Pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga dan investasi yang menjadi mesin inti perekonomian nasional masih belum pulih seperti masa sebelum pandemi Covid-19
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·1 menit baca
DIDIE SW
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi
JAKARTA, KOMPAS – Perekonomian Indonesia mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,31 persen secara kumulatif sepanjang 2022. Meskipun tumbuh di atas 5 persen, Indonesia mesti berhati-hati karena masih ada sejumlah sektor yang belum pulih pascapandemi.
Badan Pusat Statistik merilis, Senin (6/2/2023), PDB Indonesia atas dasar harga berlaku pada triwulan-IV 2022 mencapai Rp 5.114,9. Nilai ini tumbuh 0,36 persen dibandingkan triwulan sebelumnya serta tumbuh 5,01 persen dibandingkan triwulan-IV 2022.
Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang triwulan-I hingga triwulan-IV 2022 tumbuh 5,31 persen. “Artinya, perekonomian Indonesia tumbuh solid sepanjang 2022. Angka pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi sejak 2013,” kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers yang digelar secara hybrid di Jakarta, Senin.
Menurut komponen pengeluaran yang membentuk PDB, Margo menggarisbawahi pertumbuhan konsumsi rumah tangga serta pembentukan modal tetap bruto (PMTB) sepanjang 2022 masih belum pulih dibandingkan kinerja saat sebelum pandemi Covid-19. Dengan andil mencapai 51,87 persen, pertumbuhan konsumsi rumah tangga Indonesia sepanjang 2022 sebesar 4,93 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sebelum pandemi, pertumbuhan tahunannya dapat mencapai 5,04 persen.
Adapun pertumbuhan tahunan komponen PMTB sepanjang 2022 sebesar 3,87 persen dengan kontribusi 29,08 persen. Jika dibandingkan dengan kinerja pada periode sebelum pandemi, komponen PMTB dapat tumbuh hingga 4,45 persen pada 2019.
Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro menilai, dua komponen tersebut merupakan mesin inti pertumbuhan ekonomi Indonesia. “Padahal, pada 2023, pertumbuhan dari komponen PMTB dapat tertahan karena investor dan pelaku usaha cenderung menahan belanja modal jelang tahun politik,” katanya saat dihubungi, Senin.
Berdasarkan distribusinya, komponen ekspor menempati posisi ketiga dengan andil 24,49 persen. Pertumbuhan komponen ekspor sepanjang 2022 menyentuh angka 16,28 persen atau lebih tinggi dibandingkan posisi pada 2019 yang berada di bawah 10 persen.
Menurut Satria, ekspor sulit untuk menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023. Dia memperkirakan terjadinya tren normalisasi ekspor yang berimbas pada penurunan harga sejumlah komoditas.
Di sisi lain, komponen belanja pemerintah tumbuh negatif 4,51 persen sepanjang 2022. Andilnya 7,66 persen. Kontraksi itu disebabkan oleh turunnya belanja sosial serta belanja barang dan jasa oleh pemerintah.
Satria menilai, kontraksi belanja pemerintah dipengaruhi oleh transisi kepemimpinan kepala daerah di sejumlah wilayah. Imbasnya, belanja infrastruktur yang biasanya terjadi pada triwulan-IV 2023 cenderung tidak terealisasi.
Secara umum, Analis Makroekonomi Bank Danamon Indonesia Irman Faiz mengatakan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan-IV 2022 menunjukkan tren pemulihan permintaan dalam negeri, salah satunya karena mobilitas masyarakat yang lebih leluasa dibandingkan saat pandemi. Dengan demikian, pemulihan ekonomi nasional dapat berlanjut.