Hambatan perekonomian Asia mulai mereda sehingga membuka jalan pemulihan yang lebih kuat. Kendati begitu, masih ada risiko efek putaran kedua atau setelah sejumlah kebijakan diambil untuk meredam dampak sebelumnya.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
REUTERS/YURI GRIPAS/FILE FOTO
Logo Dana Moneter Internasional (IMF) terlihat di luar gedung kantor pusat di Washington, Amerika Serikat, pada 4 September 2018.
JAKARTA, KOMPAS — Dana Moneter Internasional atau IMF menyebutkan hambatan ekonomi di Asia, termasuk Indonesia, mulai mereda. Pemulihan ekonomi China dan India akan mendorong perekonomian negara-negara di kawasan tersebut berangsur kembali pada kondisi sebelum pandemi Covid-19.
Hal itu mengemuka dalam tinjauan ekonomi IMF bertajuk ”Hambatan Perekonomian Asia yang Mereda Membuka Jalan bagi Pemulihan yang Lebih Kuat”. Tinjauan yang disusun tim ekonom Departemen Asia Pasifik IMF itu dipublikasikan pada 20 Februari 2023 waktu setempat.
Laporan tersebut menyebutkan hambatan ekonomi Asia mulai mereda lantaran tekanan gejolak keuangan global melandai. Selain itu, harga pangan dan energi turun. Perekonomian China juga pulih kembali.
Sejalan dengan itu, pertumbuhan ekonomi India yang masih cukup tinggi akan turut menopang pemulihan Asia. Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam juga kembali ke pertumbuhan prapandemi yang kuat.
IMF memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Asia dapat meningkat dari 3,8 persen pada 2022 menjadi 4,7 persen pada 2023. Ekonomi China dan India pada 2023 diproyeksikan tumbuh masing-masing 5,2 persen dan 6,1 persen. Adapun ekonomi RI diperkirakan tumbuh 4,8 persen tahun ini, lebih rendah dari tahun lalu yang sebesar 5,31 persen.
Hambatan ekonomi Asia mulai mereda. Hal itu terjadi lantaran tekanan gejolak keuangan global mulai melandai, harga pangan dan energi turun, dan ekonomi China pulih kembali.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi sejumlah negara di kawasan Asia.
China dan India diharapkan bisa menopang pertumbuhan ekonomi Asia dan dunia. ”Analisis terbaru kami menunjukkan setiap ekonomi China tumbuh 1 poin persentase, output di seluruh Asia naik sekitar 0,3 persen,” kata Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF Krishna Srinivasan.
Di samping itu, IMF menunjukkan sejumlah risiko yang masih harus dihadapi. Risiko tersebut menyangkut efek putaran kedua atau setelah sejumlah kebijakan diambil untuk meredam dampak sebelumnya.
IMF menunjukkan sejumlah risiko yang masih harus dihadapi. Risiko tersebut menyangkut efek putaran kedua atau setelah sejumlah kebijakan diambil untuk meredam dampak sebelumnya.
Risiko pertama terkait dengan pembengkakan utang negara atau perusahaan untuk biaya pemulihan ekonomi atau usaha. Kedua, inflasi akibat imbas kenaikan harga pangan dan energi memang mulai mereda, tetapi tetap perlu dicermati dampak ikutannya.
Ketiga, masyarakat dan perusahaan bakal dihadapkan pada tantangan kenaikan suku bunga kredit. Hal ini merupakan dampak lanjutan setelah bank sentral menaikkan suku bunga acuan guna meredam inflasi dan menjaga nilai tukar.
Kapal kontainer meninggalkan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, setelah melakukan bongkar muat peti kemas, Kamis (2/2/2023).
Peluang ekspor
Pemulihan ekonomi China akan membuka peluang ekspor bagi negara-negara di Asia, termasuk Indonesia. China merupakan pasar ekspor nonmigas terbesar Indonesia. Badan Pusat Statistik mencatat, ekspor nonmigas RI ke China pada 2022 mencapai 63,55 miliar dollar AS atau sekitar 23,03 persen total ekspor nonmigas RI.
Sementara Amerika Serikat berada di posisi kedua dengan ekspor nonmigas senilai 28,2 miliar dollar AS. Namun, negara tersebut masih belum benar-benar pulih dari guncangan ekonomi sehingga permintaan ekspornya masih lemah. Hal itu membuat kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta alas kaki Indonesia turun dan berujung pada pemutusan hubungan kerja.
Kementerian Perdagangan dan Kementerian Luar Negeri berupaya menjaga kinerja ekspor TPT, terutama dengan meningkatkan ekspor komoditas tersebut ke sejumlah negara lain. Salah satunya ke Arab Saudi.
Atase Perdagangan Indonesia di Riyadh, Arab Saudi, Gunawan mengatakan, selama pandemi Covid-19, importir TPT Arab Saudi sangat terbantu produsen TPT Indonesia lantaran tidak membebani dengan berbagai persyaratan yang memberatkan. Oleh karena itu, importir TPT Arab Saudi, salah satunya AI-Ghaith Trading Est (ATE), berkomitmen melanjutkan kerja sama bisnis dengan sejumlah produsen TPT Indonesia.
”Segmentasi pasar produk TPT dari Indonesia yang dibidik ATE adalah kelas menengah atas. Di kelas tersebut, TPT Indonesia bersaing dengan TPT Korea Selatan, Jepang, dan Jerman. Adapun segmen kelas menengah bawah, ATE lebih banyak mengimpor produk dari India,” katanya melalui siaran pers di Jakarta.
Kementerian Perdagangan mencatat, pada 2022 ATE mengimpor produk TPT dari Indonesia senilai 1 juta riyal Saudi atau sekitar Rp 4 miliar. Nilai impor ini lebih kecil dibandingkan dengan sebelum pandemi yang mencapai empat hingga lima kali lipat.
Pandemi menyebabkan ekspor TPT Indonesia ke Saudi Arabia turun. Nilai ekspor TPT Indonesia ke negara tersebut pada 2019 mencapai 92,36 juta dollar AS. Pada 2020 dan 2021, nilai ekspor komoditas itu turun masing-masing menjadi 58,72 juta dollar AS dan 58,63 juta dollar AS.
Namun, pada 2022 kinerja ekspor TPR Indonesia ke Arab Saudi mulai membaik. Pada Januari-November 2022, nilai ekspornya mencapai 68,01 juta dollar AS atau meningkat 26,27 persen dibandingkan dengan periode sama pada 2021 yang sebesar 53,86 juta dollar AS.
Duta Besar RI untuk Arab Saudi Abdul Aziz Ahmad menambahkan, Kedutaan Besar RI bersama perwakilan perdagangan Indonesia di Arab Saudi berkomitmen membantu importir Arab Saudi untuk mendapatkan TPT dari Indonesia. ”Selain TPT, kami juga berkomitmen memfasilitasi mereka agar bisa mendapatkan produk-produk Indonesia yang lain, seperti makanan-minuman, sayuran, buah, dan rempah,” ujarnya.