Energi Terbarukan Sulit Kejar Peningkatan Energi Fosil
Realisasi energi terbarukan meningkat. Namun, itu belum cukup mampu mengejar kenaikan energi fosil secara keseluruhan sehingga porsi energi terbarukan dalam bauran energi primer nasional pada 2022 hanya naik 0,1 persen.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
PUTU FAJAR ARCANA
Instalasi panel surya di Kampung Malahing sebagai sumber energi yang sudah tidak berfungsi lagi.
JAKARTA, KOMPAS — Peningkatan konsumsi energi pada 2022 yang pemenuhannya masih didominasi energi fosil membuat capaian energi terbarukan dalam bauran energi primer nasional hanya naik tipis 0,1 persen menjadi 12,3 persen. Pemerintah optimistis target 23 persen pada 2025 bisa tercapai, salah satunya dengan terus memastikan pengadaan energi terbarukan.
Berdasarkan data sementara Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, konsumsi energi primer pada 2022 total sebesar 1,7 miliar barel setara minyak (BOE) atau meningkat dari 2021 yang 1,4 miliar BOE. Peningkatan terjadi pada setiap energi, termasuk batubara dan minyak bumi yang merupakan energi fosil.
Energi terbarukan juga meningkat dari 181 juta BOE menjadi 214 juta BOE. Namun, kenaikan tersebut belum cukup mampu mengejar kenaikan energi fosil secara keseluruhan sehingga porsi energi terbarukan dalam bauran energi primer hingga akhir 2022 ialah 12,3 persen, meningkat dari 2021 yang 12,2 persen. Capaian tersebut jauh di bawah target 2022 yang 15,7 persen.
Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam konferensi pers Capaian Kinerja 2022 dan Rencana Kerja 2023 Subsektor EBTKE, di Jakarta, Selasa (31/1/2023), mengatakan, sejak awal sudah ada gap antara realisasi dan target yang ada. Percepatan untuk mengejar target sulit dilakukan meski sejumlah kebijakan telah diambil untuk mendorong itu.
”Ternyata kecepatan penambahan dari energi fosil ini lebih tinggi dari energi terbarukan. Apakah target 23 persen pada 2025 tetap menjadi target? Ya. Tahun ini, strategi kami ialah memastikan agar proses pengadaan (energi terbarukan) berjalan sehingga panennya pada 2024 akhir atau 2025,” ujar Dadan.
Menurut dia, hitungan tercapai atau tidaknya target 23 persen energi terbarukan pada 2025 ialah pada 31 Desember. Masih ada waktu sekitar tga tahun untuk mengejar target tersebut. Ia pun yakin karena jika melihat Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2021-2030, ada angka 23 persen pada 2025 yang bisa dicapai.
Sementara itu, kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga energi terbarukan terpasang pada akhir 2022 mencapai 12.557 megawatt atau di atas rencana yang 12.529 MW. Sejumlah PLT energi terbarukan yang commercial operation date (COD) pada 2022 yakni PLT panas bumi (PLTP) Sorik Marapi Unit 3, PLT Biomassa PTPN IV (Persero), PLTM Madong, dan PLTS Selayar dengan total kapasitas 223 MW.
Ia yakin, ke depan, harga energi terbarukan akan bersaing. ”Ada proyek baru di Tanah Laut dengan tarif sangat kompetitif, yakni 5,5 sen per kilowatt-jam (kWh). Ini akan jadi terobosan dan menghilangkan stigma energi terbarukan itu mahal. Beberapa contoh sudah ada. Ke depan, jika ada proyek bagus dan bisa dieksekusi dengan baik, akan ada tarif yang makin kompetitif,” katanya.
Adapun implementasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap hingga akhir 2022 mencapai 6.522 pelanggan dengan kapasitas 60,45 MWp. Sementara pembangunan infrastruktur EBTKE dari APBN Tahun anggaran 2022 di antaranya 11.365 unit alat penyalur daya listrik (APDAL), 3 unit PLT mikro hidro sebesar 320 kW, 148 unit PLTS atap sebesar 2,8 megawatt-peak (MWp).
Secara terpisah, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menuturkan, mineral yang saat ini tengah banyak dibicarakan ialah pasir kuarsa. Mineral itu merupakan bahan baku panel surya. Menurut data Ditjen Minerba, cadangan pasir kuarsa di Indonesia sebanyak 331 juta ton. Selain panel surya, juga untuk keramik, kaca, dan semen.
”Kami lihat ini sebagai salah satu kontribusi dalam transisi energi. Ini modal besar, salah satunya di Bangka Belitung. Potensinya ada dan sedang berproses. Ada beberapa perusahaan yang menyatakan minat untuk berinvestasi di sana, termasuk perusahaan China yang menyatakan memasok 40 persen panel surya global. Beberapa perusahaan nasional juga minat,” katanya.
Ridwan menjelaskan, perusahaan dari China yang berminat telah bertemu dengannya dan melihat calon lokasi. Kendati belum ada proposal tertulis, rencana investasinya disebutkan sekitar 3 miliar dollar AS. Pemerintah akan upayakan agar Indonesia bisa bersaing dalam industri tersebut, yang juga diharapkan mendorong pengembangan energi terbarukan.
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA
Panel surya
Keseimbangan
Menurut Direktur Tropical Renewable Energy Centre Fakultas Teknik Universitas Indonesia Adi Surjosatyo, program pengembangan energi terbarukan sejak sekitar sepuluh tahun lalu sangat lambat. Kendati diisukan akan terus meningkat, kenyataannya kerap kali terbentur dengan struktur bisnis sehingga perkembangannya belum sesuai harapan.
Di sisi lain, sektor bisnis juga krusial dalam masa pemulihan Covid-19. Dengan meningkatnya permintaan energi, pemenuhan pun masih didominasi energi fosil. Hal tersebut turut berperan menghambat akselerasi pengembangan energi terbarukan.
”Dengan data saat ini, sulit untuk mencapai target (2025). Pada penghematan penggunaan BBM, misalnya, yang cenderung kurang berhasil karena di sisi lain jumlah penduduk terus meningkat (kebutuhan energi juga meningkat). Pemerintah harus bisa mengendalikan antara struktur bisnis dan pengembangan energi terbarukan itu. Perlu keseimbangan,” katanya.
Adi, yang juga Guru Besar Bidang Teknik Mesin Fakultas Teknik UI, menambahkan, energi terbarukan yang teknologinya semakin dekat untuk dikuasai yakni energi surya atau PLTS. Namun, saat ini teknologi itu masih terkendala dalam peralatan dan suku cadang yang masih impor. Di sisi lain, ada potensi besar di biomassa yang bisa terus diupayakan berkembang.