Kendaraan Listrik untuk Operasional Pemerintah Diperbanyak
Peralihan kendaraan dinas ke kendaraan listrik harus merupakan konversi dari kendaraan berbahan bakar fosil, sehingga tidak menimbulkan penumpukan kendaraan dinas dan menambah kemacetan.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·2 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Warga mengisi daya mobil listrik di stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) di halaman Kantor PLN Distribusi Jakarta Raya, Jakarta, Senin (6/2/2023). Pemerintah sedang menggodok skema pemberian subsidi sepeda motor dan mobil listrik agar tepat guna dan tepat sasaran.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah terus mengadopsi kendaraan listrik sebagai kendaraan operasional. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi siap menggunakan 17 mobil listrik berbasis baterai untuk operasional dinas.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, mengemukakan, pengadaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) akan bertahap dan digunakan oleh menteri, sekretaris kementerian koordinator (Sesmenko), deputi, serta kendaraan operasional masing-masing unit kerja di kementerian tersebut.
Sejumlah 17 kendaraan listrik itu meliputi tujuh unit Toyota bZ4X dan enam unit Wuling Air EV. Pengadaan itu melalui kerja sama dengan PT Toyota Astra Motors dan PT SGMW Motor Indonesia (Wuling).
“Ini merupakan langkah nyata bahwa pemerintah sangat serius mendorong adopsi kendaraan listrik di Indonesia,” tegas Luhut, dalam keterangan pers, pada acara “Peresmian Mobil Listrik sebagai Kendaraan Operasional di Kemenko Maritim dan Investasi,” Kamis (2/3/2023).
Penggunaan KBLBB merupakan implementasi dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Luhut menambahkan, penggunaan kendaraan listrik akan berkontribusi pada pengurangan jejak karbon. Sektor transportasi di Indonesia menyumbang sebesar 47 persen dari polusi udara, serta berkontribusi terhadap polusi yang meningkat hingga 70 persen untuk wilayah perkotaan. Di sisi lain, tingginya konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di sektor transportasi menjadi kendala pemerintah dalam mengalokasikan subsidi.
Pemerintah Indonesia telah menargetkan pengurangan 41 persen jejak karbon pada tahun 2030 dan target nol emisi karbon pada tahun 2060. “Niat, tekad, dan komitmen yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan dibutuhkan, baik dari pemerintah maupun dari seluruh lapisan masyarakat, agar penggunaan KBLBB dapat segera dioptimalkan,” ujarnya.
Dalam dua tahun terakhir, peningkatan investasi dan produksi KBLBB dinilai cukup signifikan, baik roda dua, roda empat atau lebih, beserta industri penunjang lain. “Investasi dan produksi ini tentunya harus dibarengi dengan aspek peningkatan penggunaan KBLBB, yang akan mendorong tumbuh dan berkembangnya ekosistem serta industri KBLBB yang tangguh di dalam negeri,” kata Luhut.
Secara terpisah, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengemukakan, penggunaan kendaraan listrik mulai diadopsi di instansi pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Meski demikian, pemakaian kendaraan itu dinilai tidak mendesak di lingkup pemerintah daerah, apalagi yang wilayahnya masih kesulitan listrik.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Produk catu daya untuk kendaraan listrik dalam pameran teknologi energi hijau Solartech Indonesia 2023 yang berlangsung di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (2/3/2023). Pameran yang diselenggarakan 2-4 Maret 2023 tersebut diikuti lebih dari 400 peserta dari sejumlah negara. Beragam produk teknologi ramah lingkungan yang ditampikan antara lain panel surya, mesin dan bahan panel surya, baterai, lampu LED, internet of things (IoT) rumah tangga serta komponen listrik dan teknologi ramah lingkungan lainnya.
Peralihan kendaraan dinas ke kendaraan listrik harus merupakan konversi dari kendaraan berbahan bakar fosil, sehingga tidak menimbulkan penumpukan kendaraan dinas dan menambah kemacetan.
“Penggunaan kendaraan listrik bukan untuk gaya-gayaan. Penggunaannya harus mampu menciptakan efisiensi dana operasional,” katanya.
Menurut Djoko, upaya menekan emisi karbon akan lebih efektif melalui penambahan transportasi publik berbasis listrik. Penambahan transportasi publik berbasis kendaraan listrik dinilai tidak hanya menekan emisi karbon, tetapi juga menurunkan angka inflasi di daerah. Sekitar 10 persen dari kenaikan inflasi di daerah dinilai bersumber dari penggunaan transportasi berbasis bahan bakar minyak.
Ia juga menyoroti pemberian insentif dari pemerintah untuk kendaraan listrik akan lebih tepat jika dialihkan untuk perbaikan transportasi publik dan penambahan transportasi umum berbasis kendaraan listrik pada wilayah perkotaan.
“Transportasi publik berbasis listrik menjadi kunci menekan emisi, mengurangi kemcaten, dan menekan inflasi,” kata Djoko.