Cadangan Minyak Bisa Menipis, Sumber Baru Terus Dicari
Salah satu potensi yang diharapkan menambah cadangan dan produksi migas adalah Blok Warim di Papua. Blok itu memiliki potensi minyak bumi mencapai 25 miliar barel minyak dan gas bumi sebesar 47,27 triliun kaki kubik.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
ADITYA PUTRA PERDANA
Pekerja berinteraksi di rig Pertamina di Duri, Kabupaten Bengkalis, Riau, yang merupakan bagian dari Wilayah Kerja Rokan (Blok Rokan), Senin (8/8/2022). Pengeboran itu menjadi salah satu rig Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang mengelola Blok Rokan sejak Agustus 2021, setelah dialihkelola dari Chevron.
JAKARTA, KOMPAS - Cadangan minyak bumi Indonesia diperkirakan bertahan 9-10 tahun lagi dengan catatan tingkat konsumsi sama dengan saat ini dan tidak ada penemuan sumber cadangan yang baru. Di samping menggenjot eksplorasi, sejumlah wilayah dengan potensi besar pun dijajaki pemerintah, salah satunya Blok Warim di Papua dengan potensi minyak mencapai 25 miliar barel.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif di Jakarta, Jumat (10/2/2023) mengatakan, cadangan untuk produksi minyak memang berkisar 9-10 tahun. Namun, saat ini ada 6-7 area potensial untuk dikembangkan, sehingga nantinya dapat meningkatkan cadangan dan diharapkan bisa meningkatkan produksi.
"Inilah taruhan kita menuju (target) 1 juta barel minyak per hari pada 2030. Kegiatan-kegiatan di (Blok) Cepu menunjukkan ada harapan tambahan. Di Rokan, dengan pengeboran masif kita bisa menekan tren penurunan produksi. Pengembangan ke depan adalah dengan (mengoptimalkan) potensi-potensi area baru," kata Arifin.
Salah satu potensi yang diharapkan menambah cadangan dan produksi migas adalah Blok Warim di Papua. Berdasarkan data Kementerian ESDM, di Warim, potensi minyak bumi mencapai 25 miliar barel minyak dan gas bumi sebesar 47,27 triliun kaki kubik (TCF). Namun, tantangannya, blok itu tumpang tindih dengan Taman Nasional Lorentz. Kementerian ESDM pun berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Warim gede, cuma kan masih harus kami selesaikan. Bisa tidak kita upayakan (dimanfaatkan). Sebab, kalau Warim ini bisa kita kembangkan, akan luar biasa bagi Indonesia," ujar Arifin.
Sebelumnya, pentingnya upaya menggenjot eksplorasi untuk mendapat sumber-sumber cadangan migas baru disampaikan Direktur Utama PT Pertamina EP sekaligus Direktur Subholding Upstream Regional Jawa Pertamina, Wisnu Hindadari, Selasa (7/2). Menurutnya, di seluruh wilayah kerja (WK) Pertamina EP di Indonesia, cadangan untuk produksi migas saat ini hanya 6,8 tahun.
"Kami inginnya 7 tahun, tetapi tidak tercapai. Jadi, harus masif untuk mencari penambahan cadangan dengan pekerjaan eksplorasi. Temuan signifikan sangat kita perlukan. Dan setelah ketemu (sumber baru) bagaimana untuk mempercepat monetisasinya. Di WK dengan eksplorasi masif, produksi pasti akan meningkat dalam 3-5 tahun," kata Wisnu.
Di sisi lain, pencarian sumber-sumber migas baru bukan perkara mudah. Kendati area potensinya sudah diketahui, lokasi persisnya belum. Untuk memastikan itu harus dibuktikan dengan pengeboran. Akan tetapi, Wisnu mengapresiasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) yang saat ini semakin sadar pentingnya eksplorasi.
Berdasarkan data SKK Migas, pengeboran sumur eksplorasi tajak tahun 2022 sebanyak 30 sumur atau meningkat 7 persen dibandingkan 2021. Sementara itu, investasi eksplorasi pada 2022 sebesar 0,8 miliar dollar AS atau meningkat 33 persen dibandingkan 2021. Investasi eksplorasi pada 2022 itu menjadi yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Pada 2023, eksplorasi terus dipacu. Target investasi eksplorasi pada 2023 sebesar 1,7 miliar dollar AS atau meningkat 112 persen.
Beberapa waktu lalu, staf pengajar sekaligus Ketua Jurusan Teknik Perminyakan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) "Veteran" Yogyakarta, Topan Herianto, mengemukakan, pencarian struktur baru dan eksplorasi harus terus dilakukan untuk mengejar target 1 juta barel minyak per hari pada 2030. Di samping itu, revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi juga mendesak.
ADITYA PUTRA PERDANA
Salah satu sudut di rig Pertamina di Duri, Kabupaten Bengkalis, Riau, yang merupakan bagian dari Wilayah Kerja Rokan (Blok Rokan), Senin (8/8/2022). Pengeboran itu menjadi salah satu rig Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang mengelola Blok Rokan sejak Agustus 2021, setelah dialihkelola dari Chevron.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo, dalam peresmian pabrik NPK PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) di Aceh, yang disiarkan secara daring, Jumat, menyoroti permasalahan ketiadaan pasokan gas yang membuat dua pabrik pupuk di Aceh berhenti beroperasi. Selain PIM, pabrik pupuk yang dimaksud ialah ASEAN Aceh Fertilizer (AAF).
"Ini sudah sejak 2015. Problemnya apa? 'Problemnya gas, Pak'. Kalau gas dari dalam negeri tidak cukup, apakah tidak bisa gas kita impor agar pabriknya ini jalan? Saya nggak tahu, bertahun-tahun kita diamkan saja aset sebesar ini. Itulah yang saya tugaskan kepada Menteri (BUMN) Erick Thohir, untuk bisa dijalankan dua-duanya," ucap Presiden Jokowi.
Saat ini, imbuh Presiden, baru PIM yang dijalankan. Sementara AAF disebutnya masih memiliki banyak masalah sehingga harus dilihat dan dihitung terlebih dulu. "Nggak apa-apa jalan dulu satu. PIM-1 dan PIM-2, jalankan. Kebutuhan gas dicarikan. Ini kebutuhan dasar yang kita inginkan, kok dibiarkan saja. Ini yang kita kerjakan," lanjutnya.
Namun, Menurut Arifin Tasrif, kendala pasokan gas untuk dua pabrik pupuk tersebut sudah dituntaskan. "Sudah aman. Jadi, gas dari Aceh, kan, ada dua pabrik. Sudah habis sebetulnya yang sumber dari Arun, (tetapi) lalu ada dari Blok A dan B. Itu hanya untuk satu pabrik. Sementara pabrik satu lagi, sementara ini dari suplai LNG (gas alam cair) yang kita alihkan. Kebutuhan pada 2023 sudah diamankan," ujarnya.