Pelaku Usaha Menunggu Kepastian Hukum Perppu Cipta Kerja
Pemerintah memastikan perppu langsung berlaku sejak diundangkan meski proses politik masih bergulir di DPR. Berbagai substansi yang menjadi kekhawatiran pengusaha akan diperjelas dalam penyusunan peraturan turunan.
Oleh
agnes theodora, MEDIANA
·4 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menjadi pembicara dalam diskusi Kompas Collaboration Forum di Jakarta, Jumat (3/2/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Proses politik dan sejumlah substansi yang masih menggantung dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja memunculkan tanda tanya di kalangan pelaku usaha. Di tengah kompleksitas tantangan ekonomi ke depan, pelaku usaha berharap kehadiran perppu tidak mengaburkan kepastian hukum yang dibutuhkan dalam berbisnis.
Aspirasi itu mengemuka dalam sesi dialog di Kompas Collaboration Forum (KCF) Afternoon Tea di Jakarta, Jumat (3/2/2023). Acara itu dihadiri oleh para pemimpin perusahaan anggota KCF yang berasal sejumlah sektor usaha. Dialog juga dihadiri unsur pemerintah yang diwakili Menteri KetenagakerjaanIda Fauziyah dan Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi.
COO Springhill Group Adrianus Holy Marhendra, misalnya, mempertanyakan kepastian proses politik yang masih bergulir di DPR. Sejak mulai bersidang pada 10 Januari 2023, DPR belum mengambil sikap terkait perppu. Sementara kurang dari dua pekan lagi, DPR akan kembali memasuki masa reses.
Sesuai UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP), jika DPR menyetujui, perppu menjadi UU. Namun, jika tidak disetujui, perppu harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. UU PPP tidak mengatur batas waktu bagi DPR untuk mengambil sikap terhadap perppu.
”Setelah perppu ini terbit, apakah otomatis bisa berjalan, atau harus menunggu persetujuan DPR dulu? Kalau DPR tidak kunjung menyetujui, ditunda terus, apakah perppu jadi menggantung?” tuturnya.
Senada, CEO Wyr Solution Theodorus Wiryawan berharap perppu tidak menambah ketidakpastian di tengah gejolak ekonomi global dan dinamika tahun politik. ”Perppu silakan saja, tetapi jangan sampai menghambat mood investasi dan berbisnis. Sekarang ini, pengusaha cenderung jadi wait and see, sementara kita butuh langkah yang tegas dan pasti,” katanya.
Selain kepastian proses politik, pengusaha menyoroti aturan ketenagakerjaan yang berubah dalam Perppu Cipta Kerja. Untuk diketahui, perppu mengubah, menghapus, dan menetapkan pengaturan substansi baru dari empat UU di sektor ketenagakerjaan.
Dua substansi yang paling banyak disorot adalah berubahnya formula penghitungan upah minimum dan aturan pembatasan pekerjaan alih daya (outsource). Formula penghitungan upah minimum kini menggunakan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Dalam keadaan tertentu, pemerintah dapat menetapkan formula yang berbeda.
Sementara terkait alih daya, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis. Pemerintah akan menetapkan jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan melalui peraturan pemerintah (PP).
Perppu silakan saja, tetapi jangan sampai menghambat mood investasi dan berbisnis.
Memberi masukan
Menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Kamdani, pengusaha pada dasarnya menyambut Perppu Cipta Kerja, yang diyakini dapat memperbaiki iklim berusaha. Namun, berubahnya aturan pengupahan dan alih daya itu diakui mengejutkan serta berpotensi membawa ketidakpastian baru.
Meski demikian, ketimbang menolak perppu, ia mengajak pengusaha dari berbagai sektor untuk terlibat memberi masukan saat penyusunan peraturan pelaksanaan Cipta Kerja kelak.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Kader dan simpatisan Partai Buruh dalam aksi unjuk rasa di sekitar Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Sabtu (14/1/2022).
”Kita butuh perppu, tetapi ada banyak hal yang perlu kepastian karena dampaknya bisa jangka panjang. Ini yang kita harus bicarakan bersama saat penyusunan PP. Jangan sampai terlewat, lalu semua sudah diketok, PP-nya sudah jadi, baru kita komplain,” tuturnya.
Secara filosofis, menurut Ketua Bidang Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Apindo Anton Supit, Perppu Cipta Kerja dibutuhkan untuk mendorong investasi padat karya. Ada sekitar 60 persen angkatan kerja berpendidikan menengah-bawah yang membutuhkan lapangan kerja. Indonesia juga dihadapkan dengan banyaknya warga yang kekurangan akses kebutuhan gizi karena kemiskinan.
Ia pun berharap proses di DPR tidak berlarut-larut. ”Sekarang, hal paling penting adalah menyelamatkan bangsa dengan lapangan kerja. Mengapa (harus) terus mempersoalkan prosedur pembuatan UU atau Perppu Cipta Kerja? Kalau DPR konsisten, seharusnya tinggal menyetujui,” ujarnya.
