Bangkit dan Berkembang dengan Memanfaatkan Ekosistem Digital
UMKM dapat bertahan di tengah pandemi dengan memaksimalkan ekosistem digital dan melakukan inovasi berbagai produk kerajinan tangan.
Pandemi Covid-19 nyatanya tak membuat semua usaha mikro kecil dan menengah atau UMKM terpuruk. Beberapa dari mereka bertahan di tengah pandemi dengan memaksimalkan ekosistem digital dan melakukan inovasi berbagai produk kerajinan tangan.
Salah satu UMKM yang berhasil memanfaatkan ekosistem digital adalah Woodeco Indonesia yang merupakan produsen furnitur kayu. Pemilik Woodeco Indonesia Agung Setiawan mengatakan, penjualannya meningkat setelah melakukan pemasaran di lokapasar.
Agung mulai mendirikan usahanya sejak 2017, omzetnya kala itu hanya Rp 6 juta per tahun. Penjualan produknya meningkat setelah memasarkan produk di Blibli pada akhir 2019, dari yang sebelumnya hanya Rp 6 juta dalam satu tahun menjadi Rp 60 juta.
Omzet tersebut semakin meningkat saat Agung mengekspor produknya melalui Alibaba pada awal 2021. Omzetnya meningkat menjadi Rp 600 juta per tahun.
“Sebelum pakai Alibaba setahun hanya beberapa kali order dan tidak pernah full satu kontainer. Setelah gabung Alibaba, satu tahun bisa empat kali kontainer,” ujar Agung, Kamis (9/3/2023).
Omzet dari usaha yang berlokasi di Daerah Istimewa Yogyakarta itu didominasi dari hasil penjualan ekspor. Agung mengutarakan, 99 persen pendapatannya merupakan hasil ekspor yang dipasarkan melalui Alibaba. Agung dapat mengakses Alibaba karena mendapat program akselerasi ekspor perdagangan melalui sistem elektronik (e-commerce) dari Kementerian Perdagangan.
Adapun produk yang diproduksi Woodeco Indonesia yakni peralatan makan, dekorasi rumah, meja kayu, toiletries, dan pelet kayu yang terbuat dari limbah industri. Produk-produk tersebut telah diekspor ke berbagai negara di antaranya Australia, New Zealand, Jepang, Amerika, Belanda, Jerman, Inggris, Turki, Panama, dan Afrika.
Untuk meningkatkan eksistensi usahanya, Agung mengikuti berbagai jenis pameran. Salah satunya pameran International Handicraft Trade Fair (Inacraft) 2023 di Jakarta Convention Center, Jakarta, 1-5 Maret 2023. Melalui Inacraft ke 23, Woodeco Indonesia mencatat transaksi ekspor ke tiga negara yakni Argentina, Israel, dan Amerika Serikat.
Selama lima hari pameran di Inacraft 2023, Woodeco berhasil mengekspor produknya senilai Rp 394 juta. Pembeli dari berbagai negara tersebut membeli produk talenan dari kayu mahoni dan peralatan makan seperti, piring, mangkok, dan sendok yang terbuat dari kayu jati serta batok kelapa.
“Potensi ekspor di Inacraft 2023 mencapai 394 juta. Sementara penjualan ritel selama 5 hari mencapai Rp 25 juta,” kata Agung.
Lihat juga: Pameran Kerajinan Inacraft 2023
Jepang menjadi negara langganan usahanya mengirimkan tempat perhiasan yang terbuat dari kayu. Agung hanya mengirimkan tempat perhiasan kayu tersebut ke Jepang. Selain karena pasarannya, hanya Jepang yang bisa menghargai karya seninya itu.
Agung bercerita, produknya pertama kali dipasarkan ke Jepang karena Woodeco terpilih dalam program yang dilakukan Kementerian Perdagangan kerja sama dengan Japan External Trade Organization (JETRO). Hingga kini, produk tempat perhiasannya itu masih terus di ekspor ke Jepang.
