.
Angka ini masih berada dalam batas CAR yang aman, yaitu di atas 8 persen, sesuai dengan Standar Basel III. Sunarso melanjutkan, berdasarkan angka tersebut, BRI dinilai masih mampu memberikan dividen di atas 70 persen hingga beberapa tahun ke depan.
Selain itu, pembentukan perusahaan induk atau holding BUMN ultra mikro dua tahun lalu menguatkan kecukupan modal BRI. Melalui pembentukan holding tersebut, BRI mendapatkan modal Rp 96 triliun melalui right issue.
”Bila pertumbuhan keuntungan per tahun membutuhkan konsumsi CAR 2 persen, maka hingga 3-4 tahun ke depan, BRI masih mampu memberikan dividen tinggi karena modal masih kuat,” ujarnya.
Adapun pertumbuhan laba bersih BRI tahun ini disokong beberapa hal. Pertama, BRI berhasil meningkatkan perolehan dana murah atau current account saving account (CASA) yang tinggi sehingga menekan biaya dana (cost of fund).
Secara sederhana, rasio dana murah (CASA) yang tinggi menandakan dana pihak ketiga (DPK) yang tersimpan di bank, masih didominasi giro dan tabungan. Artinya, perbankan tidak harus membayar bunga tinggi ke nasabah.
Berbeda apabila DPK lebih banyak didapatkan lewat dana mahal berupa deposito. Tingginya proporsi dana mahal membuat cost of fund akan naik karena bank harus membayar bunga yang besar kepada pemegang deposito. Untuk itu, proporsi CASA terhadap DPK perlu didorong agar profit bisa tumbuh optimal.
Adapun di tahun 2022 proporsi CASA BRI tercatat 66,70 persen, meningkat signifikan bila dibandingkan dengan CASA pada periode yang sama pada tahun lalu sebesar 63,08 persen.
”Konsolidasi DPK tahun lalu sebesar Rp 1.307 triliun, dengan tingkat CASA yang cukup besar. Bahkan terbesar sepanjang sejarah. Ini yang akan kita juga dorong di tahun ini,” ujarnya.
Kedua, keberhasilan BRI di tahun lalu didorong oleh pertumbuhan pendapatan berbasis komisi (fee based income), atau pendapatan operasional non-bunga. Hingga akhir 2022, BRI berhasil menghimpun fee based income Rp 18,8 triliun atau tumbuh 10,16 persen secara tahunan.
Selain itu, BRI juga mampu meningkatkan rasio pemulihan kredit bermasalah atau recovery rate 59,12 persen sehingga pendapatan dari proses recovery ini, pada tahun lalu, meningkat 33,59 persen secara tahunan.
Pembelian saham
Sepanjang tahun 2022, BRI telah menyalurkan kredit Rp 1.139 triliun. Secara spesifik, portofolio kredit mikro tumbuh 13,9 persen secara tahunan. Hal ini membuat proporsi kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) BRI meningkat menjadi 84,74 persen.
Di bagian manajemen, BRI melakukan penggantian terhadap jabatan komisaris, yang sebelumnya dipegang oleh Handiyanto, kini diemban oleh Awan Nurmawan Nuh, yang juga menjabat sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan.
Direktur Keuangan BRI Viviana Dyah Ayu Retno menerangkan, selain membagikan dividen, pihaknya juga akan membeli balik (buyback) saham BRI yang tercatat di Bursa Efek Indonesia sebesar Rp 1,5 triliun.
Ia menyebut, pada umumnya ada dua kondisi yang membuat suatu perusahaan membeli sahamnya kembali. Pertama, harga saham perseroan turun terlalu dalam. Alasan lain, pembelian balik adalah dalam rangka memberi insentif bagi para pekerja. Hal terakhir yang menjadi alasan utama pembelian balik saham BRI, agar penggunaan dana efisien, buyback pun dilakukan saat harga saham tengah murah (undervalued).
Di samping itu, BRI memperkirakan pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 tidak setinggi tahun 2022. Akan tetapi, kondisi persepsi dan ekspektasi masyarakat terhadap ekonomi masih cukup bagus. ”Hal ini diharapkan menjadi penopang pertumbuhan kinerja di 2023,” ucapnya.