Agar dapat pulih pada 2023, sejumlah pelaku industri mengubah strategi orientasi pasar ke negara-negara yang bersifat emerging market dan kondisi perekonomiannya relatif stabil. Mereka juga menggencarkan pemasaran.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Pengunjung berbelanja bahan makanan di pasar ritel modern di Kota Tangerang, Banten, Kamis (1/12/2022). Potongan harga masih menjadi senjata utama pusat perbelanjaan ritel untuk menarik minat pembeli.
JAKARTA, KOMPAS — Penurunan permintaan pasar ekspor mengakibatkan sejumlah industri pengolahan yang menopang perekonomian nasional belum pulih pascapandemi Covid-19 meskipun masih mencatatkan pertumbuhan. Pelaku industri dan pemerintah pun berupaya menggencarkan pemanfaatan pasar dalam negeri serta menembus pasar mancanegara nontradisional demi mendongkrak permintaan di tengah melemahnya ekspor.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, perekonomian Indonesia tumbuh 5,31 persen secara kumulatif sepanjang triwulan-I hingga triwulan-IV 2022. Berdasarkan lapangan usahanya, kinerja pertumbuhan industri pengolahan memiliki andil tertinggi, yakni 18,34 persen, dengan angka pertumbuhan 4,89 persen.
Meskipun demikian, kinerja pertumbuhan sejumlah subsektor industri pengolahan belum pulih seperti posisi pada sebelum pandemi atau 2019. Subsektor tersebut, antara lain, industri makanan dan minuman, pengolahan tembakau, tekstil dan pakaian jadi, kertas dan barang dari kertas, furnitur, serta kimia, farmasi, dan obat tradisional. Jumlah andil subsektor-subsektor itu terhadap industri pengolahan secara keseluruhan mencapai lebih dari 50 persen.
Berdasarkan data BPS, nilai PDB atas dasar harga berlaku industri makanan-minuman sepanjang 2022 sebesar Rp 1.238,09 triliun. Angka ini merupakan yang tertinggi dibandingkan subsektor industri pengolahan nonmigas lainnya. Sepanjang 2022, industri makanan-minuman tumbuh 4,9 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada 2019 yang sebesar 7,78 persen.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Pengunjung berbelanja bahan makanan di pasar ritel modern di Kota Tangerang, Banten, Kamis (1/12/2022). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi per November 2022 sebesar 5,42 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy) atau turun dari posisi Oktober 2022 sebesar 5,71 persen.
Tren itu sejalan dengan data BPS yang menunjukkan pertumbuhan PDB pada komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk makanan dan minuman (di luar restoran) pada 2022 sebesar 3,42 persen atau lebih lambat dibandingkan pertumbuhan pada 2019 yang mencapai 5,16 persen. ”Pertumbuhan industri makanan-minuman pada 2022 lebih lambat dibandingkan dengan 2019 karena belum pulihnya daya beli masyarakat seperti sebelum pandemi,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika saat dihubungi, Rabu (8/2/2023).
Sementara itu, dengan total nilai PDB Rp 41,97 triliun sepanjang 2022, industri furnitur justru tumbuh negatif 1,99 persen. Kinerja ini berbeda signifikan dengan pertumbuhan pada 2019 yang menyentuh angka 8,35 persen.
Kinerja tersebut, lanjut Putu, dipengaruhi oleh terganggunya ekspor akibat situasi perekonomian di negara yang menjadi pasar utama furnitur. Oleh sebab itu, sejak akhir 2022, terdapat inisiasi pengembangan pasar ekspor furnitur ke India, negara-negara di wilayah Timur Tengah, dan negara-negara anggota ASEAN.
Berdasarkan data yang dihimpun dari BPS, Ketua Presidium Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia Abdul Sobur menyebutkan, nilai ekspor mebel sepanjang 2022 berkisar 2,49 miliar dollar AS atau turun 1,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Furnitur kayu memiliki andil terbesar dalam kinerja ekspor mebel tersebut, yakni 55,19 persen. Penurunan ekspor furnitur kayu sebesar 3,67 persen.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Perajin menyelesaikan pembuatan mebel ukir yang masih bertahan dengan beragam tren bentuk mebel kekinian di Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Kamis (24/11/2022).
Meskipun demikian, Sobur optimistis ekspor furnitur akan tumbuh 8,7 persen menjadi 3,67 miliar dollar AS sepanjang 2023. ”Kami mengubah strategi orientasi pasar ke negara-negara yang bersifat emerging market dan kondisi perekonomiannya relatif stabil. Kami akan mengikuti pameran-pameran di negara tersebut dan memperbanyak saluran pemasaran dalam jaringan. Selain itu, kami juga akan menyelenggarakan Indonesia International Furniture Expo pada 9-12 Maret 2023,” tuturnya saat dihubungi, Rabu.
Perlambatan tekstil
Sementara itu, industri tekstil dan pakaian jadi membukukan PDB sebesar Rp 201,64 triliun sepanjang 2022. Subsektor industri ini tumbuh 9,34 persen secara kumulatif. Sebelum pandemi pada 2019, industri tekstil dapat tumbuh 15,35 persen.
Meski demikian, konsumsi dalam negeri untuk produk pakaian, alas kaki, dan jasa perawatan lainnya menunjukkan sinyal pemulihan. Data BPS menunjukkan, pertumbuhan komponen konsumsi untuk kelompok produk tersebut sepanjang 2022 sebesar 4,28 persen. Angka ini sedikit melampaui dibandingkan pertumbuhan pada 2019 yang sebesar 4,27 persen.
Salah satu upaya pemerintah untuk melindungi pasar dalam negeri dari gempuran produk tekstil impor ialah menerapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176 Tahun 2022 tentang Pengenaan Bea Masuk Antidumping terhadap Impor Produk Polyester Staple Fiber (PSF) dari India, China, dan Taiwan. Bea masuk yang dikenakan berkisar 5,82-28,47 persen, bergantung nama eksportir dan asal negaranya.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Pegawai salah satu kios di pasar grosir tekstil Blok A Tanah Abang, Jakarta, sedang mengepak pakaian pesanan pelanggan, Senin (30/1/2023). Untuk persiapan menjelang Lebaran, para pedagang di daerah terutama dari luar Pulau Jawa mulai menyetok barang dengan berbelanja pakaian di Pasar Tanah Abang.
Menurut Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian Ignatius Warsito, regulasi tersebut menciptakan persaingan dagang dengan harga wajar di dalam negeri. Dengan demikian, produk dalam negeri mendapatkan kepastian pasar domestik. Aturan itu juga dapat menekan pertumbuhan impor yang bisa digantikan oleh produk dalam negeri.
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho berpendapat, kinerja industri tekstil dan produk tekstil patut jadi perhatian, apalagi karena serapan tenaga kerjanya tinggi. ”Pertumbuhan industri ini pada 2022 lebih disebabkan oleh low-based effect. Gelombang pemutusan hubungan kerja dan pekerja yang dirumahkan masih terjadi pada tahun tersebut,” katanya.
Adapun industri kimia, farmasi, dan obat tradisional mencatatkan PDB senilai Rp 357,3 triliun sepanjang 2022. Pertumbuhannya 0,69 persen, sedangkan pada 2019 dapat bertumbuh 8,48 persen.
Andry menilai, pertumbuhan subsektor industri ini telah mencapai puncaknya pada pandemi Covid-19. Selain itu, kasus obat yang melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan pada 2022 turut menurunkan permintaan dari konsumen.