Direktur Utama Bank BTPN Henoch Munandar juga menyoroti ketimpangan suplai-demand di pasar tenaga kerja yang perlu dijawab dengan lapangan kerja baru. Ia mengilustrasikan, empat tahun lalu, sektor perbankan sulit mencari pekerja lulusan baru. Kini, untuk mengisi lowongan 50 pegawai dalam setahun, jumlah pelamar bisa mencapai 50.000 orang.
”Ini wake up call. Secara umum, bisa dimaklumi pandangan pemerintah bahwa masih banyak warga yang butuh pekerjaan formal,” katanya.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Tamu undangan bertanya di sela-sela diskusi Kompas Collaboration Forum di Jakarta, Jumat (3/2/2023). Diskusi yang membahas Perppu Cipta Kerja ini menghadirkan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Pemimpin Redaksi Harian Kompas Sutta Dharmasaputra, Wakil Ketua Apindo Shinta W Kamdani, serta Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kemenko Perekonomian Elen Setiadi.
Langsung berlaku
Menanggapi aspirasi dunia usaha, Ida Fauziyah, yang hadir secara daring, menegaskan, pertimbangan utama pemerintah saat menyusun perppu adalah aspek penciptaan lapangan kerja, keberlangsungan usaha, dan perlindungan pekerja. Ketiga hal ini harus berjalan bersamaan.
Ida pun memastikan, lepas dari proses di DPR, perppu sudah berlaku sejak ia diundangkan. ”Perppu mulai berlaku sejak diundangkan tanggal 30 Desember 2022. Perppu memang akan jadi UU jika ada persetujuan DPR, tetapi substansi perppu ini sudah berlaku,” kata Ida terkait kelanjutan nasib perppu.
Terkait kekhawatiran pengusaha atas pasal pengupahan, Ida mengatakan, kejelasan formula baru akan diatur dalam PP. Ada alasan yuridis berupa kondisi memaksa yang membuat pemerintah mengeluarkan formula baru sebagaimana yang diatur dalam Permenaker No 18/2022.
Pertimbangan utama pemerintah saat menyusun perppu adalah aspek penciptaan lapangan kerja, keberlangsungan usaha, dan perlindungan pekerja.
”Dalam kondisi darurat, pemerintah mengambil kebijakan darurat. Ini pun sudah terlihat saat pandemi, di mana pemerintah memberikan relaksasi pembayaran upah dan jaminan sosial,” kata Ida.
Lebih lanjut Ida menyatakan, pemerintah akan fleksibel, termasuk tidak ”saklek” membatasi pekerjaan alih daya. Substansi ketentuan alih daya yang tertuang dalam perppu, ujarnya, bertujuan menciptakan ketenangan dalam bekerja dan kelangsungan usaha. ”Ruangnya masih terbuka untuk kita membuat kategorisasi dari outsourcing itu,” katanya.
Keraguan publik, termasuk kelompok pelaku usaha, juga tertangkap dalam survei Litbang Kompas pada 10-12 Januari 2023 terhadap 512 responden di 34 provinsi. Hasil survei menunjukkan, mayoritas responden menganggap Perppu Cipta Kerja belum mewakili aspirasi. Sebanyak 61,6 persen pekerja merasa aspirasinya tidak terwakili dan 62,7 persen masyarakat yang tidak bekerja merasa tidak diwakili.
Kebimbangan dari pelaku usaha juga cukup besar. Hanya 32 persen pengusaha yang merasa sudah terwakili lewat perppu, sementara 53 persen masih merasa bimbang. ”Ini salah satunya karena beberapa peraturan turunan memang belum detail,” kata peneliti Litbang Kompas, Ignatius Kristian.
Hanya 32 persen pengusaha yang merasa sudah terwakili lewat perppu, sementara 53 persen masih merasa bimbang.
Secara umum, survei juga menangkap bahwa kebanyakan masyarakat belum membaca isi perppu dan mendapat informasi perkembangan perppu lewat pemberitaan media.
Akibat sosialisasi yang belum optimal, mayoritas responden mengkhawatirkan dampak buruk perppu. Sebanyak 69,8 persen responden khawatir terkena dampak buruk perppu, khususnya dari masyarakat yang belum bekerja dan pekerja.
Meski demikian, keyakinan pekerja dan kelompok pengangguran terhadap perppu justru lebih besar dari pengusaha. Sebanyak 60,9 persen pekerja dan 63,9 persen pengangguran merasa yakin perppu mampu mengatasi persoalan, tetapi hanya 52 persen pengusaha yang merasa yakin. ”Kalangan dunia usaha masih terbelah dalam meyakini bahwa perppu mampu mengatasi persoalan,” katanya.