Partai Buruh Soroti Sejumlah Poin dalam Perppu Cipta Kerja
Partai Buruh menyoroti dan menolak sejumlah poin yang dinilai bermasalah dalam Perppu Cipta Kerja. Mereka mengancam bakal mogok kerja jika DPR mengesahkannya.
Oleh
Ayu Octavi Anjani
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai Buruh bersama Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia berunjuk rasa, Senin (6/2/2023), menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Ada sejumlah poin dalam perppu yang dinilai bermasalah dan disuarakan dalam aksi tersebut.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, ada sejumlah poin yang memberatkan masyarakat yang disuarakan Partai Buruh. Poin tersebut antara lain soal upah minimum, alih daya (outsourcing), pesangon, karyawan kontrak, pemutusan hubungan kerja (PHK), jam kerja, tenaga kerja asing, serta sanksi pidana.
Dari sejumlah poin itu, kata Iqbal, beberapa poin sangat merugikan buruh, yaitu soal alih daya, upah minimum, dan tenaga kerja asing.
Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz menilai, pengaturan tentang tenaga alih daya dalam peraturan pemerintah memicu perdebatan. Sebab, aturan itu dinilai sebagai suatu perbudakan dan dapat dilakukan secara semena-mena. ”Bisa jadi seenaknya dan segala jenis pekerjaan bisa dialihdayakan,” ujarnya, Senin (6/2/2023).
Baik dalam UU Cipta Kerja maupun Perppu No 2/2022, prinsip alih daya diperbolehkan. Dalam Perppu No 2/2022 disebutkan, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis. Pemerintah pun menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan dalam peraturan pemerintah (Kompas.id, 2/1/2023).
Selain masalah alih daya, Partai Buruh juga menyoroti masalah upah minimum dan tenaga kerja asing. Kedua poin itu dinilai akan berdampak pada kehidupan buruh yang mayoritas merupakan masyarakat dengan ekonomi rendah. Selain itu, masuknya tenaga kerja asing dinilai akan membuat jumlah penganggur di Indonesia sulit teratasi.
”Dalam hukum ketenagakerjaan tidak pernah dikenal adanya indeks tertentu dalam menentukan upah minimum. Selain itu, Pasal 88C Ayat (2) pada Bab IV Ketenagakerjaan menyebutkan gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten atau kota. Hal ini, menurut saya, gubernur bisa seenaknya menetapkan upah minimum atau tidak,” ujarnya.
Lebih lanjut, tenaga kerja asing juga menjadi salah satu poin masalah yang paling disorot Partai Buruh. Pasalnya, jumlah penganggur di Indonesia akan sulit teratasi jika pemerintah menerima tenaga kerja asing yang tidak berkemampuan, sedangkan tingkat pengangguran di Indonesia dinilai masih tinggi.
Partai Buruh mengancam melakukan mogok kerja nasional jika Perppu Cipta Kerja tetap disahkan oleh pemerintah dan tuntutan yang disuarakan selama unjuk rasa tidak didengarkan.
”Hari ini kami menyuarakan tiga tuntutan. Pertama, meminta Dewan (DPR) menolak omnibus law. Kedua, meminta revisi sejumlah pasal Undang-Undang Kesehatan tentang BPJS Ketenagakerjaan. Dan ketiga, meminta Dewan mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT),” ujar Riden.