Agung cukup rajin mengikuti berbagai program yang ditawarkan pemerintah. Woodeco Indonesia merupakan binaan Pertamina sejak 2020. Keuntungan dari pembinaan Pertamina dia gunakan untuk membayar platform Alibaba dengan biaya satu tahun seharga Rp 35 juta.
“Itu spekulasi tinggi dan berhasil untungnya, karena penjualan di Alibaba tidak mudah,” ucap Agung yang berhasil dua kali memenangi lomba UMKM di Pertamina.
Pria kelahiran 1978 itu tak menyangka usahanya bisa tembus mancanegara. Pasalnya, dulu Agung hanyalah tukang parkir di Pasar Niten, Bantul, DI Yogyakarta. Dia menjadi tukang parkir selama sembilan tahun hingga akhirnya bertemu dengan seorang warga negara asing yang mengenalkannya dengan importir.
“Saya diinfokan seorang bule kalau produk kayu banyak peminatnya di luar negeri. Saya nekat saja belajar di internet, coba-coba, dan lihat pameran kemudian inovasi produk,” kata Agung. Dia pun terus melakukan inovasi agar varian produknya semakin banyak dan dapat memenuhi permintaan pasar mancanegara.
Inovasi produk
Pengalaman serupa dialami Wastraloka. Produk yang bahan utamanya menggunakan kaleng dengan desain lukis dikombinasikan kayu dan rotan. Selama ini orang mengenal wastra di kain tradisional, Wastraloka mencoba mengenalkan gaya baru menikmati motif wastra pada beragam produk selain kain.
Pemilik Wastraloka, Eni Anjayani mengungkapkan, pemasaran Wastraloka saat ini sudah masuk ekosistem digital seperti media sosial, lokapasar dalam negeri maupun luar negeri seperti etsy sejak 2019. Pandemi Covid-19 tidak menyurutkan usahanya, justru saat pandemi penjualannya meningkat karena Wastraloka juga mulai memasarkan produknya ke berbagai instansi pemerintahan maupun swasta.
“Kami jadi punya waktu memikirkan banyak strategi karena tidak banyak kegiatan di luar (pameran). Kami jadi kepikiran membuat produk dengan ukuran mini dengan harga yang lebih terjangkau untuk pasar korporat karena sebelumnya tidak konsen ke sana,” kata Eni.
Sementara pameran Inacraft 2023, kata Eni, menjadi ajang untuk mengeluarkan produk baru satu tahun ke depan dan branding produk. Pameran juga dapat memacu untuk berinovasi mengeluarkan produk-produk baru.
“Selama pameran lima hari di Inacraft 2023 transaksi ekspor sekitar Rp 250 juta. Pembeli berasal dari Malaysia, Singapura, dan Chili,” katanya.
Usaha yang dirintis sejak 2017 itu memiliki omzet sekitar Rp 350 juta per bulan. Eni mengungkapkan, pemasarannya saat ini 80 persen didominasi pembeli lokal. Namun, Wastraloka juga telah mengekspor barangnya ke berbagai negara seperti Singapura, Malaysia, Korea, Australia, dan Belanda.
Sementara produk yang telah diekspor seperti teko, rantang, kaleng krupuk, dan berbagai alat dekorasi rumah tangga.
Project Officer Inacraft 2023 sekaligus Sekretaris Asosiasi Eksportir dan Pengusaha Handicraft Indonesia (ASEPHI) Baby Jurmawati Djuri mengatakan, sekitar 200 UMKM yang menjadi anggota ASEPHI sudah melakukan ekspor. Ada UMKM yang sudah berpengalaman ekspor, ada pula yang baru belajar proses ekspor.
Baby mengungkapkan, produk kerajinan berbahan kayu masih menempati urutan tertinggi produk ekspor dibandingkan komoditas lainnya.
