Pengumuman upah minimum tidak otomatis bisa memastikan karyawan mendapat hak-haknya dengan semestinya. Pengumuman itu menjadi sesuatu yang normatif saja, baik bagi pemerintah maupun perusahaan.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·3 menit baca
Salah satu daya tarik seseorang untuk melamar kerja di sebuah perusahaan atau lembaga adalah besaran gaji. Akan tetapi, besaran ini lebih banyak merupakan gosip yang beredar di pasar. Apalagi, sangat jarang orang mau membuka nilai gaji yang diterima. Oleh karena itu, memang lebih tepat disebut gosip. Untuk memberi kepastian para pencari kerja, di beberapa negara mulai dibahas aturan transparansi kisaran gaji yang diterima.
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan merupakan salah satu contoh lembaga yang membuka gaji yang diterima karyawannya di berbagai tingkatan. Bahkan, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo membuka gaji yang diterima, yaitu Rp 117.375.000 sebulan. Kita memang jarang mendengar pengungkapan sejenis di perusahaan swasta. Kembali, kita hanya mendengar dari sumber yang tidak jelas. Tak heran kita juga terperangah ketika mendengar ungkapan gajinya kecil, tetapi tunjangannya besar atau tantiemnya besar.
Akan tetapi, belakangan saat dunia tenaga kerja terus berubah, dorongan para pekerja untuk transparansi gaji telah mengalami kemajuan. Sekitar seperempat pekerja AS sekarang tinggal di negara bagian, kabupaten, atau kota di mana pemberi kerja diwajibkan secara hukum untuk berbagi informasi rentang gaji yang diterima karyawan. Laman MIT Sloan Management Review menyebutkan, di beberapa tempat di AS, seperti di Negara Bagian Colorado, California, dan Washington, para pemberi kerja harus mencantumkan kisaran gaji dalam lowongan pekerjaan.
Undang-undang di negara lain mewajibkan perusahaan untuk membagikan rentang gaji berdasarkan permintaan, selama proses wawancara, atau saat memperpanjang tawaran pekerjaan. Sebanyak 17 negara bagian telah memiliki peraturan ini dan diharapkan bisa memberi kebebasan bagi para pencari kerja untuk menanyakan gaji yang diterima tanpa merasa tertekan. Detail aturan itu bervariasi di setiap negara bagian.
Baca juga:
Riset yang termuat di laman Pequity menyebutkan, California adalah negara bagian pertama di AS yang secara hukum mewajibkan pemberi kerja memberikan kisaran gaji untuk suatu pekerjaan jika kandidat memintanya setelah wawancara pertama. Aturan ini diloloskan pada tahun 2016 dan diperbarui setiap tahun. Aturan bernama California’s Equal Pay Act bahkan mencegah pemberi kerja yang ”kepo” menanyakan tentang gaji sebelumnya dari kandidat. Undang-undang ini merupakan undang-undang pertama yang menggunakan frasa ”pekerjaan yang secara substansial serupa” sehubungan dengan kesetaraan upah gender.
Uni Eropa juga mulai menjalankan undang-undang sejenis. Undang-Undang Transparansi Gaji Uni Eropa mulai berlaku pada 1 Agustus 2022 untuk menciptakan upah yang lebih adil di seluruh Uni Eropa. Sekarang pemberi kerja harus memasukkan kisaran gaji di semua pos pekerjaan untuk mengakhiri diskriminasi gaji.
Langkah ini, menurut laman Hirehive, bertujuan untuk memastikan bahwa semua pekerjaan dalam kategorisasi umum transparan dalam memberi informasi gaji. Ada dua elemen inti dari upah yang sama yang ada dalam undang-undang. Pertama, aturan ini memastikan transparansi gaji bagi pekerja dan pemberi kerja, serta memberikan solusi yang lebih baik bagi individu yang sering menghadapi diskriminasi gaji.
Kedua, aturan ini menjaga semua informasi gaji tetap transparan dan publik bisa tahu sehingga mencegah sebuah organisasi menyembunyikan masalah atau tidak memberikan gaji yang sama untuk banyak orang yang melakukan pekerjaan yang sama. Biasanya, pemberi kerja memberi alasan berdasarkan faktor lain yang tidak terkait untuk membedakan gaji antarkaryawan dengan pekerjaan yang sama.
Analisis dari sejumlah ahli di MIT Sloan Management Review menyebutkan, kita bisa aman untuk berasumsi bahwa kisaran gaji yang tersedia dapat mengubah tingkat minat pelamar, tetapi lebih sulit untuk membayangkan efek gambaran besar dari undang-undang transparansi ini terhadap gaji dan kompensasi secara keseluruhan. Undang-undang transparansi gaji yang baru akan menyebabkan perusahaan lebih banyak bermain dalam pembayaran bonus dan tunjangan lain yang tidak dapat dilaporkan sebagai bagian dari kompensasi total. Intinya tetap saja ada yang tidak transparan dalam pemberian insentif bagi karyawan.
Yael Hochberg dari Rice University menunjukkan bahwa perusahaan mungkin mengatasi persyaratan transparansi dengan menetapkan satu tingkat gaji pokok secara publik sambil menambahkan bentuk kompensasi lainnya, seperti bonus. Bila semua gaji dibuka, perusahaan akan kesulitan untuk meretensi, menarik rekrutan teratas, dan sebagainya. Talenta tertentu atau jabatan tertentu memang membutuhkan insentif tambahan. Kalangan akademisi telah melakukan ini selama bertahun-tahun untuk mempertahankan sejumlah profesor terkenal agar tidak berpindah kampus.
Di Indonesia, langkah seperti ini masih menunggu waktu. Pengumuman upah minimum provinsi dan kabupaten tidak otomatis bisa memastikan karyawan mendapat hak-haknya dengan semestinya. Pengumuman itu menjadi sesuatu yang normatif saja, baik bagi pemerintah maupun perusahaan. Perusahaan masih enggan membuka gaji yang akan diterima karyawan. Kalau toh ada, biasanya pekerjaan di kalangan tenaga penjual (sales) dan itu pun lebih hanya ”tipuan” yang kadang membuat silau. Gaji tenaga penjual pada ujungnya bergantung pada sejauh mana mereka bisa menjual produk.