Kendati Inflasi Melandai, Pengelolaan Stok Pangan Perlu Jadi Perhatian
Badan Pusat Statistik mencatat, inflasi Januari 2023 mencapai 5,28 persen secara tahunan, lebih tinggi dibandingkan target inflasi Bank Indonesia. Pengelolaan stok dan distribusi pangan dinilai perlu jadi perhatian.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kendati inflasi Januari 2023 menunjukkan tren melandai, angkanya dinilai masih tinggi, yakni mencapai 5,28 persen secara tahunan atau di atas target inflasi Bank Indonesia sebesar 3 persen plus minus 1 persen. Guna mengendalikan inflasi, pengelolaan pasokan dan distribusi pangan perlu diperkuat agar harganya terkendali.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi bulan lalu lebih rendah dibandingkan inflasi Desember 2022 yang tercatat 5,51 persen. Trennya cenderung turun sejak September 2022, yakni ketika inflasi tahunannya (year on year) mencapai 5,95 persen.
Kelompok pengeluaran transportasi memberi andil tertinggi pada inflasi Januari 2023, yakni 1,67 persen, diikuti kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau (1,51 persen); perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga (0,71 persen), dan penyediaan makanan dan minuman restoran (0,4 persen).
”Ada pelemahan (inflasi tahunan) jika dibandingkan dengan Desember 2022. Dengan demikian, kita dapat optimistis (terhadap laju inflasi tahun ini), tetapi perlu waspada di tengah ketidakpastian global,” kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers terkait inflasi yang digelar secara dalam jaringan (daring), Rabu (1/2/2023).
Secara tahunan, sebanyak 90 kota atau semua kota yang disurvei BPS mengalami inflasi. Margo menyebutkan, hanya 26 kota yang inflasi tahunannya berada di bawah angka nasional. Inflasi tahunan tertinggi terjadi di Kota Kotabaru, Kalimantan Selatan, sebesar 7,78 persen, sedangkan inflasi terendah terjadi di Kota Sorong, Papua Barat, sebesar 3,23 persen.
Inflasi kelompok pengeluaran transportasi merupakan yang tertinggi, yakni mencapai 13,91 persen secara tahunan. Sementara kelompok makanan, minuman, dan tembakau mengalami inflasi 5,82 persen dengan komoditas penyumbang inflasi tertinggi terdiri dari beras, cabai merah, ikan segar, dan cabai rawit.
Oleh sebab itu, Margo menilai, peran manajemen stok dalam pengendalian inflasi serta distribusi antarwilayah memengaruhi harga komoditas pangan. ”Manajemen stok saat panen raya perlu menjadi perhatian agar cadangan pangan cukup saat (musim) tak panen,” katanya.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menilai, angka inflasi pada Januari 2023 menunjukkan perkembangan yang positif. ”Ke depan, BI meyakini inflasi inti tetap berada dalam kisaran 3 persen plus minus 1 persen pada semester-I 2023 dan inflasi kembali ke dalam sasaran 3 persen plus minus 1 persen pada semester-II 2023. Kami akan terus memperkuat respons kebijakan moneter serta terus berkoordinasi dengan pemerintah guna memastikan penurunan dan terkendalinya inflasi tersebut,” ujarnya melalui siaran pers.
Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Faisal Rachman, memperkirakan, laju inflasi cenderung menurun ke depan. Namun, pergerakan harga bahan pangan tak boleh luput dari perhatian.
Dua sinyal
Ekonom Bahana Sekuritas, Satria Sambijantoro, menilai, inflasi pada Januari 2023 mencerminkan dua sinyal, yakni dari sisi suplai dan permintaan. Dari segi suplai, Satria menilai pergerakan inflasi berada di ranah berbahaya karena ada permasalahan distribusi antarwilayah yang menyebabkan ketidaksesuaian antara pasokan dan permintaan.
Di sisi permintaan, kata Satria, ada sinyal kenaikan daya beli masyarakat. Imbasnya, belanja masyarakat meningkat dan menaikkan permintaan. Sinyal tersebut bersifat fundamental dan tampak dari pergerakan inflasi inti.
Berdasarkan komponennya, BPS mencatat, inflasi inti tahunan Januari 2023 sebesar 3,27 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan inflasi inti tahunan Januari 2022 yang senilai 1,84 persen.
Menurut Satria, daya beli masyarakat cenderung naik lantaran ada penyesuaian upah minimum 2023. Selain itu, dampak kenaikan harga komoditas di pasar global turut merambat ke penghasilan masyarakat pada tahun ini.
Sinyal kenaikan daya beli masyarakat itu, lanjut Satria, muncul di tengah longgarnya likuiditas yang salah satunya ditunjukkan lewat rata-rata pertumbuhan kredit perbankan mencapai di atas 10 persen. Oleh sebab itu, dia menilai, BI perlu menyesuaikan kembali kebijakan suku bunga acuannya.
Per 19 Januari 2023, suku bunga acuan BI berada di posisi 5,75 persen. Suku bunga ini telah naik 225 basis poin sejak Juli 2022 yang sebesar 3,5 persen.