Kebijakan hilirisasi mineral, seperti nikel, bauksit, dan tembaga, perlu dilihat sebagai bagian dari kesatuan ekosistem dalam menumbuhkan industri bernilai tambah di dalam negeri termasuk industri kendaraan listrik.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
KOMPAS/ARIS PRASETYO
Ilustrasi smelter
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan hilirisasi mineral, seperti nikel, bauksit, dan tembaga, perlu dilihat sebagai bagian dari kesatuan ekosistem dalam menumbuhkan industri bernilai tambah di dalam negeri, termasuk industri kendaraan listrik. Seiring itu, insentif pun disiapkan guna menaikkan permintaan sepeda motor dan mobil listrik.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto dalam Energy & Mining Outlook 2023 yang digelar CNBC Indonesia secara hibrida, Kamis (23/2/2023), mengatakan, kebijakan hilirisasi perlu dilihat sebagai satu ekosistem, bukan lagi komoditas per komoditas.
Dengan demikian, kata Seto, peningkatan nilai tambah dari mineral, lewat larangan ekspor, perlu diintegrasikan dengan kesiapan industri pemakainya. Misalnya, pada kendaraan listrik atau transisi energi terbarukan. Apabila hendak membangun pabrik baterai, baik cell maupun pack, misalnya, harus dipastikan pengguna akhirnya, yakni mobil atau sepeda motor listrik.
”Untuk menarik mereka (industri otomotif) masuk ke Indonesia, permintaan dalam negeri juga harus ditumbuhkan. Artinya, transisi dari mesin combustion ke kendaraan listrik harus dipercepat. Untuk sepeda motor listrik kami kasih insentif Rp 7 juta. Sementara mobil listrik sedang kami godok, PPN (Pajak Pertambahan Nilai) diturunkan dari 11 persen ke 1 persen,” kata Seto.
Menurut Seto, saat ini negosiasi dengan perusahaan otomotif asal Amerika Serikat, Tesla, masih berjalan. Sementara negosiasi dengan BYD Automobile, perusahaan otomotif asal China, masih dalam tahap awal.
”Namun, kalau mereka masuk (investasi di Indonesia), dapat dibayangkan berapa banyak komponen yang harus dibangun. Kita akan bisa menghitung permintaan terhadap timah, aluminium, dan nikel seperti apa. Jadi, berpikirnya tidak boleh lagi hanya insentif ke masing-masing komoditas untuk hilirisasi. Namun, ekosistemnya yang harus kita bentuk,” ucap Seto.
Bijih nikel, yang menjadi salah satu bahan baku baterai, telah dilarang untuk ekspor sejak 2020. Sementara ekspor bijih bauksit, yang akan diolah menjadi smelter grade alumina hingga nantinya menjadi aluminium, sudah diumumkan distop per Juni 2023. Pemerintah juga berkali-kali menyampaikan akan menerapkan hal serupa pada komoditas lainnya, seperti tembaga.
Ketentuan pelarangan ekspor tersebut sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009, yang diubah dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Mineral logam mesti diolah atau dimurnikan di dalam negeri dalam rangka peningkatan nilai tambah.
Seto menambahkan, kunci sukses hilirisasi lainnya adalah konsistensi kebijakan. ”Berkaca ke nikel, sebelum akhirnya (larangan ekspor) diterapkan, ada lobi-lobi, bahkan sempat mundur. Namun, semenjak 2020, lebih konsisten dan hasilnya luar biasa. Juga penting melihat karakteristik (komoditasnya) dan kebijakan industrinya (untuk kurangi impor) agar harga bisa kompetitif,” katanya.
Terkait timah, Seto menuturkan, pihaknya terus mendorong agar pertambangan-pertambangan ilegal bisa semakin diatasi. Pasalnya, pertambangan yang bertanggung jawab juga akan berpengaruh pada calon investor penggunanya. Pada nikel contohnya, sejumlah perusahaan otomotif melacak dari mana asal komponennya sehingga penambangan bertanggung jawab dan berkelanjutan harus dapat dipastikan lebih dulu.
Kepastian hulu-hilir
Kepala Balai Besar Pengujian Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Julian Ambassadur Shiddiq menuturkan, dalam hilirisasi, fungsi Kementerian ESDM ada pada tier 1 dan 2. Sementara tier 3 dan 4 berkaitan dengan bagaimana mengembangkan ekosistem industri di bagian hilir.
Oleh karena itu, imbuh Julian, rencana bersama perlu dirancang guna memastikan rantai pasok mulai dari tambang hingga industri di hilir, termasuk hingga pengguna, bisa berjalan. "Perlu ada kesinambungan dan koordinasi antarlembaga negara dalam menerapkan kebijakan, agar tercipta ekosistem industri yang lengkap, dari hulu ke hilir," katanya.
Menurut Julian, saat ini pihaknya tengah melakukan simulasi bagaimana proses hilirisasi pada bauksit menjadi aluminium berjalan. "Kami sudah dapatkan hitungan. Seumpama kita mengembangkan dari bauksit hingga logam aluminium, penyerapan tenaga kerja bisa meningkat 17 kali dan pendapatan negara bisa meningkat 5 kali," ucapnya.
VINA OKTAVIA
Rombongan tur mobil listrik dari Jakarta menuju Jambi yang digelar Kementerian Perhubungan tiba di Bandar Lampung, Senin (17/1/2022).
Direktur Utama PT Timah Tbk Achmad Ardianto mengatakan, yang dilakukan pihaknya dalam hilirisasi yakni menyiapkan hulu yang sehat untuk sustainability dalam rangka masuk ke hilir. Adapun sejak 2008, PT Timah sudah masuk ke tier 2 (timah solder dan timah chemical). Adapun tier 1 ialah timah ingot atau timah murni batangan.
Selain itu, PT Timah juga menyiapkan ekspansi dengan meningkatkan hubungan dengan partner strategis. "Tujuan akhirnya adalah meningkatkan volume, sehingga kami menyerap timah murni lebih banyak lagi di dalam negeri. Jadi, lebih banyak lagi produk-produk hilir," ucap Achmad.
Namun, menurut Achmad, upaya hilirisasi timah tersebut juga akan bergantung dari kebijakan pemerintah. "Kalau pemerintah menginginkan sudden stop (terkait ekspor), tentu akan berat. Tapi jika pemerintah menerapkan staging (tahapan) yang tepat, tentu akan sangat memungkinkan. Menurut saya itu opsi yang paling tepat," kata Achmad.
Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, Lukman Hakim, dihubungi dari Jakarta, Kamis, mengatakan, kemudahan dan kenyamanan terhadap investor dalam membangun industri di Indonesia harus dipastikan pemerintah. Di Indonesia, hal-hal seperti, termasuk birokrasi kerap kali menjadi kendala.
Dalam mendukung hilirisasi mineral, antara lain untuk pengembangan industri otomotif, perlu dibangun kawasan dengan jaminan supply chain (rantai pasok). ”Harus sudah ada kawasan-kawasan industri yang terbentuk dan terus didukung. Juga terus membuka sinergi, sehingga segalanya bisa terintegrasi,” katanya.