Memulai pembangunan rumah impian secara swadaya kini semakin mudah. Media sosial dan aplikasi membantu konsumen mencari jasa arsitek, kontraktor, desainer interior, atau ketiganya sekaligus.
Oleh
MEDIANA, BM LUKITA GRAHADYARINI
·5 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Para buruh bangunan merampungkan pembangunan sebuah kluster perumahan murah baru di kawasan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (6/6/2020). Perumahan yang menyasar konsumen pekerja banyak didirikan di kawasan ini. Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat menargetkan sebanyak 13 juta pekerja bisa menjadi peserta Tabungan Perumahan Rakyat.
Kesadaran menggunakan jasa arsitek-desainer interior dalam pembangunan ataupun renovasi hunian semakin meluas seiring kemajuan teknologi informasi dan internet. Platform aplikasi hingga media sosial, seperti Instagram, kerap menjadi ajang para profesional untuk menampilkan hasil karyanya, serta berinteraksi dengan pengikut (follower) dan klien.
CEO Arsitag.com Steven Gomedi menuturkan, muncul tren di kalangan generasi milenial untuk membangun properti hunian yang lebih personal. Arsitag.com menangkap fenomena ini dengan menyediakan platform yang mempertemukan klien pemilik rumah (owner) dengan profesional arsitek, kontraktor, ataupun desain interior yang cocok dengan kebutuhan dan anggaran pemilik.
”Konsumen, terutama generasi milenial, cenderung menginginkan hunian yang lebih personal dan sesuai gaya hidup. Akses teknologi dan informasi yang lebih mudah mendorong kebutuhan arsitektur dan desain interior semakin luas. Ini berbeda dengan masa lalu yang seringkali cukup mengandalkan kontraktor untuk membangun rumah,” ujar Steven dalam wawancara pada Rabu (1/3/2023) di Jakarta.
Kecenderungan konsumen, lanjut Steven, bahkan ingin praktis dengan mencari jasa desain sekaligus pembangunan (design and build) untuk hunian, ataupun properti komersial seperti toko dan ruko. Namun, kerap masih ada kesulitan mencari profesional arsitek, desainer interior, dan kontraktor yang cocok dengan kebutuhan dan bisa dipercaya. Sementara itu, kebanyakan konsumen awam belum memiliki gambaran rinci tentang desain yang diinginkan.
Referensi jasa profesional yang tepercaya belum tentu menghasilkan desain dan konstruksi sesuai kebutuhan klien. Apalagi, setiap kontraktor dan arsitek memiliki spesifikasi, gaya desain dan segmentasi proyek yang berbeda- beda. Meskipun tak dimungkiri, semakin banyak jasa kontraktor yang bisa sekaligus menyediakan jasa arsitek dan desain interior dalam satu paket pengerjaan.
Platform itu membantu konsumen menemukan konsep properti yang dibutuhkan, pemilihan jasa profesional yang sesuai kebutuhan, pendampingan dalam penyusunan rencana anggaran biaya (RAB), hingga pengawasan dan evaluasi proyek. Saat ini, Arsitag.com bermitra dengan 8.000 tenaga profesional, meliputi kontraktor, arsitek, dan desainer interior di seluruh Indonesia.
Edukasi
Principle Arsitek DForm, Mande Austriono, menuturkan, seorang arsitek memiliki kode etik profesi untuk menjual karyanya secara langsung atau hard selling. Keberadaan media sosial dipercaya mampu menolong arsitek menjelaskan kepada masyarakat mengenai siapa dirinya dan karya-karya yang sudah dikerjakan.
”Instagram termasuk media sosial yang paling banyak dipakai oleh para arsitek. Cara kerja Instagram yang menonjolkan visual ternyata cocok dengan kebutuhan arsitek,” ujar Mande saat dihubungi pada awal Maret lalu.
Mande baru fokus berbagi portofolionya di Instagram mulai 2017. Sebelumnya, dia sudah ”bermain” Instagram, tetapi hanya dipakai sebagai sarana mengunggah konten seperti warganet pada umumnya. Keinginan berbagi portofolio di Instagram juga disertai harapan agar masyarakat bisa teredukasi. Oleh karena itu, konten- konten karya yang Mande unggah kerap kali disertai dengan penjelasan pembuatan ataupun trik desain, seperti trik menciptakan suasana ruang yang lebih hangat.
