Hilirisasi perikanan menjadi keniscayaan. Namun, sejumlah pekerjaan rumah masih perlu dilakukan untuk membenahi ketimpangan rantai pasok.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
Hilirisasi sejumlah sektor, termasuk sektor kelautan dan perikanan tengah menjadi sorotan. Presiden Joko Widodo, dalam Pertemuan Industri Jasa Keuangan 2023, pada 6 Februari 2023, kembali menegaskan perlunya hilirisasi produk sumber daya alam guna meningkatkan nilai tambah.
Presiden mengatakan, Indonesia, sebagai eksportir nomor satu rumput laut, belum optimal mengolahnya menjadi bahan jadi, misalnya karagenan. Sementara China mengandalkan impor rumput laut, tetapi bisa menjadi eksportir nomor satu karagenan. Indonesia juga eksportir tuna, cakalang, dan tongkol. Namun, di sisi lain Indonesia juga merupakan negara nomor satu pengimpor tepung ikan. Oleh sebab itu, Presiden meminta tepung ikan diproduksi di dalam negeri.
Sejurus dengan itu, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia pada 8 Februari 2023 menyebut peta jalan hilirisasi bahan mentah telah disusun hingga 2040. Strategi ini ditempuh untuk mengoptimalkan sumber daya alam dan mendorong pendapatan per kapita penduduk. Dari 21 komoditas yang bakal dilarang ekspor dalam bentuk mentah, lima jenis di antaranya di sektor perikanan meliputi udang, ikan, rajungan, rumput laut, dan garam.
Hilirisasi perikanan guna menghasilkan produk bernilai tambah merupakan keniscayaan. Meski deemikian, masih perlu dipilah komoditas perikanan yang akan dihilirisasi. Beberapa produk perikanan tangkap, misalnya, memiliki nilai jual lebih tinggi jika diekspor dalam bentuk mentah dan premium, seperti komoditas tuna segar dan kerapu hidup.
Di tingkat global, Indonesia menduduki peringkat ketiga produsen perikanan budidaya dan peringkat kedua produsen perikanan tangkap pada tahun 2020. Namun, keunggulan sumber daya masih tidak cukup untuk mendorong hilirisasi. Investasi di sektor perikanan tergolong paling rendah jika dibandingkan sektor-sektor lain.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal, nilai investasi di sektor perikanan pada triwulan I-2022 untuk penanaman dalam negeri menempati urutan ke-22 dari 23 sektor. Adapun nilai investasi penanaman modal asing berada di urutan ke-23 atau terbawah.
Masih rendahnya angka investasi di sektor perikanan menunjukkan bukan perkara gampang menggandeng partner atau investor untuk memperkuat hilirisasi. Ketimpangan dalam kesiapan teknologi, infrastruktur, permodalan, dan sumber daya manusia di sektor perikanan masih menjadi tantangan terbesar hilirisasi perikanan. Selain itu, masih ada kesenjangan dalam rantai pasok.
Mayoritas pelaku usaha perikanan di Indonesia merupakan pelaku usaha skala kecil. Jumlah nelayan kecil dan tradisional mencapai 96 persen dari total 2,1 juta nelayan di Indonesia. Usaha perikanan tangkap, khususnya skala kecil, belum dipandang sebagai entitas bisnis yang aman dari aspek pembiayaan. Minimnya teknologi menyebabkan produksi nelayan kecil serba terbatas dan masih sulit memenuhi standar industri.
Survei Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia pada tahun 2021-2022 mencatat, sebanyak 20-30 persen hasil produksi nelayan kecil tidak terserap pasar. Sementara industri pengolahan kerap kesulitan bahan baku. Nelayan terbelenggu penguasaan rantai pemasaran oleh tengkulak yang mengendalikan pasar dan harga ikan.
Pembenahan menyeluruh diperlukan untuk bisa mengatasi ketimpangan hulu-hilir. Pendampingan akses permodalan dan teknologi perlu dilakukan agar nelayan dan pembudidaya bisa naik kelas. Di sisi hilir, kemitraan nelayan dan pembudiaya dengan pelaku industri harus diperkuat agar hasil produksi bisa terserap dan menopang industri pengolahan. Dengan jenis dan sumber daya ikan yang berlimpah, pemerintah perlu fokus pada komoditas tertentu yang akan digarap untuk mendongkrak nilai tambah.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, ekspor hasil perikanan tahun 2022 tercatat 1,22 juta ton dengan nilai ekspor 6,24 miliar dollar AS. Volume ekspor olahan untuk udang tercatat 96,62 persen, tuna-cakalang-tongkol 59,36 persen, rumput laut 6,99 persen, dan rajungan-kepiting olahan 62,67 persen. Hilirisasi produk perikanan ekspor akan difokuskan pada komoditas tertentu, yakni udang, rumput laut, cakalang dan kelompok tuna.
Hilirisasi tuna diarahkan untuk menjaga mutu pada grade paling baik A++ atau dengan tingkat kesegaran tinggi, dengan harga paling optimum.
Momentum kolaborasi dan kemitraan menjadi kunci menuju hilirisasi. Kemitraan yang melibatkan nelayan, pembudidaya, pelaku produksi, investor, dan industri pengolahan mutlak diperlukan agar bahan baku dapat terserap pasar dan menciptakan nilai tambah. Tidak ada negara yang kuat dalam hilirisasi perikanan jika tidak ditopang kemitraan, rantai pasok, dan industrialisasi.