Masih Diinvestigasi, Kemenkeu Tolak Pengunduran Diri Rafael
Kementerian Keuangan menolak pengunduran diri Rafael Alun Trisambodo karena masih dalam proses investigasi di internal inspektorat. Dari profil risiko Itjen Kemenkeu, Rafael digolongkan 'merah'.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kementerian Keuangan tegas menolak pengunduran diri Rafael Alun Trisambodo karena yang bersangkutan masih dalam proses pemeriksaan di inspektorat jendral. Berdasarkan informasi inspektorat, Rafael dikategorikan sebagai pegawai dengan risiko tinggi melakukan fraud atau penyelewengan, sehingga penyelidikan akan dilakukan menyeluruh.
Dalam keterangan pers di Gedung Radius Prawiro, Rabu (1/3/2023), Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, menerangkan pihaknya sudah menerima surat pengunduran diri dari Rafael Alun Trisambodo (RAT) tertanggal 24 Februari 2023, dan diterima di sekretariat Direktorat Jendral Pajak (DJP) pada 27 Februari 2023. Meskipun demikian, pengunduran diri tersebut ditolak karena yang bersangkutan sedang dalam pemeriksaan di Inspektorat Jendral (Itjen) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait asal usul kekayaan yang dinilai tidak wajar.
“Pengunduran dirinya kami tolak, karena berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11/2017 diubah dengan PP 17/2020 tentang Manajemen PNS, bila seorang pegawai pemerintah sedang dalam pemeriksaan ia tidak dapat mengundurkan diri,” ucapnya.
Dengan ditolaknya pengunduran diri tersebut, Itjen Kemenkeu akan melanjutkan pemeriksaan terkait permasalahan kepemilikan dan asal usul harta Rafael. Suahasil menjelaskan, pihaknya sudah meminta klarifikasi RAT, terkait kepemilikan beberapa benda mewah seperti Mobil Jeep Rubicon, dan motor merek Harley Davidson, Yamaha, dan BMW. Rafael pun mengaku benda-benda tersebut bukanlah miliknya.
Terlepas dari pernyataan tersebut, Tim Itjen Kemenkeu tetap akan melanjukan penyelidikan lebih mendalam. Beberapa hal akan diperiksa, seperti meminta bukti kepemilikan dan status kendaraan yang dimiliki, mencari dugaan harta yang belum dilaporkan, serta mencocokkan profil kerja dan jabatan Rafael dengan jumlah Surat Pemberitahuan (SPT) pembayaran pajak yang dilaporkan.
Tim juga akan menyelediki dugaan kepemilikan harta yang tidak tercantum di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) seperti, properti, kendaraan, dan tas mewah. Selain Rafael, Kemenkeu juga akan memeriksa pegawai Dirjen Bea dan Cukai, Eko Darmanto (ED), terkait masalah serupa yaitu kepemilikan dan pamer harta yang tidak wajar.
“Ia mengaku mobil Rubicon, Yamaha, BMW bukan miliknya tapi punya kakaknya, dan yang lain-lain punya menantunya. Untuk pak ED kita minta Dirjen Bea Cukai untuk mencopot yang bersangkutan dari tugas dan jabatannya,” ujar Nazara.
Dari hasil analisis profil resiko Itjen, yang bersangkutan (Rafael) itu 'merah'
Inspektur Jendral (Irjen) Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh mengatakan pihaknya membentuk tiga tim khusus untuk menangani perkara ini. Tim pertama untuk pemeriksaan lapangan, tim kedua menelusuri harta kekayaan, dan ketiga bertugas menginvestigasi apakah ada tindakan penipuan atau fraud dalam pengumpulan kekayaan Rafael.
Selain itu, Itjen Kemenkeu menggunakan pendekatan profil risiko dalam menganalisis harta kekayaan Rafael. Sistem identifikasi profil risiko ini adalah sistem yang mengkategorikan pegawai Kemenkeu yang dinilai melanggar aturan kepegawaian salah satunya harta kekayaan yang tidak sesuai dengan LHKPN.
Profil risiko didasarkan pada ketidakcocokan harta pegawai dengan yang dilaporkan, serta adanya Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM) pegawai berdasarkan laporan yang masuk dari Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Dari data profil risiko kami, Rafael ini memang digolongkan ’merah’ atau punya risiko tinggi (penyelewengan). Kita tidak kecolongan ya, karena proses kan berjalan terus. Investigasi masih dilakukan dan hasilnya nanti kami beritahu, masih berjalan,” ujarnya.
Celah korupsi
Upaya memperkaya diri pegawai pajak dengan cara koruptif, kerap terjadi karena masih tingginya interaksi antara petugas pajak dan wajib pajak. Pertemuan ini rentan disalahgunakan karena beresiko menjadi tempat kongkalikong rekayasa nilai pajak.
Yang paling baru, kasus suap yang melibatkan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP Angin Prayitno yang divonis 9 tahun karena menerima gratifikasi dari PT Gunung Madu Plantations, PT Jhonlin Baratama, dan PT Bank Pan Indonesia (Bank Panin) sejumlah Rp 14,6 miliar. Angin terbukti merekayasa laporan pajak tiga perusahaan itu. (Kompas.id, 4/2/2022)
Direktur Jendral Pajak Kemenkeu Suryo Utomo menyebut, celah ini memang harus ditutup agar permainan kotor antara petugas penagih pajak dan wajib pajak bisa diberantas. Untuk itu, pertemuan antara petugas dan wajib pajak harus diminimalkan. DJP pun sedang membangun sistem administrasi pajak berbasis digital untuk mengantisipasi hal tersebut, salah satunya melalui sistem CoreTax yang kini masih dalam proses pengembangan.
“Kita perlu reformasi administrasi perpajakan menjadi digital agar celah seperti ini ditutup. Harapannya semua digital, dan Inshallah nanti interaksi antara petugas dan wajib pajak bisa dikurangi,” ujarnya.