Mande cenderung lebih banyak menerima permintaan untuk residensial individu yang telah melihat portofolio karya DForm di Instagram. Rata-rata klien berlatar belakang keluarga muda ataupun individu yang berjiwa ”muda”.
KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)
Petugas memperlihatkan maket kawasan hunian di kawasan Maja dalam Indonesia Properti Expo di Jakarta Convention Center, Jakarta, mulai Sabtu (22/9/2018) hingga 30 September. Pameran properti yang menawarkan berbagai jenis properti di wilayah sekitar Jakarta ini selalu dipadati pengunjung yang hendak mencari hunian sebagai tempat tinggal maupun sebagai investasi.
”Semua klien saya hampir tidak ada yang gagap teknologi. Mereka memiliki referensi desain dan relatif paham informasi tentang membangun rumah. Melalui internet, termasuk media sosial, warga sekarang mencari arsitek yang memang memiliki satu visi dengan mereka,” ujarnya.
Senada dengan itu, Principle Arsitek DDAP, I Ketut Dirgantara, menceritakan, pihaknya banyak menerima klien, terutama untuk proyek residensial, dari media sosial. Lokasi proyek tersebar di Lampung, Medan, Jakarta, Bali, dan Rote (Nusa Tenggara Timur). Di antara lima lokasi itu, DDAP paling banyak menggarap proyek di Bali. Pengunjung akun Instagram DDAP mayoritas berusia 35-44 tahun, lalu diikuti usia 44-65 tahun.
Pengalaman serupa dialami Principle Arsitek SPOA, Rahmat Indrani, yang juga menggunakan media sosial untuk berbagi portofolio kepada masyarakat. Media sosial menjadi media yang paling cocok bagi dirinya untuk berkomunikasi dengan klien.
”Kami mulai menggunakan media sosial itu tahun 2018. Karakter calon klien yang datang dari media sosial beragam meskipun kebanyakan berasal dari kelas menengah,” katanya.
Tukang bangunan
Di luar profesi arsitek dan kontraktor, profesi tukang bangunan juga terakomodasi dalam laman ataupun aplikasi on-demand, misalnya Gravel. Pasalnya, untuk mendapatkan pekerja bangunan, menemui tantangan tersendiri.
Co-Founder dan CEO Gravel, Georgi Putra, menceritakan, berdasarkan pengalamannya, dirinya sering menghadapi situasi kesulitan mendapatkan tukang atau pekerja bangunan. Proyek sudah harus mulai, tetapi mandor/pemborong masih pergi mencari tukang di kampung dan butuh waktu berhari-hari untuk sampai ke lokasi proyek.
Dari sisi tukang, sebagai pencari kerja, juga kerap menghadapi kendala. Tukang cenderung mengandalkan mandor atau kontraktor untuk mendapat pekerjaan, istilahnya ”tunggu diajak”. Jadi tukang banyak bertemu ketidakpastian dan menjadi sangat bergantung pada mandor atau kontraktor. Belum lagi jika berhadapan dengan kondisi upah terlambat atau tidak dibayar. Risiko pekerjaan jadi bertambah.
Ini adalah beberapa permasalahan di dunia konstruksi yang menjadi cikal bakal ide Gravel berdiri. Melalui aplikasi Gravel, konsumen dapat menemukan pekerja konstruksi sesuai dengan jumlah dan keahlian yang dibutuhkan pelanggan. Mitra tukang bangunan Gravel atau yang lebih akrab disebut ”dulur Gravel” akan mendapatkan upah sesuai dengan lama proyek.
”Dengan teknologi, penawaran dan permintaan tenaga konstruksi dapat terhubung, kesempatan kerja lebih terbuka dan merata, tepat waktu, serta pengupahan menjadi lebih transparan,” kata Georgi.
Pritta, warga Bintaro, Banten, menuturkan, ia menemukan jasa tukang bangunan dan konstruksi untuk merenovasi rumah melalui aplikasi Mitraruma. Ia merasa terbantu karena aplikasi tersebut mencarikan kontraktor yang sesuai dengan kebutuhan proyek. Ada tahapan supervisi, di mana setiap perkembangan proyek renovasi rumah dipantau dan dilaporkan oleh tim monitoring yang disediakan aplikasi tersebut.
”Proyek menjadi lebih transparan, timeline lebih jelas, dan biaya dibayarkan sesuai perkembangan proyek. Jadi, ada rasa aman bahwa konstruksi rumah berjalan semestinya,” ujar Pritta.