Undang Tokoh Antikorupsi, Kementerian Keuangan Evaluasi Sistem Pengawasan
Kementerian Keuangan membuka diri untuk menerima masukan, saran, dan kritik untuk perbaikan. Jajaran pegawai di Kementerian Keuangan diminta memetik pelajaran dari kasus yang menjadi perhatian publik belakangan ini.
Oleh
Mis Fransiska Dewi
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Keuangan mengundang beberapa tokoh antikorupsi untuk meminta masukan, saran, dan kritik terkait harta kekayaan tak wajar mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang menjadi sorotan publik. Evaluasi sistem pengawasan hingga langkah kongkret akan ditempuh Kementerian Keuangan.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo seusai diskusi bersama tokoh antikorupsi di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (2/3/2023) malam, mengatakan, diskusi tersebut bertujuan mendapatkan masukan dari para tokoh antikorupsi untuk membuat reformasi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
”Ini adalah salah satu sikap membuka diri. Kami tidak resistan dan melibatkan banyak pihak, termasuk para tokoh antikorupsi. Dalam jangka pendek sedang kami pikirkan apa yang dapat dikolaborasikan dengan berbagai pihak di luar Kementerian Keuangan,” ujar Prastowo.
Dia mengungkapkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani sangat memperhatikan dan mencatat obrolan diskusi tersebut. Menteri Keuangan menginstruksikan kepada jajaran internal Kemenkeu untuk memetik pelajaran dari kasus yang terjadi sekaligus akan berkolaborasi dengan berbagai pihak. Kolaborasi itu antara lain dengan membangun sistem pencegahan korupsi, membangun pelatihan-pelatihan untuk para investigator agar memiliki keterampilan yang lebih baik, dan langkah lainnya.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Alissa Wahid menyampaikan, pertemuan selama 3,5 jam itu untuk memberikan masukan terkait perbaikan sistem pengelolaan informasi, sistem whistle blowing atau pelaporan, dan pengelolaan sumber daya manusia di Kemenkeu.
”Jajaran pimpinan Kemenkeu tidak sambat, justru membuka diri. Menteri Keuangan menyampaikan dalam waktu dekat akan dibicarakan langkah konkret,” ujar Alissa.
Menurut dia, situasi yang terjadi di Kemenkeu saat ini merupakan masalah sistemik bangsa Indonesia dan terjadi tidak hanya di Kemenkeu. Kasus yang terjadi di Kemenkeu akan menjadi pintu masuk untuk memperbaiki sistem secara keseluruhan. Evaluasi terhadap sistem pengawasan, misalnya, menjadi hal paling penting.
”Berangkatnya melalui kasus di Kemenkeu, tapi kami bicara sistem yang lebih besar. Celah ini membuka perubahan yang lebih besar, termasuk kementerian lain. Apalagi, Kemenkeu mengatur keuangan negara. Dampaknya, kementerian dan lembaga lain juga ada,” ujarnya.
Ia pun mengusulkan untuk meninjau ulang regulasi yang ada. Namun, regulasi saja tidak cukup. Cara berpikir penyelenggara negara juga harus diperbaiki. Apa makna menjadi penyelenggara sehingga orang tidak mudah terjebak pada situasi korupsi.
Sosiolog dari Universitas Indonesia, Imam Prasodjo, mengutarakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengekspresikan kesedihan yang luar biasa atas peristiwa yang terjadi. Ia menilai situasi tersebut harus dijadikan entry point atau titik masuk untuk melakukan sebuah perbaikan.
”Budaya untuk menatap ke depan yang lebih baik harus dilakukan. Mudah-mudahan tidak sekadar masukan pemikiran dan konsep, tetapi harus segera dilaksanakan secara komprehensif. Tidak hanya Kemenkeu yang berubah, tetapi bangsa ini” tuturnya.
Imam menambahkan, kasus tersebut akan menjadi momentum bagus untuk melakukan perubahan yang integratif dan partisipatif. Melalui Kemenkeu akan ada perubahan agar hedonisme, kultur pamer, kultur meningkatkan prestise yang bukan haknya, kultur bermegah-megahan, ataupun kultur berebut gelar di kalangan pegawai tidak perlu dilakukan.