Draf Perpres Kerja Sama Platform Digital dan Media Dibahas, Google Minta Dilibatkan
Draft Rancangan Peraturan Presiden Kerja Sama Platform Digital dan Media untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas masih dibahas. Platform digital raksasa, seperti Google, berharap bisa turut dilibatkan.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
KOMPAS/MEDIANA
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong saat konferensi pers perkembangan regulasi ”publisher rights”, Rabu (15/2/2023), di Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebut, draf Rancangan Peraturan Presiden Kerja Sama Platform Digital dan Media untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas sedang dibahas. Pembahasannya dipastikan melibatkan Dewan Pers dan kelompok industri media massa lainnya.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Usman Kansong, dalam konferensi pers, Rabu (15/2/2023), di Jakarta, mengatakan, Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Kerja Sama Platform Digital dan Media untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas diharapkan cepat selesai dibahas sampai bisa disahkan pada Maret 2023. Amanat agar bisa segera disahkan Maret 2023 juga pernah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo.
”Masih dalam pembahasan. Kalau sudah ada kepastian, (kami) akan buka (ke publik). Nanti sore, kami akan menggelar pertemuan yang di antaranya terdapat tim media berkelanjutan dan perwakilan kementerian/lembaga,” ujar Usman. Setelah dibahas di tingkat itu, draf masih akan disetor ke Sekretariat Negara.
Usman mengatakan, upaya menyusun regulasi yang mengatur hubungan platform digital dan media telah melalui proses panjang. Pada tahun 2021 telah terbentuk tim media berkelanjutan (media sustainablity team) yang menghasilkan rancangan ketentuan hak penerbit media (publisher rights) untuk dimasukkan ke dalam revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Akan tetapi, hal itu tidak berlanjut.
Menjelang Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2022 berkembang agar ketentuan publisher rights menjadi UU dan dibuat legal drafting. Dalam perayaan HPN, Presiden Joko Widodo meminta agar kalangan pers menyepakati bentuk landasan hukum yang pas, apakah berbentuk peraturan pemerintah atau peraturan presiden (perpres). Dalam diskusi Kemkominfo dan komunitas pers yang diwakili Dewan Pers disepakati dalam bentuk perpres.
Kemudian, pada April 2022, Kemkominfo menyerahkan draf itu ke Sekretariat Negara untuk mendapatkan izin prakarsa. Juni 2022, Sekretariat Negara mengembalikan draf itu dan meminta agar dibuat lebih lengkap. Kemkominfo akhirnya membahas lagi bersama tim media sustainability, Dewan Pers, Persatuan Wartawan Indonesia, Asosiasi Televisi Swasta Indonesia, dan komunitas pelaku industri media lainnya. Usman mengaku, pihaknya juga telah menerima masukan dari perusahaan platform digital.
”Kami berusaha melakukan meaningful participation. Tim perumus dari kami membahas (draf) dengan tim media sustainability dan draf usulan dari teman-teman pers. Hasil diskusi itu menyepakati rancangan perpres publisher rights bernama Kerja Sama Platform Digital dan Media untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas,” ujar Usman.
Ketika ditanya bocoran substansi draf, dia hanya menyatakan bahwa intinya adalah mewajibkan platform digital bekerja sama dengan media. Detail kewajiban kerja sama akan ditentukan oleh lembaga pelaksana perpres.
Lembaga pelaksana juga belum ditentukan detailnya. Kemkominfo mengusulkan agar lembaga itu dibentuk berdasarkan prinsip kemerdekaan pers.
”Mungkin bisa menempel di institusi yang sudah ada. Namun, itu akan dibahas setelah perpres disahkan. Jangan ada kesan pemerintah ikut campur,” kata Usman.
Mengenai kriteria platform digital yang akan terdampak oleh ketentuan itu, Usman hanya menyebut salah satu kriteria menyangkut kehadiran signifikan bagi pers, seperti jumlah trafik pengakses. ”Perpres ini merupakan sasaran antara karena pada masa mendatang akan dibuat UU. Perpres lebih sederhana dan (perumusan) cepat, tidak melibatkan proses politik panjang,” ujarnya.
KOMPAS
Hadiri Peringatan Hari Pers Nasional 2023, Jokowi Ungkap Tantangan Media Massa Terkini.
Google, dalam pernyataan resmi yang diunggah di blognya, Selasa (14/2), mengatakan, perusahaan percaya bahwa solusi terbaik bagi Indonesia bukanlah memilih antara ada atau tidaknya regulasi, tetapi bagaimana menyusun regulasi yang bermanfaat. Google berharap untuk turut terlibat dalam upaya itu.
”Regulasi yang terlalu mengekang atau berat sebelah dapat menghambat kemampuan perusahaan untuk menjalankan layanan secara efektif bagi semua pengguna,” kata pernyataan manajemen Google.
Google menyampaikan beberapa prinsip perusahaan yang bisa dijadikan masukan untuk membuat kerangka regulasi yang efektif di Indonesia. Prinsip pertama ialah memahami cara Google bekerja dengan penerbit berita di Indonesia. Google mengaku selama ini tidak menjalankan iklan di Google Berita atau tab hasil berita di Google Search. Perusahaan tidak menghasilkan uang dari klik pengguna pada artikel berita di hasil penelusuran dan tidak pula menjual konten publikasi berita. Pengguna membuka Google untuk mencari banyak hal, dan berita hanyalah sebagian kecil dari jenis konten yang disajikan sistem Google.
KOMPAS/WISNU DEWABRATA
Editor surat kabar The New York Times, Tim Herrera, Selasa (14/11/2017), tengah memaparkan format pemberitaan inovatif, Jurnalisme Pelayanan, yang menurut dia juga menjadi salah satu andalan untuk menarik pembaca muda, terutama yang bersedia berlangganan dan membayar konten-konten berita berkualitas dari platform digital surat kabar tersebut.
Prinsip kedua ialah mengutamakan kepentingan pengguna. Google secara gamblang menyatakan khawatir terhadap beberapa usulan substansi regulasi yang tengah didiskusikan belakangan dapat memberikan dampak negatif kepada pengguna. Google memandang bahwa regulasi apa pun harus mengutamakan perlindungan data privasi, persaingan peringkat yang adil, dan proses moderasi konten sesuai dengan regulasi yang telah lama ada.
Hal ketiga yang menjadi prinsip Google adalah pentingnya regulasi yang memungkinkan semua bisnis yang terdampak untuk berjalan dengan kepastian operasional, legal, ataupun komersial. Elemen-elemen kunci dalam regulasi harus didefinisikan dengan jelas sebagai hukum dan tidak diserahkan pada penafsiran otoritas penegaknya.
”Jika Pemerintah Indonesia ingin membuat regulasi, kami sangat mendorong dibentuknya sebuah badan independen yang terpisah dari penerbit berita dan platform digital untuk memastikan integritasnya,” tegas Google.
Lebih jauh, Google menyarankan, regulasi harus berlaku secara adil dan memungkinkan pengecualian untuk platform digital. Google meyakini perlunya kriteria obyektif, seperti ”signifikansi” atau ambang batas trafik, harus dijelaskan dalam hukum yang berlaku sama bagi penyedia domestik ataupun internasional.
Google menambahkan, standar ataupun kriteria kelayakan proses verifikasi dan penyertaan penerbit berita Indonesia perlu diperjelas supaya regulasi bisa dijalankan. Kejelasan seperti itu juga penting untuk memastikan bahwa hal yang disertakan hanyalah penerbit dengan fokus utama pada konten berita original.