Cerita Peradaban Komoditas Indonesia
Komoditas Indonesia, seperti gula, batubara, dan semen, tidak hanya bernilai ekonomi. Komoditas itu juga menggambarkan jejak peradaban Indonesia, bahkan dunia. Jika dikelola dengan baik, nilai ekonominya semakin tinggi.
Cerita komoditas Indonesia tak hanya soal gejolak harga. Cerita komoditas Indonesia juga bukan melulu tentang peluang dan hambatan ekspor. Cerita komoditas Indonesia juga menyangkut jejak peradaban yang dilanggengkan melalui cagar budaya, bahkan warisan dunia.
Dari gula, Indonesia memiliki pabrik-pabrik gula tua peninggalan Pemerintah Hindia Belanda. Pabrik-pabrik itu mulai dibangun pada 1832 atau dua tahun setelah Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch memulai sistem tanam paksa cultuurstelsel (1830-1870).
Beberapa di antara pabrik itu dijadikan cagar budaya ”berbumbu” ekonomi, wisata, dan edukasi. Pabrik Gula (PG) Banjaratma yang pernah beroperasi pada 1913-1998 di Brebes, Jawa Tengah, misalnya. PG yang dibangun oleh perusahaan perkebunan Belanda NV Cultuurmaatschappij pada 1908 itu telah disulap menjadi tempat istirahat di ruas Tol Pejagan-Pemalang Kilometer 260.
Ada juga PG Pangkah di Tegal, Jawa Tengah, yang dibangun pada 1832. PG paling tua di Indonesia itu telah menjadi eduwisata sejarah yang terkenal dengan Loko Antik merek Ateliers Moës-Freres buatan 1974. Beragam sarana dan peralatan penggilingan tebu di pabrik itu masih dipertahankan, seperti stasiun ketelan, gilingan, pemurnian nira, dan besali atau bengkel.
PG Colomadu di Karanganyar, Jawa Tengah, bahkan tak hanya menjadi cagar budaya dan kawasan wisata. Pabrik yang dibangun pada 1861 ini juga menjadi kawasan komersial bernama De Tjolomadoe.
Baca juga : Tutur Visual: Melestarikan Jejak-jejak Revolusi Industri Gula 1.0
Dari batubara, Indonesia bisa memiliki situs warisan dunia (heritage) yang diakui Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), yakni tambang batubara Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat. Tambang batubara tertua di Asia Tenggara dan satu-satunya tambang batubara bawah tanah di Indonesia ini diakui sebagai warisan dunia pada 10 Juli 2019. Tambang ini merupakan salah satu dari sembilan warisan dunia yang dimiliki Indonesia.
Tambang tersebut juga dijadikan sebagai tempat wisata dengan destinasi andalan Lubang Tambang Mbah Soero. Daya tarik wisata Sawahlunto bertambah tatkala kereta api legendaris ”Mak Itam”, lokomotif uap bergerigi seri E1060 buatan Jerman pada 1965, diaktifkan kembali pada Desember 2022. Kereta api ini sempat mati suri sejak 2014.
Kereta yang dahulu mengangkut batubara dengan rute Sawahlunto-Muaro Kalaban itu kini menjadi kereta wisata. Rute Sawahlunto-Muaro Kalaban sepanjang 4 kilometer itu merupakan jalur kereta api bersejarah yang dibangun perusahaan kereta api negara Sumatra Staats Spoorwegen (SSS) dan dioperasikan sejak 1894.
Saya akan terus mendorong aset-aset bersejarah milik BUMN bisa dihidupkan agar bermanfaat bagi masyarakat.
Saat meresmikan pengoperasian kembali Mak Itam pada 20 Desember 2022, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, pengaktifan kembali Mak Itam adalah awal kebangkitan wisata lokal di Sumatera Barat. Langkah itu perlu diikuti dengan memperkuat ekosistem pariwisata bersama-sama.
”Saya akan terus mendorong aset-aset bersejarah milik BUMN bisa dihidupkan agar bermanfaat bagi masyarakat. Hal itu dapat mendorong pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah serta pariwisata sehingga turut mendongkrak perekonomian daerah,” ujarnya.
