Lewat Perpres, Daerah Diberi Kewenangan Kelola Energi Terbarukan
Dengan kewenangan tersebut, pemerintah daerah akan lebih leluasa mengembangkan energi terbarukan di wilayah masing-masing. Adanya payung hukum akan memberikan kepastian dalam hal penganggaran dan pelaksanaan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Pelet biomassa yang siap digunakan.
JAKARTA, KOMPAS — Capaian energi terbarukan yang belum optimal di antaranya disebabkan selama ini belum adanya dukungan pemerintah daerah provinsi karena tak memiliki kewenangan akan hal itu. Dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2023, ada pembagian kewenangan sehingga diharapkan daerah untuk lebih leluasa dan berani untuk turut terlibat.
Pengaturan kewenangan itu diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Urusan Pemerintahan Konkuren Tambahan di Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Subbidang Energi Terbarukan. Perpres tersebut diundangkan di Jakarta pada 26 Januari 2023.
Dalam perpres itu, antara lain, disebutkan kewenangan pemerintah pusat ialah terkait pemberian rekomendasi kegiatan usaha panas bumi, pengelolaan penyediaan dan pemanfaatan biomassa dan/atau biogas lintas wilayah provinsi. Juga pengelolaan aneka energi terbarukan, antara lain sinar matahari, angin, aliran dan terjunan air, pengelolaan konservasi energi yang izin usahanya dikeluarkan pemerintah pusat.
Sementara kewenangan pemerintah daerah provinsi meliputi pengelolaan penyediaan dan pemanfaatan biomassa dan/atau biogas dalam wilayah provinsi, pengelolaan aneka energi terbarukan di dalam wilayah provinsi. Selain itu, pengelolaan konservasi energi terhadap kegiatan yang izin usahanya dikeluarkan daerah provinsi.
Sekretaris Direktorat Jenderal (Ditjen) Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sahid Junaidi, di sela-sela sosialisasi Perpres No 11/2023, di Jakarta, Rabu (22/2/2023), mengatakan, terbatasnya kewenangan daerah selama ini berpengaruh pada lambatnya pengembangan energi terbarukan.
”Selama ini masih pusat yang mempunyai kewenangan. Jadi, belum didukung pemerintah daerah. Tadi (perwakilan pemerintah daerah) menyampaikan, tidak aman kalau ke situ (energi terbarukan) karena tidak ada payung hukumnya. Dengan perpres, maka jelas dan nanti ada turunannya petunjuk teknis berupa Peraturan Menteri Dalam Negeri. Jadi, bisa langsung eksekusi,” ujarnya.
Menurut data Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, capaian energi terbarukan dalam bauran energi nasional pada 2022 hanya 12,3 persen atau naik tipis dari 2021 yang 12,2 persen. Capaian itu jauh di bawah target 2022 yang 15,7 persen. Sementara pada 2025, target energi terbarukan dalam bauran energi primer sebesar 23 persen.
Sahid menuturkan, setelah diberi kewenangan, pemerintah daerah bisa turut terlibat dalam pengembangan energi terbarukan. ”Misalkan pemda hendak patungan dengan lembaga-lembaga donor, bisa. Energi terbarukan ini masih baru dan berkembang. Jadi, dinamis. Tidak menutup kemungkinan, ke depan segala sesuatunya akan disesuaikan lagi sesuai perkembangan,” katanya.
Ia pun meyakini, implementasi perpres tersebut dapat dimulai tahun ini, terutama setelah Peraturan Menteri Dalam Negeri yang akan menjadi petunjuk teknis aturan itu terbit. Sebab, dalam undang-undang, dimungkinkan adanya APBN Perubahan ataupun APBD Perubahan. ”Harusnya tahun ini bisa langsung segera,” ucap Sahid.
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Sejumlah turbin Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Sidrap terlihat di salah satu dari tiga bukit di Desa Mattirosi dan Desa Lainungan, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, Senin (22/7/2019). Pembangkit dengan kapasitas total sebesar 75 MW ini terdiri dari 30 turbin yang masing-masing berkapasitas 2,5 MW. Pembangkit tenaga bayu komersial pertama di Indonesia ini dibangun dengan biaya sekitar 150 juta dollar amerika. Bulan ini, Juli 2019, pembangkit ini genap setahun memasok kebutuhan listrik untuk masyarakat.
Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, Perpres No 11/2023 akan memberi dampak positif bagi program pemerintah dalam bidang energi terbarukan. Ada penguatan landasan hukum terkait dengan dana alokasi khusus fisik dan kegiatan fisik EBTKE yang dibiayai APBN; insentif dan disinsentif pada pengelolaan, pelaksanaan dalam konservasi energi; hingga optimalisasi bonus produksi panas bumi.
Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Teguh Setyabudi menambahkan, selama ini penganggaran energi terbarukan terbatas. Sebab, belum ada aturan terkait kewenangannya. Di sisi lain, kegiatan-kegiatan harus masuk dalam dokumen perencanaan daerah (dokrenda). Apabila tak masuk, tak ada penganggaran.
”Karena bukan kewenangannya (terkait energi terbarukan), pemda sulit bergerak ke mana-mana. Dengan (terbitnya perpres) ini, mudah-mudahan bisa diatasi,” ujar Teguh.
Teguh mengemukakan, saat ini, dari 38 provinsi, sudah ada 27 provinsi yang menyusun Rencana Umum Energi Daerah (RUED), yang secara substansi mengacu pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
”Megingat pembangunan daerah ialah bagian integral dari pembangunan nasional, maka dalam mendukung pencapaian target pembangunan nasional di sektor energi, di dalam RUED juga telah ditetapkan besaran target indikator porsi energi terbarukan dalam bauran energi. Itu menjadi tanggung jawab daerah,” kata Teguh.
Kepala Bidang Energi Dinas ESDM Jawa Timur Oni Setiawan mensyukuri terbitnya Perpres No 11/2023. ”Selama ini kami resah karena diberi target, tetapi tidak diberi kewenangan. Kami merasa kesulitan dalam mengembangkan energi terbarukan. Kini sudah ada kepastian dan tinggal eksekusinya. Termasuk bagaimana mekanisme penganggarannya,” ucap Oni.