Kolaborasi antarpemegang hak kekayaan intelektual merupakan fenomena yang terus berkembang untuk memperluas pasar ataupun membangun kedekatan dengan konsumen.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
MEDIANA
Usaha minuman nasional Kopi Tuku berkolaborasi dengan Disney Pixar. Kerja sama ini berlangsung satu tahun. Wujudnya adalah aneka suvenir dan minuman.
JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan bisnis berbasis hak kekayaaan intelektual diyakini dapat memperluas pangsa pasar. Cara ini juga akan mampu meningkatkan kedekatan dengan konsumen.
Baru-baru ini, jenama Kopi Tuku merilis aneka produk suvenir hasil kolaborasi dengan Disney Pixar. Sejumlah karakter film yang diproduksi Disney Pixar, seperti Finding Nemo dan Toy Story, ditampilkan dalam merchandise Kopi Tuku yang di antaranya berupa tas dan kaus. Kolaborasi ini juga berwujud produk minuman untuk anak-anak. Produk hasil kolaborasi keduanya bisa dijumpai di 35 gerai Kopi Tuku.
Pendiri Kopi Tuku, Andanu Prasetyo, Minggu (5/3/2023), di Jakarta, mengatakan, tahun ini jenamanya genap berusia delapan tahun. Jenama ini pun berupaya agar tetap relevan dengan konsumen dan lebih kompetitif di industri minuman. Di antaranya melalui kolaborasi.
Proses kolaborasi Kopi Tuku dan Pixar berlangsung satu tahun. Pixar memberi persyaratan kerja sama yang relatif ketat, termasuk standar gizi minuman anak-anak. ”Rasa minuman yang kami racik berusaha menghadirkan narasi dari film Disney Pixar atau pengalaman pelanggan,” imbuh Andanu.
Fenomena kolaborasi kreator ataupun pemegang hak kekayaan intelektual (HKI) seperti itu bukan pertama kali. Pada Februari 2023, produsen souvenir lokal SOVLO Indonesia mengumumkan kerja sama dengan Emoji. Kesepakatan keduanya di tengahi oleh Medialink Group, agen Emoji untuk Asia Tenggara.
Fenomena kolaborasi kreator ataupun pemegang hak kekayaan intelektual (HKI) seperti itu bukan pertama kali.
Mengutip licenseglobal.com, Direktur Pelaksana SOVLO Lidya Valencia menyebutkan, itu merupakan kolaborasi pertama dengan pemegang HKI internasional. CEO Emoji Marco Huesges berharap hasil kolaborasi itu dapat menghadirkan koleksi suvenir yang menyenangkan dengan sentuhan kreativitas seniman Indonesia.
Pada 2022, karakter komik lokal Tahilalats juga berkolaborasi dengan kartun ikonik asal Jepang, Crayon Shinchan. Kolaborasi ini menandai 30 tahun Crayon Shinchan di industri animasi. Produk hasil kolaborasi ini beragam, mulai dari jaket, botol minum, camilan, powerbank, hingga sepatu.
Produksi barang-barang itu melibatkan pemegang HKI lainnya, seperti JetZ, LocknLock, dan Uneed. Akhir pekan lalu, Tahilalats juga membuka gerai makanan-minuman sekaligus tempat jualan suvenir di Jalan Braga, Bandung.
Fenomena seperti itu juga terjadi di tingkat global dan telah lama berkembang. Sebagai contoh, Museum Van Gogh memanfaatkan HKI yang dimiliki ketika bermitra dengan Vans, DHL, dan Casely untuk casing ponsel. Contoh lain, Museum Louvre yang bekerja sama dengan Uniqlo.
Industri ekonomi kreatif masa depan akan semakin berbasis HKI. Oleh karena itu, kepemilikan HKI menjadi sangat penting.
Masa depan
Secara terpisah, Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Muhammad Neil El Himam mengatakan, industri ekonomi kreatif masa depan akan semakin berbasis HKI. Oleh karena itu, kepemilikan HKI menjadi sangat penting.
Apalagi, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 24/2019 tentang Ekonomi Kreatif. PP ini mengatur pembiayaan, pemasaran produk ekonomi kreatif berbasis kekayaan intelektual, dan insentif. Kemenparekraf mendukung dari sisi kemudahan akses pendaftaran dan pembiayaan.
”Juga pembiayaan bisa kami bukakan jalan. Kami menerima beberapa penyedia layanan penggalangan dana melalui pasar modal atau security crowdfunding yang telah bersedia berinvestasi di produk ekonomi kreatif,” ujarnya. Selain akses pendaftaran dan pembiayaan, Kemenparekraf juga memfasilitasi sisi pemasaran. Hal ini, antara lain, dilakukan melalui beberapa agenda kegiatan internasional.
Pengunjung berada di salah satu stan dalam Jakarta International Handicraft Trade Fair (Inacraft) 2023 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (1/3/2023).
Sejauh ini, tiga subsektor ekonomi kreatif konsisten berkontribusi besar terhadap produk domestik bruto, yaitu mode (15 persen), kuliner (41,5 persen), dan kriya (17,7 persen).
Selain berbentuk kolaborasi dengan pemegang HKI asing, sejumlah produk pelaku ekonomi kreatif asal Indonesia juga telah berhasil memikat pembeli dari luar negeri. Baru-baru ini, misalnya, viral kabar pakaian buatan Dressedlikeparents asal Bandung (Jawa Barat) dipakai oleh penyanyi Billie Eilish saat konser World Tour di Los Angeles dan California. Pemerintah melalui Kemenparekraf memfasilitasi akses pendaftaran HKI mereknya.
Menparekraf/Kepala Baparekraf Sandiaga S Uno mengatakan, nilai ekspor produk ekonomi kreatif ditargetkan tembus 26,5 miliar dollar AS pada 2023. Hal ini harus diawali dari inovasi, adaptasi, dan kolaborasi. Ketiganya tidak boleh melupakan perlindungan HKI.
MIS FRANSISKA DEWI
Produk Wastraloka dalam pameran Inacraft 2023, di Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (3/3/2023).
Peneliti Center of Innovation and Digital Economy di Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda, saat dihubungi terpisah, berpendapat, kolaborasi pemegang HKI lokal dan asing bertujuan untuk memperluas pasar. Pemegang HKI asing, seperti Disney dan Sinchan, biasanya telah memiliki pasar cukup besar di Indonesia. Inilah yang dimanfaatkan oleh pemegang HKI lokal.
”Kolaborasi semacam itu juga bertujuan meningkatkan kedekatan hubungan dengan konsumen. Apalagi, jika keduanya melakukan kolaborasi di pasar yang pas. Nilai jual produk mereka semakin naik,” katanya.
Meski demikian, Nailul memandang, kondisi seperti sebenarnya temporer. Tren kolaborasi bisa menurun.
”Tidak akan selamanya kolaborasi sesama pemegang HKI bisa menghasilkan. Ketika orang sudah beli barang hasil kolaborasi satu buah, mereka jarang untuk beli lagi. Ini semacam pembelian karena koleksi bukan kebutuhan,” tuturnya.
Nailul menambahkan, pintu masuk paling berpotensi untuk ekspor produk ekonomi kreatif ke luar negeri adalah melalui kolaborasi antarpemegang HKI. Kedekatan hubungan dengan konsumen bisa naik, tetapi tantangannya adalah kualitas produk jadi.