Pelaku Industri Otomotif Tunggu Realisasi Insentif Mobil Listrik
Pelaku industri otomotif masih menunggu realisasi kebijakan insentif pembelian kendaraan bermotor listrik yang dijanjikan pemerintah. Insentif berpotensi mendongkrak penjualan mobil listrik.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·2 menit baca
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS
Sebuah mobil listrik mengisi daya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi di Jakarta, Senin (6/3/2023). Pada Maret ini pemerintah menggulirkan program bantuan pemerintah atau insentif untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai.
KARAWANG, KOMPAS – Pelaku industri otomotif masih menunggu realisasi kebijakan insentif pembelian kendaraan bermotor listrik yang dijanjikan pemerintah. Insentif berpotensi mendongkrak penjualan seperti kebijakan insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah atau PPnBM-DTP yang digulirkan pada tahun 2021.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta, Senin (6/3/2023) telah mengumumkan adanya program bantuan pemerintah atau insentif untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. Program ini akan mulai berlaku efektif pada 20 Maret 2023.
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara mengatakan, insentif untuk kendaraan bermotor listrik itu bagus seperti yang pernah dilakukan pemerintah dengan kebijakan PPnBM-DTP. Namun, pelaku industri otomotif masih menunggu surat keputusan dan detail insentifnya.
”Harus segera ada kepastian, berapa angkanya, pelaksanaannya bagaimana, mulai kapan dan sampai kapan. Jadi, kami masih menunggu itu,” katanya dalam acara Media Gathering Suryacipta 2023 di Karawang, Jawa Barat, Rabu (8/3/2023).
Menurut Kukuh, pemerintah secara tiba-tiba mengumumkan adanya insentif untuk kendaraan bermotor listrik, tetapi surat keputusannya belum ada. Hal itu langsung berdampak pada penjualan mobil listrik. Banyak calon pembeli yang menunda pembelian karena menunggu diskon pembelian mobil listrik.
”Kejadian ini sama persis dengan kejadian pada waktu ada isu PPnBM-DTP tahun 2021. Banyak konsumen yang menunda pembelian mobil sampai berlaku kebijakan PPnBM-DTP,” ujarnya.
Kukuh menyebutkan, dengan adanya insentif PPnBM-DTP pada 2021, produksi dan penjualan mobil meningkat signifikan. Produksi mobil naik dari 690.150 unit (2020) menjadi 1.121.967 unit (2021). Penjualan atau wholesales juga naik dari 532.027 unit (2020) menjadi 887.202 unit (2021).
Berdasarkan data Gaikindo tahun 2022, untuk mobil listrik berbasis baterai juga ada tren peningkatan penjualan dari 2021 ke 2022, yakni dari 687 unit menjadi 10.327 unit. Tiga merek mobil listrik yang sudah diproduksi di Indonesia yaitu Hyundai, Wuling, dan DFSK.
”Apakah lompatan besar penjualan mobil listrik dari 2021 ke 2022 akan berlanjut, kami juga tidak tahu. Kami masih menunggu kejelasan insentif dan berharap tren penjualannya positif terus,” katanya.
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS
Diskusi tentang pengembangan industri kendaraan bermotor listrik di Indonesia digelar di The Manor Office PT Suryacipta Swadaya, Karawang, Jawa Barat, Rabu (8/3/2023).
Untuk usulan program bantuan pemerintah atau insentif kendaraan bermotor listrik berbasis baterai tahun 2023, Kementerian Perindustrian mengusulkan untuk pembelian 200.000 unit sepeda motor listrik, 35.862 unit mobil listrik, dan 138 unit bus listrik. Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengusulkan konversi sepeda motor konvensional berbahan bakar fosil menjadi sepeda motor listrik sebanyak 50.000 unit.
Alta Mahandara dari firma hukum Partner ADCO Law menyebutkan, Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai menjadi permulaan atau kick off perkembangan kendaraan listrik di Indonesia. Perpres itu diikuti beberapa peraturan pelaksana di Kementerian Perindustrian pada 2020 dan 2022.
”Peraturan itu diterbitkan untuk mendukung atmosfer perkembangan kegiatan usaha industri kendaraan listrik di Indonesia,” ujarnya.
Menurut Alta, kendaraan listrik di satu sisi bisa menurunkan emisi. Namun, di sisi lain juga bisa menimbulkan permasalahan baru terkait dengan limbah baterai, yang termasuk limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3. Jika kendaraan listrik terus berkembang, pastinya juga berdampak pada limbah baterai yang semakin banyak.
”Perkembangan kendaraan listrik ini yang perlu diperhatikan pola pikirnya adalah menuju ke bumi yang lebih baik. Untuk menuju zero emisi itu tidak mungkin, tetapi setidak-tidaknya bisa mengurangi emisi gas rumah kaca yang saat ini bisa mengancam bumi kita,” katanya.