“Produk kayu masih diminati di luar negeri. Yang juga sedang ramai adalah textile. Orang luar baru tahu kalau Indonesia memiliki produk tenun ikat. Mereka tahu kalau Indonesia unggul pada produk tersebut,” ucapnya.
Tahun ini, pameran Inacraft diikuti 1118 UKM peserta mengisi 1.200 booth yang terdiri dari 904 anggota ASEPHI, 214 non anggota, dan 61 peserta binaan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian BUMN dan Kementerian Hukum dan HAM, 35 BUMN, dan 255 peserta binaan Dinas atau Dekranasda.
Terdapat 133 peserta kategori eksportir dan siap ekspor yang tersebar dengan tanda khusus di booth masing-masing. Pameran Inacraft menargetkan 170.000 pengunjung dengan target transaksi retail sebesar Rp 145 miliar dengan transaksi ekspor mencapai 12 juta dollar AS.
Ragam produk yang dipamerkan berasal dari tujuh kategori bahan baku yaitu keramik, serat alam, logam, batu-batuan, tekstil, kayu, dan bahan lainnya. Mulai dari batik, traditional textile busana muslim, tenun, songket, sulam, perhiasan dan aksesoris, perlengkapan rumah, barang hias, tas, kado, dan kerajinan lainnya.
Baby menyebutkan, 70 persen anggota ASEPHI sudah masuk ekosistem digital. Namun, tidak semua produk kerajinan sukses secara digital karena karakteristik bahan kerajinan tersebut.
“Kalau harganya di bawah Rp 500.000, masih bisa secara daring, tapi kalau harganya sudah jutaan orang harus melihat langsung kecuali sudah langganan. Tapi tidak semuanya juga bisa seperti itu,” ujarnya.
Potensi ekspor
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, potensi ekspor kerajinan tangan diperkirakan sekitar Rp 11 - 14 triliun pada 2023. Potensi pasar kerajinan pun mulai terdiversifikasi ke pasar nontradisional seperti Afrika hingga Amerika Latin. Di kawasan ASEAN pun berbagai produk kerajinan asal Indonesia cukup memiliki potensi, terlebih pasca pandemi Covid-19.
Peluangnya, kata Bhima, sebagian pengrajin mulai menggunakan teknologi untuk proses produksi, kemasan, dan pemasaran. Jaringan distribusi pun cukup berkembang terutama dengan adanya lokapasar.
Bhima menilai, regenerasi pengrajin menjadi tantangan yang dihadapi pelaku UMKM karena regenerasi harus dipercepat. Di beberapa daerah penghasil, pengusaha kerajinan mulai kehilangan penerus. Pengrajin juga dituntut menjaga kualitas, sehingga peran kontrol kualitas sangat penting agar daya saing produk kerajinan Indonesia semakin meningkat. Tantangan berikutnya lebih berkaitan dengan prosedur ekspor, pajak, dan perizinan.
“Untuk negara tujuan utama ekspor masih didominasi Jepang, Eropa (Inggris dan Belanda), serta kawasan Asean. Contohnya Malaysia itu sangat tertarik produk kandang hias untuk hewan peliharaan,” ucap Bhima.
Pelaku usaha juga perlu membaca ulang perubahan gaya hidup dan selera di negara tujuan utama. Pada saat pandemi, justru banyak kerajinan tangan seperti gerabah laris di pasar Eropa karena adanya pembatasan sosial. Namun, pada saat pandemi mulai longgar muncul tantangan baru soal perubahan target.
“Ini butuh intelijen pasar. Strategi lain adalah mensiasati naiknya biaya logistik dengan mengirimkan produk kerajinan secara sistem bulk atau pengiriman bersama dengan kelompok pengrajin lain yang memiliki tujuan negara yang sama,” katanya.
Baca juga: Inacraft 2022, Momentum Bangkitkan Ekonomi Kreatif Jabar Saat Pandemi