Faktor pemicu inflasi pada Maret adalah banjir pada area pertanian, kenaikan harga bahan bakar minyak nonsubsidi pada 1 Maret, dan juga momen awal bulan puasa.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan semua pemangku kepentingan ekonomi perlu mewaspadai potensi lonjakan inflasi pada Maret 2023. Sebab, beberapa faktor pemicu inflasi saat ini muncul secara bersamaan. Beberapa faktor itu adalah banjir yang melanda area pertanian, kenaikan harga bahan bakar minyak nonsubsidi per 1 Maret 2023, dan momen awal bulan puasa yang secara historis memicu kenaikan permintaan.
Dihubungi pada Jumat (3/3/2023), Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan, semua pihak perlu mewaspadai potensi lonjakan inflasi pada Maret 2023. Sebab, pada bulan ini banyak faktor pemicu inflasi yang terjadi secara bersamaan.
Ia menjelaskan, faktor pertama adalah fenomena banjir yang menimpa area dan lahan pertanian di sejumlah daerah di Indonesia. Kejadian tersebut bisa mengganggu produksi dan rantai pasok produk pertanian. Hal itu akhirnya akan mendorong kenaikan harga beras dan berbagai produk pertanian lainnya.
”Sektor pangan akan memberikan efek kenaikan inflasi yang cukup signifikan. Bahkan, presiden sampai wanti-wanti agar jangan meremehkan kenaikan harga beras. Ini menjadi indikator kenaikan inflasi,” ujar Ajib.
Selain harga beras, faktor pemicu lain adalah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi mulai awal bulan ini. Mulai 1 Maret 2023, harga pertamax naik dari Rp 12.800 per liter menjadi Rp 13.300 per liter dan pertamax turbo naik dari Rp 14.850 per liter menjadi Rp 15.100 per liter.
Faktor pemicu inflasi lainnya adalah momen bulan puasa pada bulan ini. Bulan puasa secara historis bisa memicu kenaikan konsumsi akibat melonjaknya permintaan. Hal ini ditopang oleh bertambahnya perputaran uang di masyarakat.
Secara statistik historis, lanjut Ajib, perputaran uang tambahan pada momen bulan puasa ini setara dengan 1 persen produk domestik bruto (PDB) sektor swasta dan pemerintah yang nilainya sekitar Rp 150 triliun. ”Putaran uang ini akan meningkatkan permintaan dan cenderung membuat inflasi terdorong naik signifikan,” ujar Ajib.
Karena itu, menurut dia, pemerintah perlu lebih intensif mengendalikan inflasi meskipun sejauh ini inflasi relatif terkendali. Secara bulanan, inflasi pada Februari tercatat sebesar 0,16 persen, sedangkan secara tahunan 5,47 persen.
Ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman, mengatakan, potensi inflasi dari sektor pangan sudah tampak pada Februari 2023. Curah hujan ekstrem di sejumlah daerah menggenangi area pertanian sehingga meningkatkan inflasi. Hal ini tecermin dari posisi beras yang menjadi komoditas pemicu tertinggi inflasi pada bulan Februari 2023, yakni 0,08 persen.
Selain itu, akan ada potensi lonjakan inflasi yang dipicu bulan puasa. Menjelang bulan puasa, perusahaan manufaktur sudah meningkatkan produksi untuk mengantisipasi potensi kenaikan permintaan. Adanya penyaluran tunjangan hari raya (THR) juga mendorong masyarakat untuk berbelanja sehingga memicu inflasi.
Perkiraan ke depan
Faisal memperkirakan pada semester pertama tahun ini inflasi akan ada di kisaran 4-6 persen, masih berada di atas target pengendalian inflasi Bank Indonesia (BI) yang berkisar 2-4 persen.
Kendati demikian, Faisal memperkirakan secara keseluruhan sampai akhir tahun inflasi akan kembali ke sasaran. Inflasi diperkirakan akan menurun mulai September 2023. Penurunan terjadi karena efek perbandingan perhitungan (low based effect) dengan September 2022 yang saat itu jadi momen kenaikan harga BBM. Penurunan inflasi sampai akhir tahun juga akan dipicu oleh makin menurunnya harga komoditas global. Pada akhir 2023, inflasi diperkirakan berada pada posisi 3,6 persen.
Hal senada juga dikemukakan oleh ekonom DBS Group Research, Radhika Rao. Ia memperkirakan inflasi sepanjang tahun ini bisa relatif terkendali. Sampai akhir tahun, ia memperkirakan inflasi pada posisi 3,7 persen.
Direktur Departemen Komunikasi BI Fadjar Majardi mengatakan, pihaknya meyakini inflasi akan kembali ke sasaran, yakni 2-4 persen, pada semester kedua tahun ini. Ia menjelaskan, BI akan memperkuat pengendalian inflasi, termasuk melalui koordinasi dengan pemerintah guna memastikan berlanjutnya penurunan inflasi. ”Termasuk pada periode hari besar keagamaan nasional,” ujar Fadjar.