Baca juga : Kereta Api Uap ”Mak Itam” di Sawahlunto Kembali Beroperasi
Peradaban beton
Indonesia juga terkenal sebagai negara produsen semen, baik untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri maupun luar negeri. Pada 2021, Indonesia berada di peringkat ke-6 dari 10 negara produsen semen terbesar dunia dengan volume produksi 65 juta ton. Indonesia masih kalah dari China, India, Vietnam, Amerika Serikat, dan Turki yang secara berurutan menempati peringkat ke-1 hingga ke-5.
Pada tahun yang sama, Indonesia juga tercatat sebagai negara pengekspor semen nomor tujuh dunia dengan nilai ekspor sebesar 407,4 juta dollar AS. Peringkat Indonesia itu masih di bawah Vietnam yang menempati peringkat pertama, kemudian disusul Turki, Jerman, Kanada, dan Thailand.
Capaian Indonesia itu bukan tanpa dasar lantaran Indonesia telah memproduksi semen pada era Pemerintah Hindia Belanda. Pabrik semen pertama di Indonesia didirikan di Indarung, Kecamatan Lubuk Kilangan, Padang, Sumatera Barat, pada 18 Maret 1910.
Pabrik Indarung I yang memproduksi semen basah itu dikelola oleh NV Nederlandsch Indische Portland Cement Maatschappij (NV NIPCM). Pada 5 Juli 1958, perusahaan itu dinasionalisasi oleh Pemerintah Indonesia menjadi PT Semen Padang.
Baca juga : Perkuat Potensi Wisata Kota Pusaka
Direktur Utama PT Semen Padang Asri Mukhtar mengatakan, waktu itu produk semen Indarung I turut membangun peradaban Hindia Belanda, Indonesia, dan sejumlah negara di dunia. Produk semen itu telah diekspor ke Afrika Selatan, Malaysia, dan Singapura.
Di Indonesia, produk semen pabrik itu, antara lain, digunakan untuk membangun Gedung MPR/DPR di Jakarta pada 1965 dan Jam Gadang di Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 1926. Selain itu, digunakan juga untuk membangun Monumen Nasional (Monas) pada 1961 dan Jembatan Ampera di Palembang pada 1962.
”Kami telah memiliki sejumlah dokumen dari Belanda terkait dengan bukti pengiriman semen ke Afrika, Hindia Belanda, dan beberapa wilayah di Indonesia,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat di Komisi VI DPR, Jakarta, Rabu (1/2/2023).
Kini, pabrik Indarung I itu telah berstatus sebagai cagar budaya. PT Semen Padang berencana menjadikan cagar budaya itu sebagai situs warisan dunia yang diakui UNESCO. Beragam dokumen dan persyaratan telah dan sedang dikumpulkan dan dilengkapi agar pabrik itu bisa menjadi warisan dunia pada 2025.
Waktu itu, produk semen Indarung I turut membangun peradaban Hindia Belanda, Indonesia, dan sejumlah negara di dunia. Produk semen itu telah diekspor ke Afrika Selatan, Malaysia, dan Singapura.
Baca juga : Indonesia Wajib Menjaga Warisan Dunia
Menurut Asri, dana yang dibutuhkan untuk merealisasikan rencana itu sebesar Rp 99,2 miliar. Peta jalan Pabrik Semen Indarung I sebagai warisan dunia juga telah dibuat. Konsep pengelolaannya mengarah pada perlindungan sejarah dan budaya serta eduwisata.
Beberapa konstruksi bangunan dan mesin pembuat semen basah lama akan dipertahankan. Di dalam bangunan itu juga akan dibuat museum tentang sejarah semen yang menggambarkan jejak peradaban beton Indonesia.
”Kami juga akan melengkapinya dengan wahana kegiatan luar ruangan; tempat pertunjukan kesenian, festival, dan pameran; serta kafe berkonsep industrial heritage dan kuliner khas Minang,” katanya.
Anggota Komisi VI DPR, Evita Nursanty, menilai rancangan induk heritage Pabrik Semen Indarung I masih seperti konsep pengelolaan wisata tingkat daerah. PT Semen Padang harus membuatnya mampu menarik wisatawan mancanegara datang ke Indonesia.
”Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah bekerja sama dengan negara-negara yang pernah menerima manfaat semen Indarung I, seperti Afrika Selatan, Belanda, dan Singapura. Selain itu, PT Semen Padang juga dapat bekerja sama dengan negara-negara produsen semen lain untuk mengembangkan jejak peradaban beton dunia,” kata Evita.
Baca juga : Siapkan Rencana Jangka Panjang untuk Usulan Warisan Dunia