Penyaluran beras impor ke wilayah-wilayah defisit dinilai tidak sesuai harapan sehingga keberadaannya kurang efektif meredam harga. Beras menjadi komoditas utama penyumbang inflasi pada Januari 2023.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·3 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Buruh membongkar beras yang didatangkan dari Vietnam dengan menggunakan kapal barang Newsun Blue di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (2/2/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Beras menjadi komoditas utama penyumbang inflasi pada Januari 2023 kendati pemerintah telah mengimpor beras untuk menambah pasokan. Beras impor dinilai belum efektif terdistribusi ke kota-kota yang membutuhkannya. Akibatnya, kenaikan harganya tak teredam dan menyumbang inflasi.
Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik, Rabu (1/2/2023), inflasi nasional pada Januari 2023 secara bulanan (dibandingkan bulan sebelumnya) mencapai 0,34 persen, sedangkan secara tahunan (dibandingkan Januari 2022) inflasi mencapai 5,28 persen.
Menurut kelompok pengeluaran, inflasi makanan, minuman, dan tembakau merupakan penyumbang inflasi bulanan tertinggi, yakni mencapai 1,16 persen dengan andil 0,3 persen dari 0,34 persen.
Dari kelompok pengeluaran tersebut, beras menjadi komoditas utama penyumbang inflasi. Pada Januari 2023, inflasi beras secara bulanan mencapai 2,34 persen. Sementara itu, pada Januari 2022 dan Desember 2022, inflasinya mencapai 0,94 persen dan 2,3 persen.
Beras menjadi penyumbang inflasi beberapa bulan terakhir. Pasokannya yang berkurang membuat harganya cenderung naik. Salah satu upaya pemerintah untuk mengendalikan harga beras adalah mengimpor sebanyak 500.000 ton yang mulai direalisasikan sejak 16 Desember 2022.
Perum Bulog menjadi operator impor tersebut. Berbeda dengan importasi sebelumnya, yakni pada tahun 2018 yang relatif terbatas titik bongkarnya, kali ini ada 14 pelabuhan di Indonesia yang menjadi titik bongkar muat beras impor. Titik itu antara lain Pelabuhan Malahayati dan Lhokseumawe (Aceh), Belawan (Sumatera Utara), Dumai (Riau), Teluk Bayur (Sumatera Barat), Boom Baru (Sumatera Selatan), Panjang (Lampung), Tanjung Priok (Jakarta), Merak (Banten), Tanjung Perak (Jawa Timur), serta Tenau (Nusa Tenggara Timur).
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso berharap, penambahan titik bongkar hingga 14 pelabuhan itu mempercepat distribusi sehingga beras impor dapat tersalur langsung ke wilayah-wilayah terdekat yang membutuhkannya.
”Namun, jejaring distribusi (yang menyambung dari pelabuhan) itu rupanya tidak sesuai harapan. Kami tidak bisa langsung menyalurkan beras ke pengecer, tetapi mesti melewati kelompok-kelompok yang mengorganisasi mereka (pengecer). Sekarang, kami mengupayakan pemangkasan rantai penjualan,” ujarrnya dalam konferensi pers yang diadakan di Jakarta, Kamis (2/2/2023).
Ambil untung
Menurut Budi, jumlah pasokan beras yang dikelola Bulog cukup sehingga pihaknya yakin stok itu dapat menurunkan harga beras dalam waktu sepekan. Syaratnya, jalur distribusinya sesuai harapan. Selain itu, dia menggarisbawahi ancaman aksi ambil untung jika beras yang disalurkan melalui pihak-pihak yang mengumpulkan pengecer.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Buruh membongkar beras yang didatangkan dari Vietnam dengan menggunakan kapal barang Newsun Blue di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (2/2/2023).
Ancaman itu muncul lantaran Bulog menjual beras impor dengan harga Rp 8.300 per kilogram. Dengan nilai itu, harga beras medium eceran diharapkan bisa di kisaran acuan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras, yakni berkisar Rp 9.450-Rp 10.250 per kg, tergantung wilayahnya. Namun, kualitas beras impor yang dijual tersebut tergolong premium yang HET-nya dapat mencapai Rp 12.800-Rp 13.600 per kg.
Dari sisi kuantitas, Budi menyebutkan, sebanyak 300.000 ton beras impor sudah berada di gudang. Sisanya, sekitar 200.000 ton, masih berada dalam pelayaran atau menunggu bongkar muat. Keduanya bergantung pada kondisi cuaca. Bongkar muat tidak bisa dilakukan pada saat hujan karena dapat menurunkan mutu beras.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis, rata-rata nasional harga beras medium di pasar tradisional, Kamis, mencapai Rp 12.800-Rp 12.950 per kg. Harga ini lebih tinggi dibandingkan pada awal Januari 2023 yang berkisar Rp 12.450-Rp 12.650 per kg.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi berpendapat, pergerakan harga beras akan membaik saat volume produksinya berada di atas volume konsumsi. Berdasarkan data BPS, konsumsi beras nasional sepanjang Januari 2023 mencapai 1 juta ton lebih tinggi dibandingkan produksinya. ”Kami akan terus melakukan operasi pasar melalui Bulog hingga panen raya,” ujarnya saat dihubungi, Kamis.
Sebelumnya, Kepala BPS Margo Yuwono menyebutkan, menurut angka inflasi bulanan, seluruh kota di Pulau Jawa mengalami inflasi. Secara tahunan, seluruh kota atau sebanyak 90 kota yang disurvei BPS mengalami inflasi. Lima kota dengan inflasi beras tertinggi secara bulanan pada Januari 2023 terdiri dari Gunungsitoli, Sumatera Utara (8,26 persen); Tual, Maluku (6,89 persen); Mataram, Nusa Tenggara Barat (6,82 persen); Sumenep, Jawa Timur (5,95 persen); serta Bekasi, Jawa Barat (5,81 persen).
Pengadaan 2023
Dalam kesempatan yang sama, Budi menyebutkan, target pengadaan beras produksi dalam negeri untuk cadangan pemerintah (CBP) sepanjang 2023 mencapai 2,4 juta ton. Dia menargetkan, 75 persen dari target itu bisa terealisasi pada periode Maret-Juni atau saat panen raya.
Guna merealisasikan angka itu, kata Budi, pihaknya memasukkan pencapaian serapan sebagai indikator kinerja pimpinan cabang Bulog di daerah. Pimpinan yang tak mencapai target akan dievaluasi. Bulog juga akan menyediakan fasilitas pengeringan dan penggilingan padi sehingga Bulog dapat menyerap dalam bentuk gabah.
Menurut dia, target pengadaan itu bisa tercapai dengan kepastian salur. Kanal penyaluran Bulog untuk operasi pasar diperkirakan mencapai 1,2 juta-1,4 juta ton sepanjang 2023. Pihaknya mengadakan beras bagi aparatur sipil negara serta anggota TNI dan Polri.