Pembayaran Tunggakan Koperasi Bermasalah Masih Lambat
Total kewajiban yang harus diselesaikan kepada nasabah dari delapan koperasi tersebut mencapai Rp 26,11 triliun. Namun, pelunasan pembayarannya baru Rp 2,66 triliun atau 10,21 persen dari seluruh kewajiban.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
ARSIP KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM
Gedung Indosurya Cipta merupakan salah satu aset Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta. KSP ini menjadi salah satu koperasi yang dijatuhkan sanksi homologasi PKPU.
JAKARTA, KOMPAS — Pembayaran tunggakan kewajiban dari koperasi bermasalah kepada anggotanya masih lambat. Pelunasan terkendala sejumlah masalah, antara lain aset bukan milik koperasi sampai persoalan pidana yang membuat aset disita kepolisian sehingga tidak bisa dilikuidasi untuk mengganti kerugian nasabah.
Berdasarkan dokumen Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Koperasi Bermasalah, terdapat delapan koperasi bermasalah yang gagal bayar kepada nasabah atau anggotanya. Delapan koperasi itu adalah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama, KSP Intidana, KSP Pracico Inti Sejahtera, Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) Pracico Inti Utama, KSP Indosurya, KSP Timur Pratama Indonesia, KSP Lima Garuda, dan Koperasi Jasa Berkah Wahana Sentosa.
Total kewajiban yang harus diselesaikan kepada nasabah dari delapan koperasi tersebut mencapai Rp 26,11 triliun. Namun, pelunasan pembayarannya baru Rp 2,66 triliun atau 10,21 persen dari seluruh kewajiban. Adapun tenggat akhir mereka menyelesaikan kewajibannya ada yang berakhir di 2024, 2025, dan 2026.
Nilai kewajiban terbesar berasal dari KSP Indosurya yang mencapai Rp 13,8 triliun, tetapi baru dibayar Rp 2,16 triliun atau baru 15,58 persen yang dilakukan pada November 2021. Adapun nilai kewajiban terbesar kedua berasal dari KSP Sejahtera Bersama sebesar Rp 8,6 triliun, tetapi baru terlunasi Rp 224,56 mliar atau baru 3 persen yang dibayarkan pada 6 Januari 2023.
Sementara KSP Intidana terakhir melakukan pembayaran pada 13 Juli 2022 dengan nilai Rp 204,93 miliar atau 22,63 persen dari Rp 930 miliar. KSP Pracico Inti Sejahtera terakhir melakukan pembayaran pada Juli 2022 dengan nilai Rp 28,76 miliar atau 4,6 persen dari total Rp 624,83 miliar. Adapun KSPPS Pracico Inti Utama terakhir melakukan pembayaran pada Agustus 2022 sebesar Rp 46,03 miliar atau 5,69 persen dari total Rp 808,85 miliar.
KSP Timur Pratama Indonesia memiliki kewajiban Rp 400 miliar, tetapi baru dibayarkan Rp 657 juta atau 0,16 persen. Adapun KSP Lima Garuda memiliki tunggakan Rp 570,5 miliar dengan nilai yang baru dibayarkan Rp 995 juta. Sementara itu, Koperasi Jasa Berkah Wahana Santoso tercatat memiliki kewajiban Rp 226,7 miliar dan sama sekali belum melakukan pembayaran.
Hal ini dibahas dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) dengan agenda “Progress Pembinaan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dan Sinkronisasi Basis Data Koperasi dan Usaha Kecil Menengah di Seluruh Indonesia”, Jakarta, Selasa (14/2/2023).
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menjelaskan, upaya untuk melunasi tunggakan kewajiban nasabah atau homologasi adalah dengan melikuidasi atau menjual aset koperasi sebagai sumber pengembalian dana anggota. Namun, proses itu tidak dapat berjalan lancar karena menghadapi sejumlah kendala.
Teten menjelaskan, kendala itu, antara lain, karena aset yang hendak dijual itu rupanya bukan milik koperasi sehingga tidak bisa dilikuidasi. Kendala lainnya adalah proses hukum pidana yang tengah berjalan membuat kepolisian harus menyita aset yang menyebabkan aset itu tidak bisa dijual.
Upaya yang dilakukan Kementerian Koperasi dan UKM bersama Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah adalah terus mengawal putusan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) atau homologasi. Pihaknya juga memantau proses penegakan hukum pidana koperasi tersebut.
Menurut Teten, adanya kasus koperasi gagal bayar ini salah satunya karena lemahnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang tidak mencantumkan pengawasan sebagai salah satu fungsi kementeriannya. Karena itu, dia mengusulkan untuk segera dilakukan pembahasan revisi UU No 25/1992 tersebut.
STEFANUS OSA
Ketua Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah Agus Santoso (tengah) bertemu dengan pengurus Koperasi Simpan Pinjam Intidana di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta, Senin (31/1/2022),
Pengawasan lemah
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI-P, Sonny T Danaparamita, mengatakan, munculnya kasus gagal bayar ini merupakan bukti lemahnya pengawasan pemerintah di sektor koperasi. Ia menambahkan, Kementerian Koperasi dan UKM jangan berlindung di balik lemahnya legislasi yang ada. Sebab, dalam struktur organisasi kementerian tersebut terdapat Asisten Deputi Pengawasan Koperasi.
”Semestinya kementerian ini juga melakukan pengawasan karena dalam struktur organisasinya pun terdapat jabatan Asisten Deputi Pengawasan Koperasi yang berada di bawah Deputi bidang Perkoperasian,” ujar Sonny.
Dalam pembacaan kesimpulan rapat tersebut, Wakil Ketua Komisi VI DPR yang berasal dari Fraksi Partai Nasdem, Martin Manurung, mengatakan, komisi VI DPR mendukung rencana revisi UU Perkoperasian. Pihaknya meminta Kementerian Koperasi dan UKM untuk segera menyelesaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perkoperasian.