Pemerintah akan menaikkan batas atas harga kendaraan hemat energi atau LCGC. Langkah itu dilatarbelakangi oleh inflasi dan kenaikan bahan baku mobil, seperti logam, plastik, dan karet.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Pengunjung memadati arena pameran otomotif Indonesia International Motor Show pada hari terakhir pelaksanaannya di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (29/9/2013).
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berencana menaikkan harga batas atas mobil hemat energi (low cost green car/LCGC) sebesar Rp 5 juta seiring dengan kenaikan harga bahan baku. Meski demikian, pelaku industri otomotif belum tentu akan langsung meningkatkan harga jual produknya lantaran pasar mobil tersebut sensitif terhadap perubahan harga.
Nilai jual maksimal kendaraan bermotor hemat energi dan harga terjangkau (KBH2) atau LCGC tertera dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 36 Tahun 2021 tentang Kendaraan Bermotor Roda Empat Emisi Karbon Rendah. Pasal 4 peraturan itu menyebutkan, KBH2 memiliki motor bakar cetus api dengan kapasitas isi silinder hingga 1.200 mililiter (cc) atau motor bakar nyala kompresi (diesel) dengan kapasitas isi silinder hingga 1.500 cc. Harga jual paling tinggi KBH2 sebesar Rp 135 juta.
Kepala Subdirektorat Industri Alat Transportasi Darat Direktorat Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian Dodiet Prasetyo mengatakan, harga itu akan dinaikkan sebesar Rp 5 juta. ”Kenaikan harga (batas atas itu) dilatarbelakangi oleh inflasi dan kenaikan harga bahan baku mobil, seperti logam, plastik, dan karet,” ujarnya saat ditemui setelah diskusi yang digelar Forum Wartawan Industri di Jakarta, Kamis (23/2/2023).
Terkait rencana kenaikan angka batas atas KBH2 tersebut, Direktur Pemasaran PT Toyota Astra Motor Anton Jimmy Suwandi mengatakan, harga jual mobil tidak akan serta-merta naik. Sebab, pangsa pasar KBH2 merupakan kelompok yang sensitif terhadap kenaikan harga.
Kelompok tersebut, kata Anton, mementingkan harga sebagai pertimbangan dalam membeli mobil. ”Misalnya, seseorang sudah menetapkan budget untuk membeli mobil seharga Rp 200 juta, kemudian dia akan melihat opsi mobil-mobilnya dan baru membandingkan komponennya,” ujarnya.
Anton menambahkan, segmen pasar Toyota berorientasi pada mobil-mobil dengan harga di bawah Rp 300 juta per unit. Mobil tersebut berukuran relatif sedang dengan kapasitas isi silinder rendah.
Dalam menyalurkan pinjaman untuk pembelian kendaraan roda empat di tingkat konsumen, Direktur Operasional PT Toyota Astra Financial Services Devy Santoso mengharapkan suku bunga acuan Bank Indonesia di 4,75 persen. ”Sebanyak 67 persen piutang (digunakan untuk) konsumsi. Sebanyak 43 persen dari angka itu untuk kendaraan roda empat,” katanya.
Target produksi
Dodiet menyebutkan, target produksi kendaraan roda empat sepanjang 2023 dapat menembus angka 1,6 juta unit. Sepanjang tahun 2022, produksinya berkisar 1,5 juta unit kendaraan. Dia menilai, angka itu sejalan dengan target produksi 2 juta unit mobil pada 2025. Guna mendorong penjualan hasil produksi tersebut, pemerintah sedang memperluas pasar ekspor ke Asia dan wilayah Amerika Latin.
KOMPAS/M PASCHALIA JUDITH J
Kepala Subdirektorat Industri Alat Transportasi Darat Direktorat Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian Dodiet Prasetyo (kiri), Direktur Pemasaran PT Toyota Astra Motor Anton Jimmy Suwandi (kedua dari kiri), dan Direktur Operasional PT Toyota Astra Financial Services Devy Santoso (kedua dari kanan) dalam diskusi yang diadakan Forum Wartawan Industri di Jakarta, Kamis (23/2/2023).
Badan Pusat Statistik mendata, pertumbuhan ekspor kendaraan bermotor roda empat atau lebih pada Januari 2023 sebesar 2,35 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Nilai ekspornya mencapai 603,76 juta dollar AS. Jika dibandingkan dengan Januari 2022, pertumbuhan ekspornya mencapai 75,55 persen.
Di pasar dalam negeri, Dodiet mengatakan, masih ada peluang dari rasio kepemilikan mobil yang saat ini tergolong rendah. Untuk mendongkrak penjualan ke masyarakat, dia berharap pelaku industri otomotif berinovasi dalam menyediakan variasi mobil berdasarkan rentang harga.
Di pasar dalam negeri masih ada peluang dari rasio kepemilikan mobil yang saat ini tergolong rendah.
Dia mengilustrasikan, ada mobil dengan harga pasaran Rp 300 juta, Rp 400 juta, Rp 500 juta, hingga Rp 700 juta. Dari sisi pembiayaan, dia berharap tersedia fasilitas bunga rendah atau tetap.
Meskipun belum dapat menyebutkan angka pertumbuhan produksi, Anton optimistis ada tren yang positif. Hal itu berdasarkan penjualan mobil pada Januari 2023 yang mencapai 90.000 unit. Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, penjualan mobil pada Januari biasanya 70.000-80.000 unit.
Dia menambahkan, perusahaan menargetkan pertumbuhan ekspor sepanjang tahun 2023 dapat naik 5 persen dari 300.000 unit pada 2022. ”Kami juga terus mengamati tren secara rutin untuk memahami preferensi konsumen. Tanpa ada modifikasi teknologi, baik di keamanan maupun entertainment, pasar akan susah menerima (produk),” ujarnya.