Pasar Dalam Negeri Topang Kinerja Industri Nasional
Nilai indeks kepercayaan industri yang konsisten ekspansif selama tiga bulan berturut-turut hingga Januari 2023 menunjukkan prospek manufaktur dalam negeri terjaga di tengah gejolak ekonomi global.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meskipun dibayangi tekanan ekonomi global, kinerja industri Indonesia ekspansif karena permintaan pasar dalam negeri. Pelaku industri menilai, pengenduran tekanan pada daya beli masyarakat dapat berdampak positif pada permintaan.
Pada Selasa (31/1/2023), Kementerian Perindustrian merilis data nilai indeks kepercayaan industri (IKI) pada Januari 2023 yang mencapai 51,54. Angka ini diperoleh dari survei terhadap 5.416 pelaku industri skala kecil, menengah, dan besar dari 23 subsektor pada pertengahan Januari 2023. Angka IKI terbentuk dari variabel pesanan baru, produksi, dan persediaan produk.
Nilai IKI tersebut meningkat 0,64 poin dibandingkan Desember 2022. Oleh karena nilainya berada di atas 50, IKI pada Januari 2023 menunjukkan kinerja industri nasional ekspansif. Apabila nilainya sama dengan 50, kinerja industri tergolong stabil. Sementara jika angkanya berada di bawah 50, kinerja industri tengah terkontraksi.
Data Kementerian Perindustrian mencatat, pesanan domestik menjadi faktor dominan dalam variabel pesanan baru. ”Nilai IKI yang konsisten ekspansif selama tiga bulan berturut-turut menunjukkan prospek manufaktur dalam negeri terjaga meskipun isu resesi ekonomi (dunia) tengah marak,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian M Arifin dalam konferensi pers IKI di Jakarta, Selasa.
Berdasarkan jenis industrinya, terdapat 12 subsektor manufaktur yang tergolong ekspansif. Subsektor-subsektor tersebut merepresentasikan 80,1 persen dari penyumbang produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Di sisi lain, masih ada 11 subsektor manufaktur yang tengah terkontraksi dan berkontribusi 19,9 persen pada PDB nasional.
Arifin mencontohkan, subsektor industri logam dasar tengah berekspansi karena ketersediaan pasokan bijih di dalam negeri. Kebijakan hilirisasi yang tengah intens juga memengaruhi kinerja tersebut karena mendorong pembangunan smelter. Dia juga menyebutkan, industri komputer dan elektronik sedang sedikit terkontraksi karena penurunan permintaan karena melonggarnya kebijakan kerja dari rumah pascapandemi. Meskipun demikian, dia optimistis permintaan pada Februari 2023 akan naik karena ada belanja pemerintah.
Peningkatan pesanan domestik antarsektor industri lebih dominan dibandingkan pesanan domestik rumah tangga dan belanja pemerintah.
Dalam kesempatan yang sama, Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif menyebutkan, pada Januari 2023, peningkatan pesanan domestik antarsektor industri lebih dominan dibandingkan pesanan domestik rumah tangga dan belanja pemerintah. Pesanan tersebut dipengaruhi oleh persiapan produksi untuk permintaan Ramadhan-Lebaran 2023.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta W Kamdani berpendapat, pelaku industri menilai iklim usaha saat ini relatif stabil, bahkan memicu minat untuk berekspansi. ”Dari sisi internal, kami melihat daya beli masyarakat terjaga. Dalam jangka pendek, terdapat potensi penurunan tekanan terhadap daya beli, khususnya karena revisi harga bahan bakar minyak,” katanya saat dihubungi.
Dari sisi aktivitas manufaktur, sebanyak 44,1 persen pelaku industri menyatakan kegiatannya stabil pada Januari 2023. Proporsi ini naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebanyak 42,6 persen. Proporsi pelaku industri yang menilai aktivitasnya meningkat mencapai 30 persen, sedangkan bulan sebelumnya 29,5 persen. Jumlah proporsi pelaku industri yang menyatakan aktivitasnya menurun sebesar 25,9 persen.
Jangan diabaikan
Data hasil survei IKI juga menunjukkan, proporsi pelaku industri yang optimistis terhadap iklim usaha dalam enam bulan ke depan mencapai 62,3 persen. Jumlah ini naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 60,5 persen. ”Optimisme ini disebabkan oleh keyakinan (pelaku industri) terhadap kondisi pasar dan kebijakan pemerintah pusat,” kata Febri.
Adapun proporsi pelaku industri yang berpendapat iklim usaha dalam enam bulan ke depan akan stabil mencapai 24,1 persen atau turun tipis dibandingkan bulan sebelumnya yang sebanyak 24,3 persen. Proporsi pelaku industri yang pesimistis terhadap iklim usaha selama enam bulan ke depan juga turun dari 15,3 persen menjadi 13,6 persen.
Head of Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai, pemerintah sebaiknya tidak mengabaikan pelaku industri yang masih pesimistis terhadap iklim usaha saat ini. ”Pelaku-pelaku industri yang pesimistis tersebut perlu dibedah per sektornya sehingga pemerintah dapat mendesain kebijakan yang responsif,” katanya saat dihubungi.