Rafael Alun Diduga Sembunyikan Harta dan Tak Patuh Bayar Pajak
Rafael Alun direkomendasikan dipecat sebagai ASN Kementerian Keuangan. Ia ditemukan melakukan sejumlah pelanggaran, antara lain, tidak patuh membayar pajak dan tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikan harta.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hasil audit dan investigasi Kementerian Keuangan menunjukkan bekas pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, melakukan sejumlah pelanggaran integritas. Oleh karena itu, ia direkomendasikan untuk dipecat dari statusnya sebagai pegawai negara. Rafael dinilai tidak mampu menunjukkan bukti otentik kepemilikan hartanya, juga tidak patuh melapor serta membayar pajak.
Terkait tindak lanjut hasil audit tersebut, Kementerian Keuangan siap bekerja sama dengan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK) untuk kepentingan penegakan hukum.
Inspektur Jendral Kementerian Keuangan (Itjen Kemenkeu) Awan Nurmawan Nuh menerangkan, pihaknya menemukan beberapa dugaan pelanggaran kepegawaian yang dilakukan oleh Rafael, khususnya terkait penyelewengan kepemilikan harta yang tercantum Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Karena pelanggaran tersebut, Itjen Kemenkeu merekomendasikan Rafael untuk dipecat dari statusnya sebagai aparatur sipil negara (ASN).
Karena pelanggaran tersebut, Itjen Kemenkeu merekomendasikan Rafael untuk dipecat dari statusnya sebagai aparatur sipil negara.
”Sanksi yang kami berikan administratif, yaitu rekomendasi pemecatan. Namun, kami akan bekerja sama dengan penegak hukum apabila ditemukan indikasi tindak pidana,” ujarnya di Jakarta, Rabu (8/3/2023).
Kemenkeu sudah membentuk tiga tim untuk memeriksa Rafael dan pegawai lainnya yang diduga memiliki jumlah harta yang tidak wajar. Tim pertama adalah tim eksaminasi. Hasil temuan tim ini menunjukkan, Rafael tidak memiliki bukti otentik kepemilikan beberapa harta yang dimilikinya. Tim juga meneliti harta yang terlihat di media sosial.
Tim kedua adalah tim penelusuran harta. Dari hasil penyelidikan, tim ini menemukan bahwa Rafael memiliki bisnis dan usaha yang tidak dilaporkan dalam LHKPN. Selain itu, ada harta dalam bentuk uang tunai dan bangunan yang juga tidak dilaporkan.
Awan menerangkan, aset-aset yang tidak dilaporkan Rafael ini didaftarkan dengan menggunakan nama orang lain, seperti nama orangtuanya, kakak, adik, ataupun temannya. ”Aset ini diafiliasikan dengan orang-orang lain untuk menyembunyikan hartanya,” tambah Awan.
Adapun tim ketiga, yakni tim investigasi, menemukan bahwa Rafael tidak patuh dalam melapor dan membayar pajak. Tim menemukan ada enam perusahaan yang diduga terafiliasi dengan Rafael masih belum melapor dan membayar pajak. Menindaklanjuti hal tersebut, Itjen telah mengirimkan hasil audit ke tim Direktorat Jendral Pajak (DJP) Kementerian Keuangan untuk memeriksa kepatuhan pajak dari perusahaan-perusahaan tersebut.
Hasil tim investigasi juga menemukan, Rafael menggunakan jabatannya untuk membeli keperluan barang dan jasa di Kementerian Keuangan dari perusahaan yang dimilikinya.
Dari hasil investigasi tim ditunjukkan, Rafael tidak patuh bayar pajak dan ada indikasi menyembunyikan harta kekayaannya.
”Kita menemukan ada indikasi Rafael mencoba untuk menyembunyikan harta kekayaannya. DJP akan memeriksa pelaporan pajak dari pribadi atau usaha yang dimiliki yang bersangkutan,” ujarnya.
Selain Rafael, dalam dua minggu ke depan, Itjen Kemenkeu akan memanggil 69 pegawai yang diduga melakukan pelanggaran integritas serupa.
Sekretaris Jendral Kemenkeu Heru Pambudi menerangkan, pemecatan Rafael sedang dalam proses administrasi dan akan segara disahkan secepat mungkin. Ia menyebut, Rafael tidak akan menerima pensiun bila pelanggaran yang dilakukan dikategorikan sebagai pelanggaran berat.
”
Dugaan penyelewengan
Rafael Alun disebut memiliki afiliasi dengan tujuh perusahaan, yang beberapa di antaranya belum membayar pajak. Direktur Jendral Pajak Kemenkeu Suryo Utomo menerangkan, pihaknya sudah mengeluarkan surat pemeriksaan untuk enam perusahaan dan satu konsultan pajak, yaitu GTA, SKP, PHA, CC, PDA, RR dan SCR.
Perusahaan-perusahaan tersebut diduga berafiliasi dengan Rafael sehingga ada potensi pajak yang harus dibayarkan di dalamnya. Untuk itu, DJP sudah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk memeriksa potensi pajak yang belum dan atau masih harus dibayarkan.
”
Ia menyebut, prosedur ini sudah dijalankan oleh pihaknya. Terakhir saat memeriksa tiga perusahaan yang dimiliki oleh eks Direktur Penghitungan dan Penagihan DJP Angin Prayitno Aji. Angin sendiri ditangkap oleh KPK dan pada persidangan divonis sembilan tahun penjara akibat tindakan rekayasa pajak yang dilakukan.
Kini, DJP sedang fokus untuk memeriksa kepatuhan dari perusahaan-perusahaan tersebut, dan konsultan pajak yang diduga membantu Rafael menyembunyikan kekayaannya. ”Proses tersebut masih berjalan, terkait sumber kekayaan Rafael itu didalami oleh KPK,” ujarnya.
Pengamat tindak pidana pencucian uang (TPPU) Universitas Trisakti, Yenti Garnasih, menjelaskan, KPK tidak perlu menunggu sampai ada unsur pidana yang dilakukan oleh Rafael karena pengusutan bisa masuk lewat kepemilikan harta yang tidak wajar lewat TPPU.
Selain itu, KPK juga bisa mengusut kasus ini berdasarkan transaksi keuangan Rafael yang tidak wajar yang terlihat dari analisis yang sudah dilakukan PPATK sejak 2012. Momen ini juga bisa menjadi saat yang tepat bagi pemerintah dan DPR untuk merumuskan aturan pembuktian kekayaan terbalik, lewat aturan illicit enrichment (kekayaan tidak wajar). Aturan ini akan sangat berguna dalam pembuktian asal-usul kekayaan seseorang saat masuk ke pengadilan nanti.
”KPK mulai mengusut dari hilir lewat transaksi mencurigakan, lalu bisa sampai ke hulu di mana dugaan korupsinya bisa terbukti seperti apa. Illicit enrichment bisa dimasukkan ke UU Tindak Pidana Korupsi,” ujarnya.