Kepercayaan Masyarakat pada Institusi Pajak Bisa Tergerus
Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) pejabat perlu dilihat kembali apakah sesuai dengan kenyataannya atau tidak. Perlu ada sistem pengawasan yang dibangun bersama Inspektorat Jenderal Kemenkeu dan KPK.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sorotan publik akan gaya hidup mewah keluarga pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dapat menggerus kepercayaan masyarakat, baik pada institusi maupun reformasi perpajakan. Pembenahan serius perlu dilakukan. Sementara Menteri Keuangan mengatakan, selama ini penelitian dan investigasi sebenarnya telah dilakukan.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan, yang dihubungi pada Jumat (24/2/2023), mengatakan, sorotan publik terhadap kasus gaya hidup mewah keluarga pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan bisa berdampak besar pada upaya reformasi pajak secara keseluruhan. Sebelumnya, sudah keluar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
”(UU) itu, kan, upaya untuk meningkatkan kinerja Ditjen Pajak untuk menambah pendapatan negara. Namun, dengan adanya kasus semacam ini orang menjadi berpikir kembali bahwa reformasi perpajakan masih stagnan. Kemarin-kemarin dikatakan reformasi sistemik, termasuk karakter pegawai pajak bersih, dan lainnya, tetapi dengan ini menjadi bertolak belakang,” katanya.
Misbah menambahkan, mengenai kejujuran terkait Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN), perlu dilihat kembali apakah sesuai dengan kenyataannya atau tidak. Pasalnya, dengan kejadian terkait Rafael Alun Trisambodo, pejabat di Ditjen Pajak Kemenkeu, orang menjadi bertanya-tanya karena ada beberapa harta yang ternyata belum dilaporkan.
”Itu menjadi pertanyaan publik bahwa apa yang dilaporkan bukan sebenarnya. Itu juga mendegradasi kepercayaan masyarakat terhadap institusi pajak dan reformasi perpajakan yang sedang dijalankan Kemenkeu,” ujarnya.
Berdasarkan dokumen dalam LHKPN KPK, diketahui bahwa dalam laporan Rafael Alun Trisambodo tahun 2021, dengan jabatan kepala bagian umum, total kekayaannya Rp 56.104.350.289. Tanggal penyampaian laporan tersebut 17 Februari 2022 dengan jenis laporan periodik 2021.
Misbah menambahkan, yang perlu dilakukan pemerintah atau Kemenkeu ialah dengan melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap pegawai-pegawai, terutama di Ditjen Pajak. ”(Pejabat) didorong mengisi LHKPN dengan benar, lalu dilacak. Jadi, ditelusuri apakah laporan itu benar atau tidak. Inspektorat Jenderal Kemenkeu dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sudah harus membangun sistem pengawasan bagi kekayaan pejabat yang terindikasi memiliki kekayaan jumbo,” ucapnya.
Hal itu, lanjut Misbah, tak perlu semua mengingat jumlahnya ribuan. Ia mencontohkan, Inspektorat Jenderal Kemenkeu bisa melakukan uji petik. Artinya, yang terlihat potensi saldo jumbo dan ada ketidakwajaran dilacak. Sanksi tegas pun perlu diberikan saat ada yang melanggar atau tak melaporkan agar ada efek jera.
Penguatan itu penting sehingga LHKPN benar-benar menjadi dokumen yang diperuntukkan bagi pemberantasan korupsi. Selama ini LHKPN terkesan sebatas administrasi tanpa diketahui benar atau tidak, atau ada pemalsuan atau tidak.
”Baru setelah ada kasus, semuanya menjadi reaktif. Kemenkeu reaktif, KPK nya juga. Padahal, indikasi-indikasi kecurangan sudah cukup lama dicurigai,” kata Misbah.
Di samping itu, Misbah menilai perlu ada peninjauan kembali (review) pada Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Ditjen Pajak. Di situ, ada kesenjangan luar biasa antara Kemenkeu, terutama Ditjen Pajak, dan kementerian-kementerian lain. Ini penting agar tak menimbulkan kecemburuan.
Sebelumnya, dalam konferensi pers Jumat (24/2/2023) pagi, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa tidak benar pihaknya baru menelusuri hal itu setelah ada kasus. Menurut dia, selama ini, Kemenkeu juga telah melakukan investigasi.
”Lalu kenapa tidak dilakukan tindakan, apakah ada kesulitan atau kelemahan kami mencari bukti, atau faktor lainnya, itu yang akan kami teliti. Jadi, sebetulnya kami sudah menindak, tetapi kenapa tak muncul langkah korektif? ini yang jadi fokus kami,” ucap Sri Mulyani.
Sri Mulyani pun berharap masyarakat turut membantu. ”Tolong sampaikan kepada kami jika ada mereka-mereka yang ditengarai, tidak cuma memiliki gaya hidup hedonik, tetapi juga sumber-sumber kekayaannya di pertanyakan. (Informasi dari masyarakat) akan menjadi salah satu langkah awal bagi kami untuk menginvestigasi,” ujarnya.