Dukung Distribusi Logistik, Integrasi Moda Perlu Dioptimalkan
Upaya mendorong logistik di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan memerlukan optimalisasi lintas moda laut dan darat, selain peningkatan jalan perbatasan.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peningkatan distribusi logistik di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan atau 3TP perlu dilakukan melalui upaya integrasi angkutan perintis dengan moda angkutan jalan. Hal itu dinilai dapat mendorong barang kebutuhan pokok lebih mudah didapat dan lebih murah.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, upaya meningkatkan efektivitas logistik dapat dilakukan melalui pengembangan angkutan perintis dengan moda angkutan jalan.
”Ada integrasi (angkutan penumpang) dengan angkutan perintis barang atau angkutan bus perintis yang dimodifikasi dapat angkut penumpang dan barang,” ujar Djoko, akhir pekan lalu.
Selain itu, integrasi moda angkutan darat dan tol laut diperlukan agar barang kebutuhan pokok dapat diperoleh lebih murah. Pemerintah perlu terus mendorong penyediaan fasilitas untuk pendukung muatan balik. Ia mencontohkan, Kabupaten Mimika sudah terhubung tol laut, angkutan barang subsidi dan angkutan udara subsidi, sehingga barang yang sampai di daerah Pegunungan Papua menjadi lebih murah.
Dari data Kementerian Perhubungan, pada 2022 jaringan trayek angkutan laut perintis berjumlah 117 trayek dengan 42 pelabuhan pangkal dan 548 pelabuhan singgah. Angkutan laut perintis itu untuk menghubungkan daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan yang belum terlayani angkutan perairan, serta mobilisasi penumpang dan barang.
Jumlah penumpang dan muatan barang kapal perintis terus meningkat, yakni jumlah penumpang sepanjang tahun 2022 tercatat 1,12 juta orang atau naik 66,5 persen dibandingkan tahun 2021, yakni 687.188 orang. Adapun muatan angkutan barang kapal perintis berjumlah 173.643 ton per m3 atau naik 46,7 persen dari tahun 2021 sejumlah 118.349 ton per m3.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melanjutkan pembangunan jalan perbatasan di Kalimantan dan Papua guna membuka akses daerah terisolir serta meningkatkan konektivitas antarwilayah. Pembangunan jalan perbatasan sepanjang 3.770 km ditargetkan selesai pada 2024.
Adapun target kondisi konstruksi jalan perbatasan adalah perkerasan aspal sepanjang 1.717 kilometer (km), agregat 1.000 km, dan tanah 434 km sehingga kemungkinan masih menyisakan 198 km berupa hutan. Pengaspalan jalan perbatasan diprioritaskan pada area yang sudah ada permukiman atau padat penduduk, serta terdapat fasilitas umum, seperti puskesmas, pasar, sekolah, dan kantor pemerintahan. Sementara penggunaan lapisan agregat digunakan pada area yang masih butuh peningkatan lalu lintas hariannya (LHR).
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengemukakan, pembangunan jalan perbatasan di Kalimantan dan Papua guna meningkatkan konektivitas antarwilayah, pusat pertumbuhan ekonomi baru, juga sebagai pemerataan hasil-hasil pembangunan di luar Pulau Jawa.
”Jaringan jalan perbatasan merupakan infrastruktur yang bernilai strategis bagi NKRI dengan fungsi sebagai pertahanan dan keamanan negara serta mendukung pusat pertumbuhan ekonomi baru di kawasan perbatasan,” kata Basuki, dalam keterangan pers, akhir pekan lalu.
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian mengemukakan, kehadiran jalan perbatasan dan akses perbatasan diharapkan membuka keterisolasian wilayah sehingga membantu masyarakat di kawasan perbatasan. Konektivitas masyarakat akan membentuk jalur-jalur logistik baru yang mendukung tumbuhnya embrio pusat-pusat pertumbuhan. Selain itu, barang kebutuhan pokok akan dapat diperoleh dengan lebih mudah dan murah sehingga mengurangi kesenjangan antarwilayah.
Pada 2023, pihaknya menargetkan pembangunan jalan untuk peningkatan konektivitas dan aksesbilitas sepanjang 422,35 km, salah satunya akses jalan perbatasan menuju Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Yatetkun di Papua. Selain itu, peningkatan kapasitas dan preservasi untuk peningkatan struktur jalan sepanjang 3.538,36 km, di antaranya ruas Mensalong-Simpang Tiga Apas di Kalimantan Utara.
Hedy menambahkan, tantangan dalam pembangunan jalan perbatasan adalah kondisi alam yang masih berupa hutan, pegunungan, dan cuaca. Di samping itu, ketersediaan material konstruksi terbatas dan akses lokasi pekerjaan yang sulit dijangkau sehingga sulit mendatangkan logistik dan pekerja.
Di Kalimantan, jalan perbatasan membentang dari Kalimantan Timur sepanjang 2.084 km, Kalimantan Utara sepanjang 970 km, dan Kalimantan Barat sepanjang 813 km. Sementara di Papua, pemerintah memprogramkan pembangunan jalan paralel perbatasan dengan Papua Niugini sepanjang 1.098 km, meliputi ruas Jayapura-Yeti sepanjang 127 km, Yeti-Oksibil sepanjang 302 km, dan Oksibil-Merauke 668 km. Adapun lelang pembangunan jalan Jayapura-Wamena sepanjang 50 km akan dilakukan tahun ini dengan skema availability payment.