Pensiun Dini PLTU Coba Dihindari dengan Penggunaan Biomassa
PLN Nusantara Power (PNP) tengah melakukan studi untuk bisa mengganti sepenuhnya batubara dengan biomassa pada PLTU Paiton di Probolinggo, Jawa Timur. Itu guna menghindari pengakhiran dini operasi PLTU.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Pelet biomassa yang siap digunakan
JAKARTA, KOMPAS — Pengakhiran dini operasi pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU berbasis batubara menghadapi tantangan, seperti kepastian pendanaan hingga terbatasnya lahan jika hendak digantikan tenaga surya. Salah satu langkah jangka pendek yang ditempuh ialah mencoba mengganti batubara sepenuhnya dengan biomassa, yang dicoba di PLTU Paiton.
Direktur Utama PLN Nusantara Power (PNP), perusahaan sub-holding PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Ruly Firmansyah mengatakan, PLTU Paiton di Probolinggo, Jawa Timur, dalam 2-3 tahun ke depan sebenarnya sudah harus dipensiunkan. Namun, untuk menggantinya dengan panel surya (pembangkit listrik tenaga surya) akan memerlukan lahan yang sangat luas. Sementara mencari tanah di Pulau Jawa sudah sangat sulit.
Oleh karena itu, sebagai langkah antara dalam transisi energi, metode co-firing atau pencampuran batubara dan biomassa dipacu. Menurut data PNP, sejak Juni 2020 hingga akhir 2022 sudah ada 20 PLTU batubara yang melaksanakan uji co-firing biomassa. Sebanyak 15 di antaranya sudah memanfaatkan co-firing untuk operasi komersial.
Untuk PLTU-PLTU berkapasitas lebih dari 100 megawatt (MW), tingkat biomassa berkisar 5-10 persen. Salah satunya ialah PLTU Paiton dengan kapasitas 2 x 400 MW, dengan persentase biomassa (pelet dan serbuk kayu) sebesar 5 persen.
Sementara tiga PTLU ukuran kecil sudah 100 persen menggunakan biomassa. Ketiganya ialah PLTU Bolok (2 x 16,5 MW) dan PLTU Bangka (2 x 30 MW) yang menggunakan wood chips, dan PLTU Tembilahan (2 x 7 MW), menggunakan cangkang sawit.
”(Biomassa 100 persen) untuk PLTU di atas 100 MW harus ada penelitian lebih lanjut. Kami mencoba itu di PLTU Paiton. Nanti akan jadi main-firing, bukan lagi co-firing,” kata Ruly di sela-sela bincang tentang peluang dan risiko transformasi usaha ketenagalistrikan menuju industri ramah lingkungan, yang digelar Asosiasi Proteksi Energi, di Jakarta, Rabu (1/3/2023).
Studi penggunaan 100 persen biomassa di PLTU Paiton dilakukan agar PLTU tersebut tidak dipensiunkan dini. Dengan demikian, nantinya diharapkan penurunan emisi dapat tercapai dan kebutuhan listrik di Pulau Jawa tetap terpenuhi tanpa harus memensiundinikan PLTU.
Menurut dia, diskusi terkait hal itu sudah mulai dilakukan dengan Kementerian Keuangan. ”Kami uji coba dulu. Begitu bisa (berhasil) dan terjadi penurunan emisi sekian (ton CO2), kami akan lapor. Dengan begitu, nantinya PLTU bisa tetap operasi dan (tingkat) emisi juga menurun,” ucap Ruly.
PLTU Paiton, imbuh Ruly, memang menjadi salah satu PLTU yang masuk rencana pengakhiran dini operasi selain PLTU Pacitan, PLTU Palabuhan Ratu, PLTU Cirebon-1, dan PLTU Suralaya.
SEVP Manajemen Risiko PT Perusahaan listrik Negara (Persero) Gong Matua Hasibuan, dalam acara yang sama, mengatakan, PLN berkomitmen dalam menjalankan misi-misi pemerintah untuk mencapai emisi nol bersih (NZE) pada 2060. Namun, ketersediaan dan keandalan (reliability), keterjangkauan (affordability), serta keberlanjutan (sustainable) bisnis akan selalu menjadi pertimbangan.
Saat ini, imbuh Gong, energi terbarukan masih relatif mahal, sedangkan kemampuan masyarakat untuk itu tampak belum siap. Itu merujuk pada listrik yang dihasilkan kini, 50-60 persen, berasal dari batubara. Sementara harga batubara kebutuhan dalam negeri diberi batas atas (cap) pemerintah menjadi hanya 70 dollar AS per ton. Begitu juga harga gas untuk PLN yang di-cap.
Sejak 2017, penyesuaian tarif listrik pun kerap menjadi dilema. ”Lantaran tarif tidak bisa naik saat ongkos produksi naik, maka selisihnya ditanggung negara. Tahun kemarin (2022), PLN menerima subsidi dan kompensasi tidak kurang dari Rp 135 triliun. Tahun 2023, angkanya melonjak ke Rp 167 triliun,” ujar Gong.
Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ida Nuryatin Finahari mengemukakan, dalam percepatan pengembangan energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan, sudah ada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030. Tertuang target pembangunan pembangkit energi terbarukan sebesar 20,9 gigawatt (GW) atau sebesar 51,6 persen.
”Itu yang kami kawal agar (pengembangan) bisa berjalan sesuai dengan RUPTL yang sudah ditetapkan Menteri ESDM. Kalau sekarang ada berbagai kendala yang dihadapi, kami fasilitasi untuk diselesaikan bersama. Kita berharap harga energi terbarukan semakin kompetitif dan (untuk mendukung itu) kita sudah punya Perpres Nomor 112 Tahun 2022,” katanya.
Ida mengatakan, kondisi overkapasitas atau oversupply (pasokan listrik berlebih) memang menjadi tantangan. Namun, menurut dia, hal tersebut tidak perlu ditangisi. Saat ini justru terbuka kesempatan untuk bisa mempercepat transisi energi. Ia pun mendorong pengembangan energi terbarukan bisa dimulai dari setiap badan usaha.
”IPP (independent power producer) maupun PLN bisa memulainya dengan investasi-investasi (energi terbarukan) yang minimalis, seperti dengan retrofit, seperti co-firing. Kalau nantinya akan memengaruhi harga atau BPP (biaya pokok penyediaan), barangkali nantinya bisa kami upayakan untuk diakomodasi dalam perpanjangan PJBL (perjanjian jual beli listrik),” ujarnya.